💜 1/5 💜

7.9K 847 123
                                    

Sepasang kaki melangkah gontai meninggalkan jejak sepatu di jalan bersalju kota Tokyo. Membawa tubuhnya yang letih menelusuri setiap bagian kota besar itu. Keluar masuk pintu tempat manapun yang bisa memberikannya pekerjaan sehingga dia bisa menyicil hutang keluarganya.

Langkahnya terhenti di sebuah bangku depan pertokoan untuk sejenak mengistirahatkan tubuhnya. Manik [eye color] itu menatap lesu lalu lalang orang yang semakin mengeratkan mantel tebal mereka. Angin musim dingin menerpa halus wajah ayunya, uap dingin keluar dari mulut yang kini merutuki nasibnya.

Simpanan uangnya semakin menipis, beberapa hari lagi dia harus meninggalkan rumah mendiang orangtuanya karena disita oleh Bank. Sementara hingga saat ini dirinya terus mengalami kegagalan setiap kali melamar pekerjaan.

Sebenarnya seminggu yang lalu ia sudah mendapat pekerjaan di sebuah club malam, namun manager memecatnya karena ia menyerang seorang tamu. Tentu saja ia melakukan itu bukan tanpa alasan. [Name] hanya membela diri saat dirinya hampir dilecehkan oleh pria asing itu.

Apakah dengan bekerja menjadi pelayan di sebuah club malam menjadikan orang itu murahan? [Name] hanya bertugas mengantarkan minuman, bukan menjajakan tubuhnya pada beberapa orang bajingan.

Jika ada pekerjaan yang lebih baik, [Name] juga tidak mau bekerja di tempat seperti itu. Tapi apa mau dikata? Dia hanya lulusan SMA, jadi agak sulit mendapat pekerjaan bagus serta gaji yang tinggi dengan pendidikan seperti itu.

"Ah, ternyata ini benar-benar kamu."

[Name] tersadar dari lamunan saat suara serak dan dalam itu menyapa indera pendengarnya. Tatapan bingung ia layangkan pada seseorang yang kini berdiri di depannya.

Orang itu adalah seorang pria. Rambut pendeknya berwarna lilac dengan garis burgundy, pakaiannya rapi dan terlihat sangat mahal. Pria itu juga memakai anting di kanan kiri telinganya, dan [Name] tidak bisa mengabaikan tatto yang menempel di tenggorokan orang itu.

"Maaf, apakah aku mengenalmu?" tanya [Name] sopan.

"Kau mungkin tidak mengenalku, tapi aku mengenalmu."

"Apa?"

"Aku Haitani Ran, kau boleh memanggilku Ran." Pria tampan dengan nama bak bunga anggrek itu mengulurkan tangan pada gadis di depannya.

[Name] menyambut uluran tangan itu sebelum memperkenalkan diri juga. "Aku [Full Name]. Kau boleh memanggilku sesukamu."

"Kalau begitu, bolehkah aku memanggilmu 'milikku'?"

"Maaf?"

"Tidak apa-apa. Boleh aku duduk disini?" Ran mengabaikan kebingungan [Name] dan menunjuk ruang tersisa di bangku yang di duduki oleh gadis berhelai [hair color] tersebut.

"Silahkan."

Setelah mendapat persetujuan, Ran segera mendudukkan dirinya di samping [Name]. "Apa yang dilakukan gadis cantik sepertimu sendirian di hari yang dingin ini?"

"Apa kau tidak salah menyebutkan, Haitani-san?" [Name] terkekeh mendengar apa yang Ran katakan. "Cantik? Perempuan seperti aku kau bilang cantik? Matamu tidak bermasalah, 'kan?"

"Tentu saja tidak," balas Ran dengan senyum. Mata amethyst pria itu tak lepas dari wajah gadis di sampingnya. "Kau adalah gadis tercantik yang pernah aku lihat."

"Maka pasti hidupmu di kelilingi oleh laki-laki selama ini."

Pria bermarga Haitani itu tertawa. "Yah, itu tidak salah. Hidupku memang dikelilingi oleh laki-laki hingga aku sampai muak melihat wajah mereka setiap hari." Perkataan Ran mengarah pada para rekannya di organisasi. "Tapi serius, apa yang sedang kau lakukan disni? Ini musim dingin, dan kau bahkan memakai pakaian yang tidak cukup tebal untuk membuatmu tetap hangat."

[Name] seketika memeriksa pakaian yang ia kenakan saat ini. Itu hanya terdiri dari kaos dan juga coat, tanpa syal ataupun sarung tangan.

Nah, setelah Ran menyinggung pakaiannya 'yang kurang hangat', [Name] mulai merasakan hawa dingin yang kini membuatnya sedikit menggigil. "Aku baik-baik saja."

Apa yang [Name] katakan bertentangan dengan apa yang gadis itu rasakan. Ran hanya menghela napas sebelum melepaskan mantelnya untuk ia pakaikan pada gadis yang kini menatapnya dengan kaget.

"Apa yang kau lakukan, Haitani-san?"

"Apa lagi? Tentu saja membuatmu tetap hangat," jawab Ran seadanya. "Dan aku sudah bilang kau boleh memanggilku dengan namaku saja, 'kan?"

"Itu akan terdengar tidak sopan. Aku bisa menebak kalau usiamu pasti lebih tua dariku."

"Apa aku terlihat sudah tua di matamu?"

"Tidak juga. Kau hanya terlihat dewasa. Itu saja." [Name] mengangkat bahu. "Ngomong-ngomong, berapa usiamu?"

"30."

"Aku 19 tahun."

"Aku tahu."

"Kau tahu?" [Name] menatap Ran dengan bingung. "Kalau tidak salah, kau juga menyebutkan bahwa kau mengenalku 'kan? Bagaimana kau bisa mengenalku?"

"Kau pekerja di club malam itu, 'kan? Yang dipecat saat menyerang seorang tamu disana?"

"Ah, jadi kau ada disana saat itu ya?"

"Club itu sebenarnya milikku." Pengakuan Ran sedikit mengejutkan gadis di sampingnya. "Aku pribadi ingin meminta maaf padamu atas perlakuan tidak menyenangkan yang kau terima dari mereka. Aku sudah memecat penanggung jawab club-ku dan memberi sedikit pelajaran pada pelanggan tersayangku."

Entah hanya perasaan [Name] saja atau ekspresi Ran menggelap ketika pria itu mengatakan kalimat terakhirnya?

"Apakah kau sudah mendapat pekerjaan baru?"

[Name] tersenyum sedih sebelum menggeleng mendengar pertanyaan tersebut. "Belum. Makanya aku sedang bingung sekarang. Tabunganku hampir habis, dan beberapa hari lagi aku harus keluar dari rumahku karena disita oleh pihak Bank. Setiap melamar pekerjaan, semuanya selalu berakhir dengan penolakan."

"Aku bisa memberimu pekerjaan."

Kalimat Ran membuat [Name] menghela napas lemah. "Aku tidak mau kembali ke Club itu lagi."

"Aku tidak menawarimu bekerja di sana."

"Lalu?"

"Jadilah pacarku."

.
.
.
.

Words : 807Rabu, 29 Desember 2021

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Words : 807
Rabu, 29 Desember 2021

OLDER || Haitani Ran [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang