BAB XXIX : Maaf Lynch

110 30 6
                                    

Lynch merasa terganggu tidurnya karena kesulitan untuk bernapas. Alisnya pun mengernyit karena perlahan-lahan kesadarannya mulai mengambil alih. Perlahan-lahan ia mulai membuka matanya, untuk mengetahui penyebab dirinya tidak bisa bernapas.

"Pagi Lynch!" seseorang menyapanya tepat setelah ia membuka mata. Lynch terus menatap orang itu yang tengah tersenyum padanya, memfokuskan matanya yang memburam. Saat wajah orang itu telah terlihat, Lynch tersenyum senang. Sebab orang yang saat ini sedang ada di hadapannya adalah Preticia, ia tersenyum dengan lebar sampai matanya menyipit.

"Kau susah sekali dibanguninnya," ujar Preticia, bibirnya sedikit manyun sambil memperhatikan wajah Lynch setelah bangun tidur.

"Aku memasak untukmu loh," ujarnya lagi sambil menarik tangan Lynch agar ia bangun dari tidurnya. "Cepat sana cuci muka, aku sama Ayah menunggumu di dapur!"

Preticia mendorong punggung Lynch sampai ke kamar mandi, ia tak banyak berkata-kata, hanya mengikuti perintah Preticia saja.

Saat sampai di kamar mandi, Preticia menutup pintunya lalu berjalan menjauh dari kamar mandi. Lynch menatap sekitar sambil mengucek mata sebelah kanan. Dirinya mendengus kasar saat melihat persediaan airnya yang tinggal sedikit lagi. Mengingat keadaan Ayahnya, ia pun membangun kamar mandi sendiri guna memudahkan Ayahnya untuk pergi ke kamar mandi tanpa harus berjalan jauh. Namun jika airnya sudah habis, maka Ayahnya akan kerepotan. Lynch berpikir akan mengantre air lagi setelah ini.

Setelah selesai dengan kegiatannya di kamar mandi, Lynch keluar dan mendapati Preticia yang berdiri di depan kamar mandi sambil membawa handuk di tangan kanannya.

"Untukmu!" serunya senang.

Lynch tersenyum tipis dan hendak mengambil handuknya, namun dengan jahilnya Preticia menjauhkan handuk itu darinya.

"Biar aku yang melakukannya," ucap Preticia sambil terkekeh.

Preticia mendekat, sedikit mendongak untuk menempelkan handuk pada wajah Lynch. Tingginya yang hanya sebatas leher Lynch itu tidak membuatnya kesulitan sama sekali untuk mencapai wajah Lynch.

"Kau terlihat bahagia sekali?" bisik Lynch sambil mengamati wajah Preticia yang masih terus tersenyum.

"Memangnya kenapa?" jawab Preticia.

"Aku jadi takut!" Preticia berhenti, tatapan mereka bertemu dan ia tertawa begitu saja mendengar ucapan Lynch.

"Aku sudah baik-baik saja sekarang, Lynch. Percayalah! Tadi malam aku mengikuti apa yang kau suruh dan aku bermimpi indah. Bangun-bangun perasaanku sudah membaik."

"Memang kau mimpi apa semalam?"

Wajah Preticia memerah malu, ia menunduk tapi tetap mengungkapkannya.

"Aku mimpi tentang kita. Aku, kau dan kedua anak kita bertamasya ke taman kota. Aku melihat anak laki-laki kita sedang berlari dan kau mengajari anak perempuan kita untuk berjalan. Sedangkan aku menyiapkan makanan untuk kalian."

Senyum tipis Lynch terbit dari bibirnya, "Jadi itu alasannya mengapa sekarang kau bersikap seperti istriku?" wajah Preticia semakin memerah.

Preticia berbalik hendak pergi. Namun lengannya ditarik hingga ia mundur ke belakang. Lynch memeluknya dari belakang sambil menempelkan dagunya di bahu kanannya.

"Bagaimana kau yakin anak kecil dalam mimpimu itu adalah anak kita, hm?"

"Mereka mirip denganmu, Lynch."

"Jadi kau mau menikah denganku?"

"Hm ... tergantung?"

"Tergantung bagaimana?"

I Want To Be With You [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang