8. Second Trial

96 29 8
                                    

"Demi apa sih? Ayo kita coba ke lantai 9 juga!" ajak Egi seraya menggebrak meja kantin.

"Anjir ayo, gue juga penasaran," sahut Zale tak kalah bersemangat.

Sedangkan yang lainnya hanya menatap dua perempuan itu dengan tatapan heran. Sebenarnya tidak ada yang perlu diherankan dari dua perempuan tanpa rasa takut itu, tapi tetap saja melihat Zale dan Egi yang malah ingin mencoba pergi ke lantai 9 membuat yang lain heran.

Mendengar cerita Elios dan Roman saat tersesat di lantai 9 membuat Egi dan Zale merasa tertantang untuk mencobanya. Berbeda dengan anggota lain yang malah merasa cemas.

"Biarin aja, biarin," timpal Niran tak acuh. "Ntar kalo nyasar juga kapok sendiri," lanjutnya tanpa mempedulikan wajah gahar Zale yang seakan-akan hendak menerkam lelaki itu.

"Jangan ngegampangin, berani sih bagus, tapi harus tau risiko juga. Elios sama Roman gak bisa jadi patokan kalo kalian nanti bisa selamat juga," ceramah Kian membuat Zale dan Egi kompak mengatup mulutnya rapat-rapat.

"Mampus diomelin," ejek Niran puas.

"Niran juga." Kian tiba-tiba menyebut namanya membuat lelaki itu membelalakkan matanya. "Seneng banget ngeroasting orang, awas kena karma," ujarnya sedikit bergurau.

Tawa dari anggota yang lain meramaikan suasana kantin yang semula ramai, Ison yang tertawa paling kencang mencuri perhatian Niran, dalam hatinya ia sudah menyiapkan kalimat paling menyakitkan untuk sang ketua.

"Mas Ison ketawa kenceng banget. Gak malu apa sama Mas Kian? Yang ketua kan Mas Ison, kok yang keliatan lebih mimpin malah mas Kian sih?" ujar Niran tanpa ragu sama sekali.

Wajah Ison seketika kaku, mengabaikan tawa teman-temannya yang malah semakin menggelegar karena ucapan Niran. "Ni bocah satu kenapa masih bisa di sini sih?" tanyanya sinis.

"Tapi beneran dah, gue beneran kepo sama lantai 9, sama lantai lainnya juga," sela Zale mengembalikan topik ke awal.

"Trus kalo kepo kenapa? Mau ke situ beneran?" tanya Radi.

"Ya ... iya," balas Zale mantap. "Udah ngaku aja lo semua juga sebenernya kepo, 'kan?" tanyanya sambil menaikturunkan alisnya.

"Gue sih enggak ya, gila," balas Ison.

"Kepo sih ada ya dikit," timbrung Elira. Tidak mau berbohong, perempuan itu memang sedikit penasaran dengan ruangan misterius yang tengah menjadi perbincangan panas Aureolus, tetapi pekerjaannya lebih penting. Ia tidak mau membuang waktu hanya untuk menjelajah gedung.

"Aku sih ngikut aja, tapi kalo beneran mau ke sana, minimal harus ada cowoknya satu ya," timpal Sheva lalu kembali sibuk dengan bukunya. "Oh iya, cowoknya jangan Niran."

"Lah! Kenapa anjir?" tanya Niran tidak terima.

Sheva terdiam sebentar, ia menutup bukunya lalu mengangkat wajahnya. "Ya ... kamu kan paling muda, Niran. Paling muda, paling nyebelin, paling cerewet, bayangin aja nanti cewek-cewek gimana kalo dijagain kamu. Yang ada cewek-cewek yang jagain kamu," cecar Sheva.

Hera menatap temannya kagum. "Oh my god, Sheva! Bagus." Ia mengacungkan jempolnya bangga. "Tuh, dengerin. Sekali-kali lo yang diroasting, gak enak kan diroasting gitu?" ujarnya sambil menatap Niran angkuh.

"Mana diroastingnya sama Sheva lagi. Tandanya lo udah keterlaluan banget, Nir," tambah Gara sambil terkikik.

Zale mengakhiri pembicaraan dengan beranjak dari tempat duduknya dan berdiri. "Yang mau ikut gue siapa aja angkat tangan," perintahnya kepada anggota yang lain.

Egi mengangkat tangannya tinggi-tinggi, ia tidak sabar melihat siapa saja yang akan ikut kali ini. Matanya menangkap Sheva dan Hera yang mengangkat tangannya, juga dengan Niran dan Ison.

Évasion : To Another DimensionsWhere stories live. Discover now