16. Welcome Back, Aureolus

89 25 0
                                    

"Aduh, akhirnya selesai juga lepas tenda," ujar Roman sambil meregangkan otot tubuhnya.

Pagi telah tiba, waktunya Aureolus bersiap untuk pulang. Setelah menaruh barang bawaan mereka di dalam mobil, mereka akan pergi menuju tempat penyewaan mobil.

"Hera jagain bunganya yang bener ya," perintah Kian setelah memberikan potnya kepada perempuan itu. Menurutnya lebih baik Hera yang menjaganya karena perempuan itu lebih paham.

"Doa dulu yuk semuanya," ajak Ison, satu persatu anggota Aureolus mulai berkumpul. Dengan instruksi dari Si Ketua, mereka berdoa sebelum kembali pulang. "Berdoa selesai," ucapnya lalu mendongakkan kepalanya.

Perjalanan pulang dimulai, tujuan pertama mereka sekarang adalah tempat penyewaan mobil. Tidak banyak hambatan selama perjalanan, udaranya mendukung, begitu juga dengan perasaan mereka hari ini. Tidak ada perasaan negatif di benak mereka.

"Nanti reaksi pak Azri gimana ya ngeliat kita bawa bunga ini?" celetuk Hera sambil memandangi bunga yang beristirahat di atas pahanya.

"Paling cuma tepuk tangan sama muji kita," tebak Zale seadanya. Ia tidak berharap reaksi yang terlalu berlebihan, lagipula misi mereka tidak begitu susah.

"Her, kan katanya kalo kita konsumsi bunga ini kita bakalan punya kekuatan. Yang dikonsumsi apanya?" tanya Gara penasaran.

"Kelopaknya," jawab Hera singkat. Walaupun ia tidak begitu percaya dengan legenda tentang khasiat luar biasa dari bunga aureolus, mungkin tidak ada salahnya untuk mencoba.

"Yaudah kita tes sekarang aja gimana?" usul Zale.

"Gak ah, jangan," tolak Hera mentah-mentah. Ia memeluk pot bunganya erat. "Nanti aja sama yang ahlinya."

"Lo juga kan termasuk ahlinya," debat Zale. Ia sudah menyiapkan tangannya untuk merobek secuil kelopak bunga itu. "Ayo lah, Her. Kan ntar kita juga yang makan," rayunya memelas.

Hera mendengus. "Yaudah lah nih!" Ia menyodorkan pot bunganya. "Tapi emang Mbak Zal mau makan kelopaknya doang?" tanyanya ragu. Ia tidak yakin kalau rasa kelopak itu enak.

"Gue ada roti di dashboard, ambil aja," timbrung Ison. Sengaja ia menaruh beberapa makanan ringan khawatir ada yang kelaparan di tengah jalan.

"Asik! Oke, thanks, Son." Dengan semangat Zale mengambil roti bulat dengan isian cokelat lalu menyobek beberapa senti kelopak bunga aureolus. Tanpa ragu ia melahapnya.

"Gimana, Mbak? Ngerasa ada yang beda gak?" tanya Radi yang mulai tertarik dengan topik pembicaraan mereka.

Zale menelan kunyahannya. "Sabar elah, baru juga nelen gue." Beberapa detik setelah mulutnya kembali kosong, ia belum merasakan ada hal yang berubah pada dirinya. "Oi, kalo ini gak berhasil kira-kira kita dibayar ganti rugi gak sih?"

Mendengar celetukan Zale membuat semuanya spontan tertawa, sampai Sheva yang tengah tertidur pulas akhirnya terbangun dan menoleh kanan kiri. Sebenarnya beberapa dari mereka belum begitu percaya dengan khasiat ajaib dari bunga itu, namun apa salahnya mencoba?

"Kalo gue berubah jadi cicak, kalian masih mau temenan sama gue, 'kan?" tanya Zale sendu.

"Ngaco lu, Zal." Ison mendorong pelan pundak perempuan itu.

"Mbak ih, jangan ngomong yang aneh-aneh!" tegur Sheva. Belum ada lima menit ia bangun dari tidurnya, Zale sudah berkata yang tidak-tidak.

Tiba di pemukiman warga, kini mereka tengah berjalan menuju tempat penyewaan kendaraan untuk mengembalikan dua mobil yang mereka sewa. Di luar perkiraan, mereka hanya menyewa mobil itu selama satu malam.

Évasion : To Another DimensionsWhere stories live. Discover now