Es krim keberuntungan

9K 562 11
                                    


Seusai pulang sekolah Rena sengaja mengunjungi Taman komplek yang tidak jauh dari rumahnya itu. Rena sebenarnya tidak menyukai es krim. Berhubung ada tukang es krim Rena ingin mencobanya. Lagipula es krim tidak terlalu membuatnya menjadi gemuk.

Rena mengantri bersama dengan anak kecil yang ada di depannya. Cukup panjang antrian ini.

Rasa cokelat, stroberi, serta vanilla membuat Rena memikirkan apa yang akan ia pesan. Ia tidak menyukai stoberi. Jadi ia putuskan untuk memesan vanilla.

"Pak, es krim nya satu rasa vanilla."kata Rena dengan menunjuk menu yang ingin ia pesan.

Pedagang itu kemudian menyiapkan es krim nya untuk diserahkan kepada Rena. Es krim vanilla kini sudah ada ditangannya.

Dengan harga lima ribu rupiah, ia sudah bisa mendapatkan es krim.
Tawa anak-anak yang bermain di Taman Komplek ini membuat Rena tertawa. Ia merindukan masa kecilnya. Bahkan hidup sebagai anak tunggal utu tidak menyenangkan. Tidak ada yang bisa di ajak main. Tidak ada yang bisa merepotkan dirinya.

Senyuman Rena merekah saat melihat Riyan juga berada di tempat ini. Benar kata orang, kalau jodoh memang tidak jauh kemana. Tuhan sudah menakdirkannya. Mungkin.
Rena berlari menghampiri Riyan yang sedang mendengarkan musik itu dibawah rindangnya pohon Taman Komplek.

Bruk!

Es krim yang dibawa nya tidak sengaja terjatuh mengotori seragam celana abu-abu miliknya. Sumpah serapah ia ucapkan dikala seperti ini. Ceroboh sepertinya sudah menjadi kebiasaan dari Rena.

"Dengan lari-larian engga jelas kayak gitu terus numpahin es krim ke celana gue. Mau lo itu apa sih?"tanya Riyan dengan kesal.

"Aduh maaf Riyan gue engga sengaja. Beneran!" Kata Rena yang menunjukkan jari tangannya berbentuk huruf 'V'

Riyan membersihkan celana nya itu. Rena merasa bersalah serta malu.
"Lo gue maafin. Sekarang lo pergi."kata Riyan dengan begitu dingin.

Riyan mengusirnya. Sudah biasa ia mendapatkan sikap cuek dari cowok sedingin Riyan. Rena segera mengambil tas ranselnya. Pergi merupakan jalan terbaik.
Benar saja dirinya selalu bersikap dingin. Tidak ia tahu sebabnya kenapa. Rena kemudian ingat sesuatu. Bukankah besok Riyan akan bertanding? Lalu mengapa ia tidak latihan juga?

Sudahlah. Untuk apa ia mengurusi hidup orang lain? Lagi pula hidup orang itu tidak ingin diurusi.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

"Rena! Gue minta maaf karena gue udah kasar sama lo. Maafin gue, tadi gue hilang kontrol."kata Riyan yang berteriak agar Rena mendengarnya.

Rena berbalik dengan wajah kesal. "Tadi gue diusir kenapa jadi baik? Lo itu emang cowok dingin yang engga peka!"

Riyan terdiam. Dia tidak peka.

"Asal lo tau, gue bisa banyak bicara sama cewek ya cuman lo doang. Karna lo udah mencairkan Batu es itu."sahut Riyan dengan begitu saja.
Sekarang biarkanlah Rena bahagia walau sesaat. Tidak selamanya hal yang dingin itu menyebalkan. Tidak selamanya sebuah Batu karang itu keras.

Rena mencubit tangannya. Ia tidak sedang bermimpi indah. Rena yang berniat pulang kembali menemani Riyan yang masih terduduk dibawah pohon rindang itu.

Rena duduk di sebelah Riyan dengan ragu. Matanya menatap Riyan dengan lekat-lekat. Wajahnya yang putih, memiliki alis tebal, hidung yang mancung, mata elang yang menghitam, dengan jambul yang selalu ia buat sedemikian rupa.

"Riyan, percaya engga kalo langit akan bersatu dengan laut?"ujar Rena yang menatap awan diatas sana.

Riyan tertawa kecil. "Percaya engga percaya kalo udah takdirnya ya mau gimana?"

ANGLOCITA  [selesai]Where stories live. Discover now