16. Tetangga Baru

11.7K 2.3K 275
                                    

"Bagaimana sekolah pertamamu? Apakah itu menyenangkan?" Rachell bertanya lembut, ketika melihat Selina yang baru saja datang ke rumah.

"Ya, itu menyenangkan," jawab Selina seadanya. Kemudian dia mendekati ibunya yang tengah membuat kue di dapur, lalu dia sedikit mencobanya.

"Baguslah, Ibu sangat senang apabila kau bisa beradaptasi dengan cepat. Ngomong-ngomong di mana saudaramu ya lain?" tanya Rachell lagi, yang tidak melihat keberadaan Jesslyn dan Keenan.

"Aku tidak tahu," jawab Selina, lalu dia bersiap naik ke atas tangga untuk pergi ke kamarnya.

"Selina, setelah berganti pakaian bisakah kamu menolong Ibu?"

Selina menghentikan langkah kakinya. Kemudian, dia menengok ke ibunya. "Bantu apa?"

"Bantu Ibu antarkan kue ini pada tetangga sebelah, dia baru saja pindah tadi pagi. Biar bagaimanapun, dengan tetangga kita haruslah rukun." Rachell menatap Selina dengan pandangan bertanya.

"Baik." Gadis itu menjawab dengan singkat, setelahnya dia berganti pakaian dengan setelan rumahan. Dan turun ke bawah lagi untuk membantu Ibunya.

"Apakah kue ini yang akan diantar?" tanya Selina melihat kue coklat yang terlihat sangat enak itu.

"Ya, cepat kau masukkan ke dalam Tupperware, setelah itu baru antar," titah Rachell sekali lagi.

Selina hanya menurut, berjalan ke arah meja dan memasukkan kue-kue coklat itu ke dalam Tupperware lalu setelah, beres dia langsung pergi ke rumah sebelah, yang merupakan tetangganya.

Perumahan di sini, khusus perumahan orang kaya, jadi rata-rata rumah di sini megah dan besar.

Rumah tetangga barunya pun besar, cat di rumahnya berwarna putih gading, dengan gaya Eropa kuno, dan di halaman depan terdapat beberapa jenis tanaman sehingga terlihat lebih asri.

Selina memencet bel, dan tak lama muncul seorang pria yang sangat tampan mengenakan baju santai. Pria itu mengenakan celana panjang berwarna cream dan atasannya mengenakan T-shirt  berwarna hitam.

"Kau, apakah kau orang yang baru saja pindah ke sini?" tanya Selina, merasa sedikit kaget saat melihat Ernest yang kini berdiri dihadapannya. Iya, Ernest, seorang pria yang waktu itu pernah ia tolong.

Ernest pun tak kalah kaget saat melihat Selina. Namun, wajah tampannya tidak menunjukkan ekspresi apapun. "Ya, aku adalah orang baru saja pindah ke sini tadi pagi. Gadis kecil, apakah kita bertetangga sekarang?"

Sejujurnya, Selina sedikit tidak nyaman saat Ernest memanggilnya gadis kecil. Karena biar bagaimanapun jiwa aslinya berumur 28 tahun, dan itu sudah bisa disebut sebagai wanita dewasa. Sedangkan Ernest sepertinya baru berusia 24 Tahun.

"Ya, rumahku tepat disebelah rumahmu. Ah iya, ibuku membuat kue, dan kue ini diberikan oleh ibuku untukmu." Selina dengan segera menyodorkan kotak Tupperware berisi kue coklat itu pada Ernest.

"Ah terima kasih banyak. Tapi ... bisakah kau masuk dulu? Aku akan segera memindahkan kue itu ke piring, lalu mengembalikan kotak Tupperware itu kepadamu." Ernest meminta Selina untuk masuk.

Sedangkan gadis itu merasa sedikit ragu, setelah menimang-nimang sebentar, akhirnya dia setuju untuk masuk ke dalam rumah Ernest. Ngomong-ngomong semenjak Ernest meminjamkannya buku terakhir kali, hubungan diantara mereka menjadi cukup dekat.

"Gadis kecil, apakah kau ingin minum? Biar aku buatkan," tawar Ernest pada Selina.

"Tidak perlu, terima kasih." Selina dengan cepat menolak.

Sementara Ernest hanya mengangguk, kemudian memindahkan kue-kue coklat itu ke piring.

Selina yang melihat adegan ini, sedikit terpesona, tangan besar milik pria itu mulai memindahkan kue-kue coklat dengan gerakan yang penuh kehati-hatian. Bahkan saat dia mengenakan pakaian santai seperti ini pun, dia masih terlihat begitu tegas dan berwibawa.

Tak lama Ernest telah selesai dengan aktivitasnya, kemudian dia menyodorkan kotak Tupperware pada Selina kembali. "Ini, bilang pada ibumu terima kasih banyak atas kuenya, kelihatannya kue-kue ini enak. Ibumu memang pandai memasak," katanya memuji Rachell.

"Baiklah, aku sampaikan. Ngomong-ngomong bukumu masih ada di rumahku, dan aku sudah selesai membacanya. Aku akan segera mengembalikannya padamu," tutur Selina yang baru saja mengingat buku yang dia pinjam pada Ernest.

Pria tampan itu tersenyum tipis. "Tidak perlu, itu untuk kau saja. Aku sudah bukan seorang pelajar lagi, lebih baik bukunya kau simpan untuk kau belajar."

Selina sedikit merasa tak enak, apabila menerima pemberian orang begitu saja. Namun, saat melihat tatapan Ernest yang meyakinkan, mau tak mau Selina harus menerimanya.

"Terima kasih kalau begitu, ah iya. Bisakah kau beri tahu aku, di mana aku bisa mendapatkan buku-buku seperti itu? Aku tidak tahu toko buku di dekat sini." Selina berkata dengan jujur, dia baru saja pindah ke dunia ini. Jadi, dia tidak tahu di mana Ernest bisa mendapatkan buku-buku yang seperti itu.

"Itu tidak dijual di toko buku. Buku-buku itu ... aku yang membuatnya," jawab Ernest yang membuat Selina sedikit merasa kaget.

Bagaimana tidak? Buku-buku itu berisi soal-soal dan penjelasan tentang matematika, kimia, fisika. Jadi ... Ernest yang membuat buku seperti itu? Sungguh tak menyangka.

"Kau? Kau yang menciptakan soal-soal dan rumus singkat itu?" tanya Selina sedikit tak percaya. Jika benar Ernest yang membuatnya sendiri. Berarti dia benar-benar genius!

"Ya, saat di sekolah dulu, aku memiliki metode berbeda untuk belajar. Makanya aku membuat buku-buku itu agar aku bisa belajar dengan lebih mudah menurutku." Ernest menjawab dengan jujur, dari dulu dia lebih suka metode belajar yang seperti ini. Entahlah bagi Ernest metode seperti ini lebih mudah.

Selina mengangguk paham, pantas saja buku-buku itu nampak berbeda. Ternyata itu adalah buku pribadi milik Ernest.

Tapi ... bukankah seharusnya hal-hal seperti ini haruslah berharga. Lalu mengapa Ernest memberikan padanya begitu saja?

"Waw ini keren. Penjelasan dan rumus-rumus buatanmu, sangatlah mudah dipahami," kata Selina memuji.

"Terima kasih, aku sangat senang kalau kau bisa memahaminya dengan mudah." Ernest tersenyum tips.

"Kalau begitu aku pulang dulu. Terima kasih atas bukunya dan selamat menikmati kuenya," mata Selina sambil menutup kotak Tupperware itu kembali dan bangkit dari posisi duduknya.

"Baiklah, aku antar sampai depan rumah."

Selina ingin menolak, tapi Ernest sudah lebih dulu mengikutinya. Jadi, mau tak mau membuat Selina membiarkannya saja.

Selina dengan cepat segera keluar dari rumah Ernest, lalu saat dia akan pergi dia menengok kebelakang dan melihat Ernest yang masih berdiri di depan pintu, sambil menatapnya.

Selina tidak mau ambil pusing, dia segera berjalan kembali ke rumahnya.

Sementara, muncul sebuah senyum lembut di wajah Ernest yang tampan. Seorang pria yang jarang tersenyum, kini tersenyum lembut.

'Gadis kecilnya, terlihat sangat imut.' pikir Ernest, yang terus memperhatikan punggung belakang Selina yang sudah mulai menjauh dari pandangannya.

__________

Hai, saya kembali di cerita ini setelah sekian lama.





Endless Love Fairy Tale : Menjadi Penjahat Genius Sejati.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang