Third Attempt

1K 187 6
                                    

          

  Third Attempt


Giras menyibak tirai jendela kamar, mengintip keadaan di halaman samping. Hamparan rumput Jepang yang terawat juga beberapa pot tanaman hijau, dan sebuah bangku kayu panjang yang cukup memuat tiga sampai empat orang. Sinar matahari yang perlahan meredup sore itu meninggalkan kesan eksotis.

Jendela kamar penghuni seberang tertutup dengan rapat. Dulu, biasanya Giras kerap menemui pemandangan yang sama setiap pagi. Sesosok gadis remaja membuka lebar-lebar jendela kaca, kemudian memutar lagu-lagu kesukaannya. Atau musik instrumental yang kerap ditemui diputar di toko buku besar seperti Gramedia, salah satu tempat hang out favorit Daisy.

Giras tidak tahu apakah Daisy masih tinggal di kamar itu akan sudah berpindah ke kamar lain. Karena menurut Tante Rose, rumah itu mengalami pemugaran beberapa tahun lalu, sekaligus penambahan kamar. Jika dulunya Daisy berbagi kamar dengan Lily, sekarang mereka tidur di kamar yang berbeda, ditambah satu kamar lagi yang khusus dibuatkan untuk Nenek Ami, mama Tante Rose.

Baguslah. Sekarang rumah itu menjadi lebih ramai. Daisy pasti tidak akan kesepian lagi.

Setelah yakin tidak ada lagi hal menarik dari halaman samping yang tampak sepi, Giras kini beralih menuju ke pintu kamar. Keluar dari kamar, aroma sesuatu seperti karamel, tercium dari arah dapur bersih. Pekerjaan Tante Elis di bidang kuliner, membuat rumah itu seringkali beraroma masakan dan kue sejak Giras tiba di sana sehari lalu. Bagus juga sih, dia jadi tidak perlu khawatir akan kelaparan karena kekurangan makan. Malah jadi bisa berkesempatan mencicipi aneka kue dan makanan enak hasil olahan tangan Tante Elis.

"Lagi bikin apa, Tante?" tanya Giras, melongok dari balik punggung Tante Elis yang tengah mengaduk-aduk sesuatu di dalam panci. Sepertinya memang karamel, jika melihat dari bentukannya yang agak cair berwarna coklat. Aroma karamel juga sangat khas. Seperti aroma gula yang terbakar.

"Puding karamel."

"Buat jualan?"

"Nggaklah. Buat dimakan aja di rumah." Tante Elis mengaduk-aduk sebentar sebelum mematikan kompor. Dia beralih ke atas meja, tempat berjajar aneka bahan puding. "Kamu sudah makan siang?"

"Sudah, Tan. Tadi singgah makan dulu sebelum pulang."

Sepertinya Tante Elis sudah menanyakan hal itu ketika mereka berpapasan di ruang tengah saat Giras baru saja pulang, tapi sepertinya Tante Elis lupa. Giras juga enggan mengingatkan hal itu.

"Ah, iya. Bukannya tadi Tante udah nanya ya?" Tante Elis tertawa, menyadari sendiri.

Giras hanya tersenyum tipis. Usia bukan satu-satunya faktor seseorang jadi pelupa. Malah, ada beberapa orang sepanjang hidupnya yang sulit mengingat atau mudah melupakan sesuatu. Salah satunya Metha, teman SMA-nya yang terkenal pelupa.

"Oh, ya. Gimana sama kerjaan kamu? Jadi buka kantor?"

"Kantornya udah ada, Tan. Tadi juga udah cek lokasi. Tinggal persiapan buat launching aja. ini juga udah ada kerjasama dengan beberapa brand buat acaranya nanti."

"Waah. Keren, keren. Sukses terus ya, Ras? Tante ikut senang kalau kamu bisa sukses sama kerjaan kamu. Padahal inget dulu sama keinginan Papa kamu supaya kamu jadi diplomat. Ternyata yang namanya jalan karir, nggak ada yang tahu ya?"

"Bukannya Tante juga gitu? Dulu pengen jadi pramugari, tapi malah terdampar jadi pengusaha kuliner."

Tante Elis tertawa. "Itulah, Ras. Jalan hidup orang nggak ada yang tau. Yang penting, apapun yang menjadi passion kamu, harus dikejar." Tante Elis menyiapkan panci untuk memasukkan bahan-bahan seperti gula pasir, bubuk agar-agar dan susu cair. "Daisy juga begitu. Kuliah sekretaris, malah sekarang jadi penulis."

Let's Settle DownWhere stories live. Discover now