27. Moment of Realization

78 24 0
                                    

Zale memandangi wajah teman-temannya yang tengah terbaring di ruang bedah. Terus menunggu sampai mereka terbangun dan menyapanya. Ia tidak sabar untuk bercerita banyak hal kepada mereka.

Pandangannya yang semula memandangi Ison beralih ke arah Aisy dan Reo. Masih banyak yang ingin ia tanyakan tentang hubungan mereka dengan Radi dan Hera. Apakah di dunia asli mereka sepasang kekasih?

Zale berbeda dengan dua orang itu, ia datang ke dunia permainan ini sendirian. Ia tidak mengenal satu orang pun sekarang, termasuk Ison. Mungkin saja beberapa dari mereka memiliki nama yang berbeda seperti Aisy dan Reo.

Untuk yang bertanya tentang keberadaan Pak Logan, pria itu diberikan ruangan pribadi untuk beristirahat. Nathan dan yang lainnya tidak menyarankan pria itu untuk bergabung dengan Astrola dengan alasan khawatir tidak dapat beradaptasi.

"Zale mana?!"

Suara yang menggelegar itu menyentakkan Zale. Ia sontak menoleh ke arah sumber suara yang tak jauh darinya. "Kian!" Ia beranjak dari kasurnya, berlari ke arah Kian yang hendak mendekati Aisy dan Reo.

Lelaki itu membalikkan badannya, melihat perempuan yang ia cari selama ini. Tanpa ragu ia menghampiri perempuan itu, menarik lengannya lalu memeluknya erat. Semua orang bisa mengetahui betapa rindunya ia dengan rekannya yang hilang.

"Gue nyariin lo ke mana-mana, Zal ...," lirih Kian masih dengan tubuhnya yang merengkuh tubuh Zale yang lebih kecil darinya.

"Yan ... lo kenapa begini?" ujar Zale kaku. Ini pertama kalinya ada seorang laki-laki memeluknya sangat erat. Apakah di dalam mimpi orang akan lebih peduli daripada biasanya? Ia bahkan tidak tahu Kian berasal dari mana di dunia asli.

Kian melepas pelukannya, menyadari perilakunya yang sedikit berlebihan. "Sorry, gue lebay." Ia melangkah mundur menjauh dari Zale, menyesali aksi spontannya. Tidak seharusnya ia memeluk perempuan itu, bisa saja Zale tidak nyaman.

Melihat pergerakan Kian yang kaku membuat Zale ikut merasa canggung. "Enggak kok, gapapa." Ia refleks menautkan rambutnya di daun telinga dan merapikan pakaiannya.

"Yaelah. Harus banget ya yang gue liat pertama kali pas buka mata itu orang pelukan?"

Kian dan Zale menoleh ke arah orang yang menyindir mereka. "Roman!" Mereka menghampiri Roman, memeriksa keadaan lelaki itu. "Lo gapapa? Kalian kenapa bisa sampe sini?" ujar Zale lalu menepuk pundak Roman.

"Mbak! Sakit banget woy!" Roman mencengkeram lengannya erat, berusaha menahan rasa sakitnya.

Zale menganga kaget. "Eh! Sorry gue lupa ...," ujarnya penuh sesal. Ia selalu saja lupa kalau tenaganya beribu kali lipat dari manusia biasa.

"Ini kita di mana sih?" tanya Roman bingung. Ruangan serba putih terlihat sangat asing di matanya. Ia menoleh ke sekitar, mendapati anggota Aureolus lain yang masih terbaring di atas ranjang.

"Di UFO," jawab Reo.

Roman memandangi lelaki yang nampak tidak asing itu. "Lo ...." Semakin ia teliti wajahnya, semakin jelas pula ingatannya tentang dirinya yang sebenarnya. Matanya membulat begitu ingatannya kembali sempurna.

"Halo, Kak Minhee," sapa Reo dengan senyum jahilnya. Ia tidak terlalu dekat dengan kakak kelasnya itu, tapi ia ingat pernah tergabung dalam satu tim saat berada di dimensi lain di mana mereka menjadi murid Ragair Academy.

Rasanya Roman tidak bisa merasakan dirinya sendiri, identitasnya bercampur, siapa dirinya sebenarnya? Siapa orang-orang yang ia ajak berbincang sedari tadi? Ia tidak pernah kenal dengan mereka.

"Gue tau lo pasti kaget, Man." Zale menepuk pundak Roman sepelan mungkin. Wajah pucat lelaki itu semakin memperjelas rasa kagetnya. "Gue emang gak kenal sama lo, tapi gue bukan orang jahat. Kita punya tujuan yang sama di sini."

Évasion : To Another DimensionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang