6. Portal

108 29 4
                                    

"My soulmate mana nih?" tanya Egi dengan suara yang menggelegar dengan maksud mencari keberadaan teman sekamarnya, Elira. Sudah pukul 7 malam tapi perempuan itu tak kunjung tiba untuk makan malam di Kantin Limerence.

"Kayaknya lagi ngobrol sama Prof. Aldo," balas Kian sambil melirik ke arah jam di ponselnya.

"Bukannya kata lo Prof. Aldo avail cuma sampe jam 7? Ini udah lewat," timpal Elios.

Kian mengendikkan bahunya. "Ya ... gue gak tau. Ntar aja coba tanya Elira kenapa ngaret," balasnya acuh tak acuh.

"Makan duluan aja kali ya?" tanya Zale kepada yang lain. Perutnya sudah terlampau lapar, ditambah dengan pemandangan sate ayam di depan matanya yang semakin membuatnya tidak kuat menahan nafsunya.

"Yaudah lah. Gak sekali dua kali juga ada yang ngaret." Ison mengambil setusuk sate dan menggigit daging ayamnya. Otomatis yang lain mengikutinya, melahap makan malam mereka kali ini.

"Kata kalian ruang rahasia tempat portal ke Pulau Feminex ada di mana?" celetuk Gara membuka topik.

"Fiminex," koreksi Hera tanpa mengalihkan fokusnya dari salad salmon miliknya.

Gara menjentikkan jarinya. "Nah iya itu maksud gue."

"Di kamar F4 kali," tebak Ison lalu tertawa kecil karena tebakannya yang kelewat sembarangan. F4 yang dimaksud adalah kamar Elios, Radi, Roman, dan Gara. 4 lelaki yang ditempatkan di satu kamar yang sama itu diberi julukan F4 oleh anggota Aureolus yang lain.

"Kata gue sih di ruang bawah tanah," tebak Niran.

"Emang ada?" Kali ini Sheva yang bertanya.

"Ada kali, kita gak pernah tau ada apa aja di gedung ini. Lantai yang pernah kita jelajah cuma lantai 10 ke atas, sisanya cuma ruang gelap," timbrung Radi.

Beberapa bulan yang lalu ia sempat berniat untuk menjelajah Gedung Ragair bersama anggota laki-laki yang lain, namun saat ia menekan lantai 2, di luar pintu lift hanyalah ruang yang gelap. Begitu juga dengan lantai 3 dan seterusnya hingga lantai 9.

"Bisa jadi malah ada di lantai-lantai itu," tebak Egi.

11 remaja itu sibuk membahas seputar misi pertama mereka tanpa sadar Elira sudah berdiri di belakang tempat duduk mereka, lebih tepatnya di belakang Egi. Ia mencengkeram pundak Egi dengan tiba-tiba membuat perempuan itu tersentak kaget.

"Kak Lir! Ngagetin aja ah!" pekiknya emosi dengan makanan di dalam mulutnya.

Elira terkekeh lalu duduk di kursi yang tersisa, kursi paling ujung dekat dengan Kian dan berhadapan dengan Roman. "Enak ya kalian makan duluan, gue masih sibuk diskusi sama Prof. Aldo," dengusnya.

"Salah sendiri kepinteran," balas Roman.

Elira meringis, ia menyambar setusuk sate ayam dan melahapnya. Makanan apa pun akan terasa lebih nikmat jika dimakan setelah bekerja. Jerih payahnya beberapa jam yang lalu akhirnya terbayar dengan seporsi sate ayam dan es teh manis.

"Lo ngomongin apaan dah sama Prof. Aldo?" tanya Roman penasaran walaupun ia yakin ia tidak akan mengerti.

"Cuma ngomongin revisi senjata, sama sempet diajakin buat jadi relawan pengurus vaksin di posyandu. Padahal kalo itu tugasnya Tim Social gak sih?" ujar Elira menjabarkan apa yang ia lakukan sedari tadi bersama Profesor Aldo.

Roman membulatkan bibirnya ber-oh ria. "Keren juga ya lo. Kayak di film-film aja kerjanya," pujinya setengah hati.

"Luarnya aja keliatan keren, dalemnya udah kayak mau meledak," balas Elira meremehkan penampakan luarnya yang terlihat keren.

Évasion : To Another DimensionsHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin