16 • Be mine?

8.3K 646 55
                                    

"Satu cup es krim, rasa hazelnut untuk pacarku tersayang," begitu kata Malven saat memberikan es krim pesanan Aleta, cowok itu menundukkan badan sembari memberikan bonus berupa senyuman manisnya serta kerlingan mata genit.

Aleta terkekeh saat menerimanya. "Terima kasih."

Malven kemudian duduk pada kursi di seberang Aleta. "Kembali kasih, cantik."

Sepertinya dalam waktu dekat Aleta akan segera terpikat kalau seperti ini caranya. Bohong sekali kalau tidak baper. Bayangkan saja diperlakukan sedemikian rupa oleh most wanted sekolah. Murid laki-laki yang diidam-idamkan satu sekolah, di tempat umum pula, cewek mana coba yang hatinya tidak terombang-ambing? Mau sekuat apapun Aleta berusaha untuk menjauh, kalau diperlakukan manis seperti ini terus, yakin hanya butuh waktu seminggu untuk Aleta jatuh kepada Malven.

"Enak banget kayaknya kalau makan, sampai nggak inget kalau di depannya ada pacar," goda Malven membuat Aleta refleks mengangkat kepalanya.

"Apa, Mal?"

"Nggak pa-pa, tuh lain kali kalau makan es krim pakai mulut, jangan pakai hidung entar malah jadi asin lagi rasanya."

Aleta terbengong. "Gimana-gimana?"

"Ck, ini loh, Ta." Malven sedikit mengangkat badannya untuk maju mendekat kepada Aleta yang semakin terpaku. Lalu dengan gerakan pelan, Malven mengusap sedikit es krim di atas bibir Aleta.

Keduanya diam terbius akan pandangan masing-masing. Yang satu memuji cantik sedang satu lagi memuji tampan dalam hati. Sampai akhirnya Aleta yang tak tahan memilih untuk memutuskan kontak mata terlebih dahulu. Secara spontan juga dia mengusap hidungnya sendiri.

"Duh cemong ya?" kata Aleta lalu ngaca pada ponsel.

Malven telah kembali duduk di tempatnya. "Cemong gitu tetap cantik, kok Ta," ujar Malven jujur.

"Paan sih!"

"Gue serius," tekannya agar Aleta percaya. "Lo adalah cewek paling cantik yang berhasil buat gue jatuh cinta untuk pertama kalinya."

Malven kamudian mengambil kedua tangan Aleta tanpa izin, dia menggenggam kedua tangan itu erat sambil menatap bola mata pemiliknya dalam-dalam.

"Eh, Mal?"

"Aleta, gue mau minta maaf sama lo," ujar Malven bersungguh-sungguh.

"Masalah di koridor hari itu, gue benar-benar emosi, Ta. Gue rasa saat lo ada di posisi gue pun, lo juga akan melakukan hal yang sama. Orang mana sih Ta, yang terima dituduh tanpa alasan? Tanpa bukti."

Aleta diam tidak bisa menjawab. Hanya dia tatap raut wajah serius Malven sambil mencari sumber kebohongan, yang sayangnya tidak Aleta temukan di sana.

"Sumpah Ta, gue sama sekali nggak ngeroyok Regan. Kita berantem satu lawan satu tanpa campur tangan siapa pun, apalagi sampai bawa-bawa preman. Gue nggak sebanci itu kali, Ta."

"Lalu kenapa kalian sampai berantem?"

"Karena lo."

"Gue?"

Malven mengangguk. "Ya, karena gue nggak mau lo dekat sama cowok lain. Gue cemburu, gue nggak suka. Cewek gue, hanya boleh interaksi sama gue, nggak sama orang lain. Kalau lo nggak percaya, coba tanya Jeremy, dia juga habis gue hajar gara-gara dekat sama lo akhir-akhir ini."

Refleks gadis itu memalingkan muka.

"Sesayang itu Ta, gue sama lo kalau lo mau tau. Seenggak kepingin itu gue kehilangan lo. Cukup keluarga gue yang ninggalin gue, lo jangan."

MALVEN ALVITO [Sedang PO]Where stories live. Discover now