3. Tamu tak Diundang

1K 222 9
                                    

Please, tap bintang dulu sebelum baca.
Terima kasih.




☆☆☆☆☆☆☆☆


Masih menjadi misteri tentang pengirim buket bunga di studio Gema. Sampai pagi ini, buket bunga itu masih tergeletak di sisi ruangan tanpa disentuh Rista sedikit pun. Jangankan disentuh, melihatnya pun membuat Rista merinding. Dia masih tak percaya jika Gema yang mengirim. Tentu ada orang yang tahu akan rahasia bunga itu.

Rista masih belum menyerah untuk mencari seseorang yang mengirim bunga itu. Dia yakin pengirimnya bukan orang sembarangan dan tahu tentang hubungan Rista dan Gema. Apa tujuan orang itu mengirim bunga tersebut pada Rista?

Pintu ruangan terbuka membuat pikiran Rista buyar. April bergegas masuk ke dalam ruangan itu setelah menutup pintu. Rista menegakkan tubuh, menatap April dengan dahi berkerut.

"Orang yang kemarin mau beli studio ini ke sini. Dia nyari kamu." April menyampaikan.

Helaan napas terlihat jelas di raut Rista. Orang itu masih kukuh untuk membeli studio tersebut.

"Mau temui dia atau nggak?" tanya April memastikan. Tahu jika sahabatnya malas menemui laki-laki itu terutama membahas studio Gema.

"Aku akan menemui dia." Rista beranjak dari kursi.

"Oh, iya, aku lupa kasih tau. Kai nggak bisa datang buat pemotretan hari ini karena semalam masuk rumah sakit," terang April sambil mengikuti atasannya.

Langkah Rista terhenti, membalikkan tubuh, menatap April. "Sudah dapat penggantinya?" tanyanya memastikan.

"Belum ada. Rio nggak bisa karena ada pemotretan di Bali. Jino juga nggak bisa karena ada job lain."

Rista kembali mengembuskan napas, berlalu dari ruangan itu untuk menemui seseorang yang sedang menunggunya sambil memikirkan fotografer yang akan menangani proyeknya. Pandangan Rista mengitari sekitar saat tiba di ruang tunggu. Terlihat seorang laki-laki yang cukup dia kenali sedang duduk di sofa. Dia bergegas menghampiri laki-laki itu.

"Kamu," ucap Rista saat tiba di dekat laki-laki itu.

Laki-laki itu mengalihkan pandangan pada sumber suara. Terlihat Rista berdiri tak jauh dari posisinya. Dia beranjak dari sofa sambil menyungging senyum miring. Rista mengedarkan pandangan ke sekitar, memastikan orang lain yang mencarinya.

"Ini atasan saya, Pak, sekaligus pemilik studio ini." April menyampaikan saat tiba di samping Rista.

Rista sontak menatap ke arah laki-laki di hadapannya. Bola mata Rista terbuka sempurna. Jadi Dannis yang ingin membeli studio Mas Gema?

"Saya sudah tahu setelah mengantarnya pulang tadi malam," ungkap Dannis.

Kebingungan terlihat jelas pada raut April. Bagaimana mungkin Rista dan Dannis sudah saling kenal, sedangkan dia tahu jika atasannya tak akan mungkin menemui laki-laki itu.

"Kita bicarakan di dalam," ajak Rista pada Dannis. "Pril, tolong buatkan minuman," pintanya pada sang asisten.

Dannis mengikuti Rista dari belakang menuju ruangan yang masih belum dia ketahui. Pandangan Dannis mengitari setiap ruangan yang dia pijak. Mereka tiba di ruangan yang dituju. Ruangan bersejarah di dalam studio itu. Sesaat, Dannis memejamkan mata saat aroma harum tak asing menyeruak ke dalam indera penciumannya. Aroma kesukaan sahabat dekatnya yang telah tiada.

"Silakan duduk," tutur Rista.

"Aku tidak menyangka jika kamu akan membeli studio ini, karena aku tahu jika Gema menyewa tempat ini untuk usahanya," timpal Dannis sambil beranjak duduk.

Persinggahan TerakhirWhere stories live. Discover now