[Teaser] Dia Kembali

43.8K 1.7K 43
                                    

[Unedited Italic typing different from book version]

Shimizu Akira memilih menghabiskan waktunya dengan mengecek berkas laporan yang menumpuk di meja kerjanya seharian ini, hingga tak terasa jam menunjukkan pukul sembilan malam. Terutama berkas untuk pembangunan resort baru di Hokkaido nantinya. Semua harus sempurna jika ia yang menangani dan tak boleh ada kesalahan sekecil apa pun. Ia akan bermain dengan sportif dan terencana jika berhadapan dengan musuh bisnis yang ingin menjatuhkannya.

Di usianya yang terbilang muda , ia meraih banyak kepercayaan para investor asing. Sehingga perusahaan mampu berkembang pesat dan menguasai bisnis perhotelan, resort, pengelolaan pariwisata pulau pribadi. Serta banyak perusahaan Jepang bernaung di bawahnya foundation-nya.

Pria itu berdiri menjulang, menatap ke luar jendela kaca lebar. Lengan kemeja putihnya sudah tergulung hingga siku. Gemerlap lampu jalanan, bangunan serta Tokyo Tower yang menjulang kukuh menghiasi pemandangan kota Tokyo dari ruangannya di lantai ke-40 itu.

Ia menyilangkan kedua tangannya, menangkap pantulan samar dirinya di kaca. Dilepasnya kacamata yang selama ini membingkai wajah tegasnya lalu mengurut pangkal hidung lancipnya. Hidupnya berubah hampir dua bulan ini dan itu membuatnya frustrasi.

Seki Hara. Betapa gadis itu mengacaukan dunianya yang sudah begitu sempurna. Akai? Gadis itu bahkan memanggilnya Akai saat pertama kali melihatnya. Mata Akira memicing, ekspresinya mengeras.

"Bagaimana gadis bodoh itu bisa menganggapku Akai?" gumam Akira kesal. Ia buru-buru menggeleng.

"Tidak, Akira. Akai tak ada apa-apanya dibanding dirimu," ujar Akira dingin. "Sekarang gadis itu sudah menjadi milikmu. Kau sudah memilikinya, Akira."

Ia memalingkan wajahnya pada laci meja kerjanya. Ia merenung sesaat sebelum berjalan mendekat lalu membukanya perlahan. Diambilnya sebuah kamera model lama dari dalamnya lalu menatap salah satu foto cetak terselip di bawahnya. Foto dirinya dengan orang itu.

Dering ponsel mengalihkan perhatiannya. Akira meraih ponselnya lalu menggerutu pelan melihat nama yang terpampang di layar pipih lebar itu. Ia mengangkatnya malas.

"Oh, Tuan Muda, maaf saya mengganggu kesenangan Anda dengan pekerjaan Anda!"

"Cepat katakan ada apa?" tukas Akira memotong basa-basi riang Sebastien, kepala pelayannya. Tak ada yang bisa menghentikan kebiasaan pelayan tak tahu diri itu untuk merusak kedamaiannya.

Pelayan yang memiliki andil cukup besar dalam skenario pernikahannya dengan Hara. Terima kasih Sebastien, cibirnya dalam hati.

"Tuan, Nyonya Muda-" Perkataan Sebastien yang menggantung membuat Akira langsung mematikan sambungan dan meraih mantelnya. Ia berjalan cepat menuju lift bergegas keluar dari gedung perkantorannya, secepatnya menuju Rumah Besar.

***

Sebastien tidak berhenti mengulum senyum, mengikuti Akira yang tergesa menuju paviliun mendiang orang tua Tuan Muda-nya itu. Sejak diliriknya sang Tuan Muda memasuki halaman rumah dan meninggalkan mobilnya begitu saja.

"Tadi, Nyonya Muda melewatkan makan malam dan belum keluar dari paviliun sejak sore," lapor Sebastien tanpa diminta membuat Akira mendelik ke arahnya.

Akira tidak membalasnya, justru mempercepat langkahnya. Ia memutar kenop pintu besar utama hingga menjeblak terbuka. Pandangannya menelusuri setiap sudut ruangan.

Matanya memicing begitu melihat sosok yang dicarinya tengah berbaring di sofa dekat perapian yang masih menyala. Istrinya tidur dengan kedua tangan memegang sebuah cangkir kosong di atas perutnya. Akira mengembuskan napas lega tanpa sadar.

Ia melirik Sebastien yang memasang wajah terkejut. "Lain kali, jangan melapor hal-hal yang belum kaupastikan lebih dulu. Pergilah."

"Baik, Tuan Muda." Sebastien yang menerima perintah Tuan Muda-nya itu membungkuk hormat lalu pergi. Ia justru mengintip di balik pintu, mengulum senyum saat Tuan Muda-nya memindahkan cangkir milik sang istri ke meja. Bahkan Sebastien takjub melihat sang Tuan Muda menggendong istrinya dengan sangat pelan, sampai-sampai tidak terbangun.

"Seandainya Tuan Yoko dan Nyonya Misha masih ada, lihatlah Tuan Muda kecil kita sudah tumbuh dengan baik dan semakin dewasa," gumam Sebastien menatap salju yang turun dari langit, sebelum kembali ke Rumah Besar.

***

Akira menurunkan Hara ke atas ranjang kamar utama milik mendiang orang tuanya dulu, yang sekarang menjadi milik mereka. Ia menyelimuti tubuh istrinya yang masih terpejam damai dengan napas teratur.

Tanpa sadar, cukup lama Akira memandangi wajah tidur Hara. Ia menelan ludah melihat sisa cokelat di bibir atas Hara yang merah merekah. Mencondongkan badannya, ia mengecup bibir berlumur cokelat itu lalu melumatnya dengan sangat lembut. Matanya mengawasi pergerakan istrinya. Ia tersenyum melihat lumatan lembutnya membuat bibir Hara terbebas dari cokelat.

Ia cepat-cepat menarik diri saat Hara melenguh kecil.

"Selamat tidur," bisik Akira. Ia berjalan keluar dan menutup pintu geser kamar itu dengan perlahan, bergegas menuju ruangan lain dalam paviliun itu. Mengistirahatkan tubuh dan pikirannya beberapa hari ini dengan berendam air hangat lalu mencoba tidur.

***

Dari pintu kedatangan Internasional Narita Airport, seorang pria Jepang mendorong troli koper besarnya. Kacamata hitam bertengger di wajah tampannya. Senyumnya mengembang saat menghampiri sosok yang menunggunya.

"Oh, Mom, sehari tak bertemu, aku sangat merindukanmu."

Pelukan hangat pria itu membuat wanita paruh baya yang dipanggil Mom tadi terkekeh. Ia melepas pelukan anak semata wayangnya itu dan berjalan di sisinya.

"Anak nakal, bukannya kaubilang sendiri tak bisa meninggalkan meeting-mu dan membiarkan Mom pulang sendiri lebih dulu," gerutunya. Tangan kukuh pria itu langsung merangkul pinggang Mom-nya dengan sayang dan melancarkan puppy eyes-nya. Sang ibu langsung tersenyum saat pria kecilnya yang sudah tumbuh dewasa itu mengecup pipinya.

"Nah begitu ... Mom selalu terlihat cantik saat tersenyum," rayu pria itu membuat si Ibu memukul pelan lengan putranya yang lebih tinggi.

"Daripada merayu wanita tua sepertiku, rayu gadis cantik yang bisa cepat memberikan cucu untuk Mom-mu ini," cetusnya tanpa basa-basi.

"No. No. No. Tidak ada gadis yang lebih cantik dari Mom."

"Ayo kita pulang ke Rumah Besar, Kai. Sudah saatnya kita pulang," kata wanita itu pelan membuat pria itu terdiam. "Ayo kita pulang, Kai-kun," ulang Mom-nya dengan mantap.

Pria tadi-Kai menatap Mom-nya sendu lalu mendongak menatap salju yang turun dengan menerawang. Terlepas dari keinginan ibunya, saat ini ia lebih ingin mendengarkan hatinya. Tujuannya pulang ke tanah kelahirannya, Tokyo.

Aku kembali, Gadis kecil, batinnya tersenyum.

[Pemesanan : books.azizale

Beyond His Cold HeartWhere stories live. Discover now