Part 51 (Kotak kue)

139 12 4
                                    

📞

Kenapa harus Nadya?! Hadapin gue kalau berani!

Bazura, tower 2, lantai 16. Gue tunggu kedatangan lu di sana. Sendirian


Panggilan mendadak diakhiri oleh si penelepon. Mencoba menghubungi lagi nomor itu pun sudah tak aktif. Rupanya Tatiana sengaja ingin mempermainkan emosinya.

Dara kembali duduk meringkuk seraya meremas ponsel. Merasakan gelimang amarah dan penyesalan yang berpadu di hari ulang tahunnya yang kelabu. Emosi di dada kian membara, tak sabar ingin menghampiri sosok jalang yang telah membuat hidupnya terpuruk. Namun tubuhnya masih terlalu lemas untuk bangkit dan meninggalkan tempat di mana jasad Nadya masih bersemayam.

Seorang pria petugas rumah sakit berjalan melewatinya. Membawakan sebuah map berisi laporan medis pada dua pria yang adalah kerabat dari mendiang. Terdengar dari sana dia menjelaskan isi dari selembar surat keterangan yang tersimpan di dalam map.

"Nadya Tintany Brata, 24 tahun, meninggal pukul 23.30. Semoga diberi ketabahan," terang seorang petugas saat menyerahkan map.

Di lantai yang dingin Dara bergeser duduk dan menengok pintu ruangan di samping. Mengintip lagi jasad yang tertutupi kain putih. Merasa tak rela sedetikpun melepaskan momen terakhir bersama Nadya. Meskipun ruh sudah tidak ada lagi dalam raganya.

Sepanjang malam ia terduduk lemas di dekat pintu ruangan IGD. Menunggu mobil yang tak kunjung datang untuk mengantarkan jenazah. Dari sana ia melihat dua anggota keluarga sang mendiang terus mendesak para petugas rumah sakit terkait waktu kedatangan mobil pengantar jenazah yang belum bisa dipastikan.

Sang kakak pertama berinisiatif untuk memesan mobil penjemputan dari rumah duka. Menunggu hingga pukul 3 dini hari, mobil jemputan dari rumah duka datang lengkap dengan peti jenazah yang siap digunakan.

Tak berselang lama setelah itu, Noah dan Nabil bersama empat orang petugas rumah sakit bergotong royong mengangkat peti tempat jasad seorang perempuan muda bersemayam di dalam sana. Memasukkan peti itu lewat pintu belakang mobil yang akan mengantarkan jenazah ke rumah duka. Dara beranjak bangkit mengikuti ke mana mereka pergi.

Terlebih dahulu Nabil menengok ke belakang saat hendak memasuki pintu belakang mobil APV. Bertatap wajah dengan gadis berpiyama merah yang terbalut mantel hitam. Pria itu lalu mempersilakannya untuk menaiki mobil lebih dulu.

Duduk di samping ujung peti jenazah. Sepanjang perjalanan, Dara duduk terkulai melipat kedua tangannya di atas penutup peti seraya menyandarkan kepala di sana.

"Kak, istirahat yang tenang ya. Makasih udah mau nemenin gue. Kira-kira kapan ya kita bisa ketemu lagi?" Ia bergumam dengan tatapan kosong setelah cukup lelah meluapkan kesedihan dengan isak tangis.

Dua orang pria yang duduk berdekatan kompak melihat ke arahnya. Mulut mereka membisu tak mampu mengungkapkan rasa perih yang sama.

"Lu gak bisa jawab tapi gue yakin lu bisa denger. Maafin gue yah udah sering ngerepotin. Kak, bisa gak ya kita balikin waktu lagi? Gue rela gak pernah kenal lu, asal lu masih hidup. Maafin gue, Kak."

Isak tangis Dara kembali pecah bersimpuh di atas kotak persemayaman itu. "Kak, bangun, Kak. Kita tukeran tempat. Biar gue yang di sana." Air matanya mengalir deras sembari menggoyangkan peti jenazah.

Melihat tangisnya yang menjadi-jadi, Nabil beralih duduk di samping gadis berambut ungu itu dan menyimpannya dalam pelukan "Udah, udah. Ini emang takdir punya Nadya. Ssst."

Tangisan itu berangsur reda dalam pelukan sang pengacara. Hingga ia merasa cukup risih dan melepas sentuhan dari pria sampingnya untuk kembali memposisikan duduk seperti biasa. Napasnya terasa lebih lega meski kesedihan masih berkutat di dalam dada.

sHe ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang