💜 5/5 💜

5.1K 680 56
                                    

Hari itu, 'kencan' mereka berakhir ketika ponsel Ran berdering. Pria itu dengan menyesal mengatakan bahwa ia memiliki pekerjaan yang harus dilakukan. Ran segera mengantar [Name] pulang. Berjanji akan menemuinya ketika selesai dengan pekerjaannya.

[Name] tidak tahu persis apa pekerjaan Ran selain pemilik Club tempat [Name] dulu bekerja. Ran hanya mengatakan ia bekerja di bawah perintah seseorang bersama rekan-rekannya yang lain.

Ketika [Name] bertanya nama perusahaan tempat Ran bekerja, pria itu hanya tersenyum dan menepuk kepalanya seraya berkata bahwa [Name] akan tahu cepat atau lambat.

Setelah insiden ciuman di arena ice skating saat itu, status mereka bukan lagi pacar bohongan. [Name] tidak percaya akan cinta pada pandangan pertama, namun apa yang ia rasakan terhadap Ran membuktikan bahwa itu tidak benar.

Saat ini [Name] tengah duduk di atas sofa di ruang tamu dengan coklat panas di tangan serta selimut yang kini membungkus tubuhnya.

Januari kali ini lebih dingin dari tahun-tahun sebelumnya. Ada banyak salju di beberapa sudut; trotoar, jalanan, ranting beku pepohonan dan atap bangunan.

Televisi menyala, menampilkan sebuah berita yang menayangkan tentang perkembangan organisasi kriminal paling ditakuti di Jepang, Bonten.

"Bonten?" [Name] bergumam saat matanya tak lepas dari layar televisi di depannya. [Name] jarang menonton berita, jadi wajar jika gadis itu kurang berpengetahuan mengenai apa saja yang terjadi di sekitarnya.

Bonten adalah sebuah organisasi besar yang dipimpin oleh seorang pria bernama Sano Manjiro. Bonten terlibat dalam berbagai kegiatan ilegal, seperti perjudian, penipuan, prostitusi, dan pembunuhan. Semua anggota Bonten memiliki tatto di berbagai bagian tubuh mereka.

Iris [eye color] [Name] membulat sempurna saat kamera menyorot pada seorang pria kurus berambut putih yang berjalan di antara orang-orang berpakaian rapi dan mewah.

Tidak, [Name] tidak mengenal siapa orang itu. Tapi tatto di tengkuknya .... bukankah Ran juga memilikinya? Apakah itu berarti ....

[Name] menggeleng cepat. "Tidak. Ran tidak mungkin terlibat dengan mereka."

[Name] tidak ingin percaya, namun ketika reporter menyebutkan beberapa nama disertai foto yang kini terpampang jelas di televisi, gadis itu tidak bisa untuk tidak percaya pada apa yang ia ketahui mengenai pria bermarga Haitani tersebut.

Ran adalah anggota Bonten.

Pria itu adalah salah satu eksekutifnya.

"Ah, sekarang sepertinya kau sudah tahu ya?"

[Name] merasa merinding di punggungnya saat seseorang berbisik di telinganya. Dengan perlahan, [Name] menoleh hanya untuk mendapati Ran bersandar di belakangnya dengan sebuah pistol di tangan.

Sejak kapan Ran ada disini? Bagaimana pria itu bisa masuk disaat semua pintu dan jendela rumah terkunci?

"Tapi itu tidak akan merubah apapun di antara kita kan, sayang?"

Sebelum [Name] bisa menjawab, Ran memukul tengkuk [Name] hingga gadis itu pingsan seketika.

.
.
.
.

Malam akan berganti ketika esok mentari yang kembali menyinari, tapi tidak ada seorangpun yang tahu kapan kegelapan akan datang secara abadi dan mulai menutup seluruh lapisan dengan kehampaannya.

Ketika [Name] membuka mata, gadis itu terkejut saat mendapati dirinya kini tengah terikat di sebuah ranjang berukuran King size.

"Kau sudah bangun, sayang?" tanya sebuah suara yang baru saja memasuki kamar tempat dimana [Name] berada.

"Ran?" [Name] bergumam parau.

Ran naik ke atas ranjang dan duduk di sebelah [Name] yang kini sedang terbaring dengan tangan di rantai di kepala tempat tidur.

"Dimana aku, Ran? Dan kenapa aku diikat seperti ini?" tanya [Name] yang mulai ketakutan. Airmata perlahan mengalir di pipi pucatnya.

"Kau ada di tempatku. Dan aku mengikatmu agar kau tidak kabur dariku," jawab Ran seraya memainkan rambut [Name] dengan jarinya. "Kau berencana untuk meninggalkanku, kan? Aku tidak akan membiarkannya."

"Aku ingin pulang."

"Pulang?" Ran tertawa keras. Sesaat [Name] tidak mengenali orang di sampingnya saat ini. "Pulang kemana? Rumahmu sudah jadi abu sekarang."

"Apa?"

"Kau tidak perlu rumah jelek itu lagi , sayang. Sekarang disini lah rumahmu." Dengan gerakan tiba-tiba, Ran mencengkram pipi [Name]. "Aku adalah rumahmu sekarang. Kau mengerti?" desisnya tajam.

[Name] tidak akan berbohong. Ia merasa takut sekarang. Pria di depannya ini bukanlah Ran yang ia cintai. "Tolong lepaskan aku."

"Jangan uji kesabaranku, [Name]. Kau tidak ingin berakhir seperti kedua orangtuamu, 'kan?"

[Name] mematung saat Ran menyinggung prihal kedua orangtuanya. "Apa maksudmu?"

"Biar ku ingat-ingat lagi." Ran mengetukkan jarinya ke kepala seolah tengah berpikir. "Mereka meninggal karena kecelakaan mobil, 'kan? Atau mungkin itulah yang dipercayai orang-orang." Pria itu tiba-tiba tertawa sebelum kembali berkata. "Yah, satu hal lagi yang akan kuberitahu padamu."

Ran menyeringai. Tangannya terulur untuk mengelus pipi gadis yang dicintainya. "Akulah yang membunuh mereka. Aku juga yang membuat mereka terlilit banyak hutang."

[Name] merasa dunia hancur saat itu juga. Pria yang ia cintai nyatanya adalah dalang dari kematian orangtuanya.

"Aku kesal karena mengetahui mereka akan menikahkanmu dengan seseorang. Jadi aku membunuh mereka. Aku juga membunuh laki-laki yang akan dinikahkan denganmu." Ran berkata tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Kau sakit, Ran. KAU GILA!" [Name] berucap disela isak tangisnya.

"Tebak siapa yang membuatku gila seperti ini?" Ran tersenyum manis. [Name] merasa sangat bodoh karena pernah jatuh cinta pada senyum itu.

"Kau. Kau yang membuatku gila, sayang." Ran bersandar untuk mengecup pipi [Name] dan menjilat airmata gadis itu.

"Jadi selamat datang di duniaku yang gila, Nyonya Haitani."

.
.
.
.

END

Words : 811Rabu, 29 Desember 2021

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Words : 811
Rabu, 29 Desember 2021

OLDER || Haitani Ran [✓]Where stories live. Discover now