Kehidupan Zoey benar-benar hancur, hidup sendirian dikerasnya Ibukota dan malah dicampakkan oleh kekasihnya sendiri membuatnya semakin hancur, ia kehilangan segalanya termasuk mahkota yang ia jaga selama ini.
Bodoh. Hanya kata itu yang terlintas dib...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Update setiap senin dan sabtu, ya.
***
Zoey melangkahkan kedua kakinya dengan cepat nan tegas, pundaknya begitu tegak, pandangannya menatap lurus kearah depan hingga membuat orang-orang merasa sedikit takut atas tatapannya. Tangan kanannya menggenggam sebuah map berisikan naskah yang harus ia jalankan saat siaran radio berlangsung, kehidupan Zoey adalah berada pada disebuah mic.
Begitu Zoey memulai siaran, ia harus terdengar ceria, bahagia dan menebar sebuah jokes yang disukai beberapa pendengarnya. Dibalik itu semua, berbanding terbalik dengan kepribadiannya. Zoey terkesan diam, dingin dan menyimpan banyak beban di pundaknya. Bagi Zoey, segala yang ia miliki sama sekali tidak istimewa, tak ada hal apapun yang berharga selain kehidupannya sendiri. Zoey lelah, hingga rasanya ia ingin menyusul kedua orangtuanya yang sudah pergi lebih dulu darinya.
"Zoey Delaney," Sang pemilik nama langsung berbalik begitu mendengar suara berat dari sang Manager Penyiaran, meskipun Zoey sudah mengenal sosok yang ada dihadapannya ini, tapi tetap saja dia suka membaca name tag pria itu yang bertuliskan Kei.
"Iya kak, ada apa?" balas Zoey.
"Selesai siaran nanti, kamu ada waktu?" tanya Kei.
Kening Zoey mengernyit, heran atas ucapan Kei barusan. Apa itu artinya pria ini mengajaknya makan malam bersama? Berduaan? Ayolah, Zoey bahkan tahu kalau Kei adalah pria idaman di stasiun siaran ini, bagaimana mungkin Kei mengajaknya seperti sekarang. Ya, meskipun Zoey tidak menaruh perasaan lebih seperti perempuan lain, tapi tetap saja rasanya mendebarkan diajak makan malam oleh seorang pria.
"Ada, kita selesai siaran jam delapan," jawab Zoey.
"Benar juga. Ya sudah, sampai ketemu di restoran depan. Yang lain pasti senang kalau kamu ikut," ucap Kei.
Lagi dan lagi Zoey dilanda kebingungan, bahkan ekspresi wajahnya sudah terlihat jelas kalau dia butuh penjelasan akan maksud dari Kei. Sedangkan Kei yang peka akan hal tersebut malah tertawa, ia kemudian menepuk pundak Zoey untuk menyadarkannya dari keadaan bingungnya.
"Makan malam nanti, bukan cuma kita berdua, tapi yang lain juga ikut. Gimana? Kamu mau, 'kan?" jelas Kei.
Zoey langsung paham akan maksud dari Kei, dengan cepat Zoey menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas tawaran tersebut. Setelahnya, Kei beranjak pergi dari hadapan Zoey yang setengah mati menahan malu. Dalam hati Zoey bergerutu, kenapa pula dia harus salah tingkah begitu Kei mengajaknya makan malam?
"Sepertinya aku udah gila." gumam Zoey.
Saat Zoey membuka pintu studio siaran, hal pertama yang ia dapatkan adalah tiga karyawan sedang bergibah. Jika Zoey tak salah dengar, mereka bertiga tadinya membicarakan tentang Zoey yang bahkan sudah sangat basi untuk dibahas. Ingin mengamuk, namun apa daya Zoey, dia hanya bisa diam, diam dan diam hingga kesabarannya benar-benar habis.