Bag 36 (Hot Video)

645 18 2
                                    

Yang dicecar berdiri membeku tanpa ekspresi. Wajahnya mendadak lugu melihat dua pakaian yang dijuntaikan Nadya. "Mana gue tahu."

"Nih, periksa lagi! Gak usah pura-pura lupa." Dua pakaian itu dilemparkan ke arahnya.

Tubuhnya menegang, namun Dara berusaha tetap terlihat tenang. Berpura-pura memeriksa setiap sisi dari dua pakaian itu. Matanya lalu tertuju ke atas tempat tidur melihat tumpukan baju hasil laundry dengan plastik pembungkus yang sudah terbuka. "Ini... tadi kecampur tumpukan baju laundry ya?"

"Kalau ngomong lihat mata gue!" ketus Nadya mencoba mengulik reaksi yang ditunjukkan partnernya.

"Sorry, ini tadi ketumpuk sama baju hasil laundry punya gue?"

"Menurut lo?"

Dara semakin dibuat gelagapan melihat sikap sinis pasangannya yang mulai menaruh curiga. Namun dirinya tetap berusaha tidak terpancing dengan cara Nadya menggali informasi. Skill yang diperlukan saat ini hanyalah berakting lugu.

"Aduuh, ini baju penting. Karyawan laundry kerjanya gak becus. Masa baju kampus kayak gini bisa kecampur sama baju-baju punya gue. Itu karyawan lagi mabok sabun kali ya."

Lantas Nadya menyeringai remeh mendengar alasan demikian. "Emang mereka sebodoh apa sih? Sampai gak bisa ngebedain nama di kertas nota sama nama yang ada di baju punya pelanggannya."

"Lah, terus ngapain juga mereka harus periksa satu per satu tulisan yang ada di baju punya pelanggan. Kejadian baju hilang dan baju ketuker di tempat laundry itu udah biasa. Kayak gak tau aja."

Dengan lagak santai Dara melengos pergi dan melempar dua pakaian itu menyatu dengan tumpukan baju miliknya yang masih disimpan di atas tempat tidur. "Nanti gue balikin deh ke tempat laundy." Lalu duduk di tepi ranjang sambil meluruskan kaki untuk meregangkan otot.

Alasan yang diberikan cukup rasional, namun entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang masih mengganjal di benaknya setiap melihat Dara.

"Selama gue nge-laundry, belum pernah tuh baju gue ada yang hilang atau ketuker. Mereka kan punya sistem pemisah dengan cara ngasih hang tag di setiap baju sebelum dicuci."

Mendengar lagi argumennya membuat raut wajah Dara kian lelah. "Yang namanya human error bisa terjadi di manapun. Kak, gue gak suka ya, kalau lu buka-buka bungkus baju laundry punya gue. Baju-baju gue emang bukan barang mahal, tapi setidaknya lu harus izin dulu secara langsung atau nge-chat dulu kek sebelum buka bungkusnya. Punya hp, kan?"

"Kalau gak nemu baju yang aneh ya gak akan gue buka."

"Tapi apa susahnya sih minta izin? Gue mau pinjem sisir rambut aja suka izin dulu apalagi mau ngacak-ngacak baju kayak gini."

"Kata siapa? Lu pernah minjem buku punya gue gak bilang-bilang. Padahal itu barang pribadi gue."

"Tapi cara lu sekarang kayak lagi interogasi penjahat tau gak."

Nadya menyentuh dahi dengan mata memutar tak fokus arah merasakan penat pikiran yang bertambah. "Oke, gue salah. Tapi kalau memang jas almamater itu bukan punya lu, cepet kembaliin sekarang ke tempat laundry. Itu baju penting," sambil menunjuk ke pintu rumah.

Tak mau banyak berkata, yang diperintah langsung mengambil jas almamater beserta kemeja Himpunan Mahasiswa FMIPA UI yang sudah tak terlipat lagi. Sambil berjalan menuju pintu, ia mengambil sebuah kantong plastik hitam untuk membungkus baju itu. Wajahnya murung setelah perseteruan singkat tadi. Tanpa sempat berganti pakaian, Dara berjalan keluar gerbang rumah kos menuju ke samping bangunan rumah yang terdapat pot tanaman berukuran besar yang berjejeran.

Cukup mengeluarkan tenaga ketika menggeser ke depan salah satu pot berukuran besar, lalu meletakan dua pakaian yang terbungkus plastik hitam itu di belakang pot, dan menggeser pot tersebut mendekati tembok untuk menghimpit bungkusan plastik hitam agar tidak mudah ditemukan oleh orang lain. Tak puas hanya menyembunyikan di sana, ia menggeser pot tanaman lain mendekati tembok agar tampak sejajar. Kini deretan tanaman terlihat lebih rapi. Tinggal menepuk-nepuk telapak tangan untuk membersihkan sisa kotoran yang menempel di sana.

sHe ✔Where stories live. Discover now