BAB VIII : Pria Tanpa Nama

156 33 2
                                    

"Dasar tidak berguna! Menangkap satu wanita saja tidak bisa. Buat apa kalian selama ini berlatih tarung setiap hari kalo menangkap satu gadis saja tidak bisa?"

"Dasar bodoh!"

Buuugggh ...

Bersamaan di hari itu, di dalam kerajaan sedang terjadi kehebohan di mana Putra Mahkota Eldrick tengah mengamuk akibat laporan yang diberikan oleh salah seorang prajuritnya yang mengatakan bahwa Preticia berhasil kabur dan tidak ada yang tahu ke mana dirinya pergi.

Akibatnya, beberapa prajurit kerajaan menjadi sasaran empuk kemarahannya, mereka menjadi samsak tinju bagi sang Putra Mahkota.

Para istri-istrinya tak mampu berbuat apapun untuk menenangkan suaminya. Mereka merasa takut duluan karena baru pertama kali melihat kemarahan suaminya yang begitu menyeramkan. Selama ini mereka hanya melihat sisi lembut dari Putra Mahkota dan tidak pernah melihat kemarahannya.

Lima orang prajurit terkapar di atas lantai yang dingin dengan keadaan yang babak belur. Keadaannya sungguh mengenaskan. Prajurit yang lain hanya mampu memandanginya saja dengan perasaan takut.

"Cepat cari Preticia! Kalau sampai besok dia masih belum berada dihadapanku, nyawa kalian semualah yang akan jadi gantinya!" ujar Eldrick dengan penuh penekanan. Wajahnya sudah memerah akibat kemarahan yang tak tertahankan.

Dirinya begitu frustasi saat mendengar kabar bahwa Preticia berhasil kabur dan kini keberadaannya pun tidak diketahui.

Eldrick duduk sambil memegangi gelas di tangan kanannya. Dirinya menatap gelas tersebut dengan tajam, seringaiannya pun muncul hingga menambah kesan menyeramkan di wajah tampannya.

Praaanggg ...

Tak lama gelas itu pecah di dalam genggamannya.

"Yang mulia!"

Para istri-istri Eldrick merasa panik ketika melihat tangan Eldrick yang berdarah. Mereka cepat-cepat mengambil obat untuk mengobati luka di tangan Eldrick.

Eldrick tak peduli dengan tangannya pun dengan para istrinya yang kini tengah sibuk mengobati lukanya.

Tanpa sadar Eldrick menggumam, "Harusnya aku tak pernah meremehkanmu, gadis liar. Kita lihat, seberapa lama kau akan pergi jauh dariku!"

Sementara di tempat lain—tempat di mana Preticia berada—ia tengah dituntun oleh pria tak dikenal yang telah menyelamatkannya dari lubang galian yang menjebaknya.

Tangan Preticia gemetar selama ia memegangi bahu pria tersebut. Selain karena dirinya baru pertama kali memegang bahu seorang pria asing, ia juga merasa takut kalau-kalau pria tersebut membawanya ke hadapan sang Raja.

Segala pemikiran buruk pun bermunculan di pikiran Preticia. Ia ingin lari, namun kondisinya saat ini tidak memungkinkan baginya untuk bisa lari menjauh dari pria ini. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah mencoba mempercayai pria yang telah menyelamatkannya.

"Apa kau takut padaku?"

"Tidak."

"Tanganmu gemetar."

"Oh ... hehe terasa ya?" Preticia terkekeh menyebabkan suasana menjadi semakin canggung di antara mereka.

Mereka terus saja berjalan tanpa henti, tanpa Preticia tahu ke mana arah tujuan kepergian mereka.

"Sebenarnya kita mau ke mana?"

"Nanti juga kau akan tahu sendiri," dan setelahnya tak ada lagi percakapan di antara mereka.

I Want To Be With You [The End]Where stories live. Discover now