Dek Wulan,
Maaf, Mas blm bisa ke Jkt buat skrg. Ada banyak tugas di kantor.
Aku memandangi layar ponselku dengan bibir setengah cemberut terutama setelah membaca balasan dari Mas Arman. Dia selalu seperti itu padahal aku senang sekali kalau dia bilang iya. Apalagi, bapak dan ibu, kan, juga ada di Jakarta sekarang dan kalau dia mau datang, kami bisa bersama-sama keliling Jakarta tanpa perlu takut dilihat oleh orang-orang. Tapi, kalau seperti ini, aku nggak bisa ngapa-ngapain lagi, terutama di depan Pak Bhum yang makin PD dengan keyakinan kalau aku bakalan naksir dia.
Kenapa, sih, dia nggak cari yang lain aja? Aku dan dia nggak selevel, ntah perkara ekonomi, duit, atau keyakinan.
Dia yakin sayang aku, aku nggak yakin bakalan sayang atau milih dia jadi suami.
Om Pel yang sadar aku banyak bengong dalam perjalanan kami ke rumah sakit, pada akhirnya ngajak aku download instagram. Aku akhirnya bisa beli HP baru dan daripada cuma dipake buat telepon bos ganjen yang sekarang sibuk nyetir, mending aku pakai buat cari bahan skripsi atau yang lain dan Om Pel yang aku yakin, emang sudah ganjen dari sananya, maksa aku buat lihat akun Duta Jendolan yang jadi kiblat pergaulan zaman sekarang terutama kayak kata Om Pel, belajar bahasa gaul dan juga lihat update dunia.
Awalnya aku nggak tahu, update dunia yang dia maksud, tapi sewaktu Om Pel menyebutkan tentang lekong-lekong kancutan yang membuat alisku naik karena nggak paham, Pak Bhum jadi orang pertama yang menentang agar aku nggak melaksanakan niatku.
Maksudnya apaan coba lekong-lekong? Ada hubungannya sama Sungai Mekong atau apaan?
"Bulan, jangan download Instagram."
Larangan yang Pak Bhum beri, membuat aku makin penasaran. Kenapa dia jadi begitu marah dan emosi? Om Pel bahkan jadi sasaran kemarahannya sehingga pria malang itu mengkerut di sampingku.
Aku nggak bisa nggak curiga, apalagi ketika Om Pel berbisik kalau lekong-lekong cucok kancutan itu artinya, cowok-cowok ganteng yang cuma pake sempak doang.
Oalaah.
Jadi Pak Bhum nggak suka aku download begituan? Bagus, dong. Kalau dia nggak suka aku lihat laki-laki seksi, berarti ada kemungkinan dia bisa benci aku.
Bagooos, kalau bisa bikin dia jijik sama aku, bakalan aku lakukan walau kata orang, mataku bisa bintitan. Tapi, aku, kan, nggak lihat fotonya, cuma gertak sambal aja.
"It has a bad effect!" suara Pak Bhum yang panik membuat aku makin semangat. Mana yang lebih buruk, liat cowok pakai sempak tok atau dikejar pria gila yang nggak tahu diri kalau orang yang dia taksir sudah mau menikah?
Pasti pilihan kedua yang lebih buruk, bukan? Karena itu, aku jadi makin senang membuatnya kesal. Dengan begitu, dia mesti berpikir seribu kali jika masih nekat mengejarku.
"Felix, you drive!"
Rupanya Pak Bhum tidak berhenti sampai di situ. Dia yang hampir murka, menghentikan mobil yang dia kendarai begitu saja sampai aku dan Om Pel nyaris terjerembab. Om Pel yang masih ketakutan lantas menurut dan bagiku, aku harus melawan. Ngapain Pak Bhum mau duduk di sebelahku? Mau elus-elus manja dan membeberkan manfaat buruk menggunakan ponsel kepadaku?
Dia pikir aku bocah?
Segera setelah Pak Bhum membuka pintu penumpang di bagian belakang, aku ikut Om Pel duduk di bangku depan, di sebelahnya yang sudah berada di bangku pengemudi. Tentu saja, hal tersebut kemudian membuat Pak Bhum sewot setengah mati. Peduli amat dengan responnya dan aku membalas dengan gagah berani saat Pak Bhum bilang kami mesti bicara.
"Ngomong aja, Pak. Telinga saya bisa dengar. You speak, I listen, not you speak, I look at you."
Masa bodoh grammarnya amburadul. Yang penting aku udah ngomong dan Pak Bhum ngerti bahasaku. Toh, dia kemudian mingkem selama beberapa detik walau lanjut lagi, merengek buat aku nggak nekat download.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Moon Talks
ChickLitSudah tamat. Tersedia di karyakarsa san googlenplaybook Anak magang bernama Aisyah Kana Wulandari tahu, bosnya, Bhumi Prakasa Harjanto adalah pria playboy yang punya reputasi amat buruk. Tapi, di sisi lain, dia sadar, pria itu sedikit menyenangkan d...