Bab 4 Big's Friends

21 3 6
                                    

Langkah Brun sangat cepat, entah ilmu apa yang digunakannya kali ini, sebab saat dia berjalan seperti sedang terbang, tanah dan udara tak tergesek sedikit pun. Kini Blå pun kewalahan mengejarnya.

"Sepertinya kecepatan Brun sudah bisa mengimbangi Stjerner pesawat supersonic kerajaan," pikir Blå dungu. "Ah, aku ada ide ...."

Blå menyandarkan diri di salah satu pilar, sambil memejamkan mata, mulutnya komat-kamit membaca mantra. Tiba-tiba ....

Wuzzh!

"Ek, wait!" teriak Brun gusar karena harus mengejar Ekron yang lepas kendali akibat mantra Blå.

"Prince, please!" Brun menatap tajam kepada Blå sambil menahan geram, sedangkan Blå tersenyum tanpa dosa.

"Ek, come!" Ekron si tupai seketika berhenti mendekati Blå. Lalu Bla mengelus ujung kepalanya, "kembalilah kepada tuanmu," lanjutnya.

"Lagian, buru-buru amat kabur, Brun. Bukankah kau sangat rindu kepada Lilla?" selorohnya sambil tersenyum menggoda.

Brun buru-buru memalingkan wajahnya, takut terbaca oleh sahabat kecilnya itu. Kenyataannya memang benar, dia sangat rindu pada Lilla. Ekron telah kembali duduk nyaman dalam pelukannya, sambil mengelus kepala Ekron Brun memandang pria gagah dengan baju militernya yang sebentar lagi akan dipanggil dengan sebutan Yang Mulia ini.

"Ada perlu apa, Pangeran?"

"Ah, Brun. Ayolah! Jangan begitu." Blå merangkul Brun dengan hangat.

Brun refleks menghindar karena merasa kurang nyaman, tetapi bukan Blå sang Putra Mahkota Alfheim kalau tidak bisa memaksakan kehendaknya.

"Nanti malam, kamu harus datang bersama Uncle Sølv, agar Lilla bisa tersenyum, ok," ucap Blå bersungguh-sungguh.

"Aku ...."

"Sst, ini titah dari calon Raja Alfheim, Bro!" Blå mengucapkan kalimat andalannya yang tak terbantahkan lagi. "Datanglah ke kamarku sebelum waktu makan malam tiba," lanjutnya.

"See you soon, Brun." Blå meninggalkan Brun dalam keadaan jengkel, karena tak diberi kesempatan bicara sepatah kata pun.

Lalu dengan tiga kali hentak tanah Brun telah tiba di South Palace, kediamannya selama ini setelah menjadi anak angkat Pangeran Sølv yang membawanya dari tanah kelahirannya Ayers.

***

Sementara Lilla teringat kepada Hvit adik Svart. Buru-buru dia menyambar kimono handuk yang sudah disediakan oleh Aunt Månen. Kulit Lilla sangat sensitif makanya tak sembarang tangan diizinkan menyentuh peralatannya.

Kemudian Lilla bergegas menuju ke kamar, dia menyalakan monitor besar yang menghadap tempat tidurnya. Setelah menekan beberapa kombinasi kata kunci, akhirnya muncul wajah Hvit. Wajah pucat sahabatnya itu terlihat sangat kacau dengan kedua mata yang sembab. Tak beda jauh dengan lingkaran yang ada di wajahnya.

"Hi Hvit, are you ok?"

"Lilla ... No I'm not," sahut Hvit dari seberang dan hanya tampak pada layar.

"Maafkan kami, Lilla. Kami tidak memperlakukanmu dengan baik. Maafkan keterbatasan kami selama kamu tinggal di Istana Vanaheim." Hvit terlihat berusaha tenang di layar.

"Tidak, tidak! Aku bahagia selama ada di sana." Air mata Lilla meleleh lagi.

"You still have me, right? You can count on me forever, Lilla."

Lilla mengangguk sambil mengusap air matanya. Duka Hvit kehilangan Svart kakak kesayangannya memang sangat berat, tak bisa dipungkiri, tetapi melihat Lilla yang sangat raput, Hvit merasa beribu kali harus meminta maaf atas nama, Svart.

Begin AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang