"Gue ngerasa udah kayak jemuran tahu gak sih Ra? Di gantung Mulu!"
Ya beginilah akhirnya. Pagi-pagi di hari weekend, Merra harus menemani Qia di cafe, lengkap dengan curhatan panjang lebarnya tentang Hadi, omelan nya, dan sekarang malah ngelunjak! Pake pukul segala lagi.
"Ya itu karena elo juga sih. Gak tetap pendirian. Harusnya kalau elo suka tuh ya konsisten, Pepet terus sampe jadi"
"Siapa juga yang gak bosan? Gila ya, sejak zaman SMA, sampe gue lulus kuliah dan sekarang jadi pengusaha sukses? Kurang sabar apa coba? Wajar dong kalau gue akhirnya bosan" dih, udah curhat panjang lebar, pake acara sombong pula.
"Terus hubungan elo dengan pak duda gimana?"
Qia menatap Merra cepat, akhirnya ada juga yang menyadari kalau sepertinya antara dia dan Bima adalah sebuah hubungan.
"Tamat. Sad ending kayaknya" Qia jadi uring-uringan kalau membahas Bima. Dua hari yang lalu, sejak ia melihat Bima malah dinner dengan perempuan bernama Risa itu, memangnya apalagi yang bisa ia lakukan selain mundur?
"Berarti fokus ke Hadi dong ya?"
"Jangan ngeledek!" Kata Qia lagi, Merra malah nyengir kuda.
Di saat yang bersamaan, suara pintu berderit sebagai pertanda ada pembeli yang datang, Qia dan Merra mendongak.
Dan demi langit yang kalau malam dipenuhi bintang, wajah tampan Bima muncul di sana. Kali ini cuma memakai kaos putih dan celana jeans pendek biasa , tapi ketampanannya ngeluber kemana-mana.
"Mamiiiiii" suara riuh Lula memecahkan tatapan luluh seorang Qia.
"Hallo sayang" Alula sudah melompat minta di gendong, Qia membungkuk lalu menggendongnya, menciumi wajah tambun bocah kecilnya itu.
"Mami kemana aja? Oma, Opa kangen sama Mami!"
"Oma Opa doang ya La?" Tanya Qia menyelidik. Ya barangkali Bima juga kangen, kan lumayan.
"Lula juga kok, tapi yang paling kangen itu Papi, Mi. Sampe bulu-bulu mau ke sini" selesai mengucapkan itu, Lula cekikikan, sedangkan Bima malah terlihat canggung. Sejak tadi memilih diam.
"Papi kamu itu punya salah sama Mami La" kata Qia lagi, sengaja pake suara bak toa, biar sekalian nambah salah tingkah nya Bima.
Melihat tingkat kepedean sahabat nya itu, juga atmosfer di sekelilingnya sudah mulai panas dingin, Merra malah ngeloyor pergi.
"Ekhm. Itu juga yang mau saya tanyakan. Tapi boleh sebelumnya saya duduk?"
Oh, ya ampun. Suara itu! Sangat fresh di pendengaran, Qia malah senyum senyum enggak jelas.
"Silahkan duduk" setelah itu, Bima memilih duduk dekat stool gak jauh dari pantry pemesanan, Qia dan Lula juga di sana.
"Langsung aja ke intinya, saya mau minta maaf karena dua Minggu yang lalu kau gak salah, udah bicara kasar ke kamu soal berpacaran. Gak seharusnya saya ngeledekin privasi kamu"
Oh jadi menurut Bima itu? Harusnya ia tahu poin pentingnya bukan di situ, tapi ketika ia menduga status antara dia dan Hadi. Seharusnya itu perlu di luruskan.
"Jadi bapak pikir saya punya hubungan dengan Mas Hadi?" Qia menatap Bima yang malah menatapnya sekilas.
"Saya tebak, bapak cemburu? Begitu?" Tawa Qia pecah.
"Jangan ge-er kamu! Itu gak ada hubungannya dengan saya" astaga. Bima yakin mukanya sudah merah padam kali ini. Bisa-bisanya ia memikirkan keduanya, lalu? Aghhh.
"Cemburu juga gak masalah kok pak. Tapi awas ketahuan Mbak Risa, takut di tuduh pelakor saya" kata Qia lagi.
Nah, sekarang giliran Bima yang senyum senyum sendiri. Rupanya bukan cuma dirinya yang salah paham, tapi perempuan labil di depannya ini juga. Bedanya satu, Qia meluruskan. Dan Bima gak akan repot-repot memberikan kebenaran.
"Jangan sampai tahu Risa lah. Gitu aja kok repot!"
Dan, pernyataan ambigu Bima itulah yang membuat Qia terdiam. Uring-uringan time lagi kayaknya nih! 😕
°°°
Langkat, 01 Februari 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiable (End)
RomansaAghni Alfarizqia tidak pernah punya mimpi harus jatuh cinta pada lelaki yang sudah pernah menikah. Tetapi saat pertama kali bertemu Bima, di suatu sore dengan segala sikap jutek dan dinginnya, Qia malah setengah mati memuja. Lalu mampukah Qia-peremp...