Masih ada yang baca?
Cung absen, eke mau tau siapa aja yang masih setia.
***
Boleh, dong aku curiga? Walau kata orang bijak, jangan berprasangka negatif dulu kepada seseorang. Toh, siapa tahu, dia benar-benar berniat buat berubah.
Hm, benar, sih. Tapi, kalau subjeknya Pak Bhum, aku nggak bisa nggak curiga. Alasannya?
Aku, kan, saksi mata gimana bobroknya sikap bosku itu walau baru beberapa bulan. Kalau tidak percaya, pastikan kembali semuanya kepada Om Pel. Mereka sudah bertahun-tahun bekerja sama, sejak Pak Bhum masih bujang, eh, dia masih bujang, sih. Sejak Pak Bhum masih lugu sampai dia jadi terkenal karena keplayboyannya.
Toh, gara-gara dia juga, aku ketiban sial menggantikan Mbak Ora yang nyaris digoda Pak Bhum. Walau begitu, aku selalu mengucap syukur, Pak Bhum nggak pernah sudi menggodaku mentang-mentang aku nggak sesuai dengan kriterianya.
Untung aku bukan kriterianya. Tapi, gara-gara Om Pel bilang, Pak Bhum naksir cewek solehah, aku jadi benar-benar kepo, siapa artis kalem tapi punya kemampuan bikin bosku itu bertekuk lutut? Apa jilbaber dari Korea yang lagi booming itu? Dia, kan, sudah beberapa kali diundang ke TV Lima? Atau anak ulama yang cantiknya bikin aku dag dig dug?
"Heh, anak prewi, tinta bagus kalalo bengong mulu, Bebih."
Suara Om Pel menyadarkan aku dari lamunan kala kami bertiga sedang berada di ruangan Pak Bhum. Waktu aku sampai di kantornya tadi, bosku itu sedang salat Zuhur dan Om Pel sedang mengotak-atik HP. Aku, sih, sedang datang bulan. Makanya nggak salat. Tapi, entah kenapa aku malah bengong mendengarkan Pak Bhum berzikir dan mengaji selama beberapa menit. Suaranya bikin aku teringat seseorang, entah siapa. Yang pasti, bukan Mas Arman. Soalnya aku belum pernah mendengar dia mengaji. Kami, kan, jarang bisa sama-sama. Walau kadang penasaran juga, gimana, sih, rasanya salat bareng pria yang bakal jadi suamiku nanti?
"Idih, dia bengong leges." Suara Om Pel membuatku kembali menoleh ke arahnya. Kalau belum kubalas, dia selalu berisik seperti ini.
"Apa sih, Om?" Tanyaku sambil kembali mencoret-coret agenda pemberian Pak Bhum. Aku bahkan lupa tadi hendak menulis apa. Suara Pak Bhum yang mengaji mampu membuatku lupa dengan pekerjaanku dan malah fokus mendengarnya.
Aneh, kan?
Eh, nggak juga, sih. Kan dari dulu sudah disuruh, kalau ada orang ngaji, ya, dengarkan. Aku cuma menjalankan titah guru ngajiku dulu dan juga bersikap sopan.
Ngomong-ngomong, kami sudah lama nggak berantem. Bukannya aku senang, tapi, rasanya adem nggak lihat Pak Bhum melotot dengan bibir maju dan misuh-misuh gara-gara dia nggak suka dengan hasil kerjaku.
"Sudah datang?"
Aku terlalu sibuk membalas pertanyaan Om Pel yang membuat kepalaku pusing dengan bahasa super ajaibnya sehingga tidak sadar kalau saat itu Pak Bhum telah menyelesaikan rangkaian salat dan dia tengah melipat sejadah dengan amat terampil lalu memasukannya ke laci meja kerjanya. Aku bahkan belum sempat membalas ketika dia melepas peci hitam yang entah kenapa amat serasi ketika berada di atas kepalanya.
Kemeja, dasi, dan peci, suatu kombinasi aneh yang akhir-akhir ini selalu aku lihat pada diri Pak Bhum. Ck, kayaknya aku mesti sungkem pada siapa pun calon nyonya Bhumi Prakasa yang bisa merubah bosku jadi seperti ini. Entah dia atau Pak Bhum yang beruntung, tapi, aku tahu, Allah nggak pernah salah kirim pasangan untuk umatnya, apalagi ketika dia mau berubah jadi lebih baik lagi.
Aww, aku jadi terharu sampai mau menangis saking terpesona dengan kalimat yang aku karang sendiri, hahaha.
"Iya, Pak. Bapak mau makan dulu?" Aku segera berdiri mendekat ke arah meja Pak Bhum sambil memeluk agenda dan kamus Oxford berukuran saku. Pak Bhum yang murah hati, sejak sehabis malam Anugerah Insan Televisi, telah menjadi guru Bahasa Inggris dadakan buatku. Aku, sih, senang-senang aja. Soalnya lidah Jawaku benar-benar membuatku kesusahan bicara. Padahal sebenarnya aku nggak bodoh-bodoh amat, sih.

YOU ARE READING
The Moon Talks
ChickLitSudah tamat. Tersedia di karyakarsa san googlenplaybook Anak magang bernama Aisyah Kana Wulandari tahu, bosnya, Bhumi Prakasa Harjanto adalah pria playboy yang punya reputasi amat buruk. Tapi, di sisi lain, dia sadar, pria itu sedikit menyenangkan d...