- e m p a t -

1.4K 192 16
                                    

Pertama-tama, bacalah bab ini di saat kalian lagi beneran santai.

Kedua, jangan emosi berlebihan, guys.
Ini cuma fiksi, oke?

Happy reading!

***

Saat itu Winona sedang sibuk membongkar sebuah buket bunga di atas meja dan langsung memindahkan bunga-bunga itu ke dalam sebuah vas yang juga tersedia di atas sana. Sayup-sayup ia mendengar suara suaminya yang sedang menanyakan tentang keberadaan dirinya kepada Mbok Inah. Lalu, terdengarlah suara langkah kaki yang sukses membuat dirinya jadi langsung menoleh ke asal suara.

Ia lantas tersenyum kepada suaminya. Karena kini sudah benar-benar tidak ada lagi kecanggungan di antara mereka berdua. Lantaran keduanya sudah sangat dekat, selayaknya sepasang suami-istri pada umumnya.

Selanjutnya, pandangan Winona pun jatuh ke arah samping bawah tubuh suaminya. Karena saat ini pria itu tidak pulang sendirian. Melainkan bersama seorang anak kecil yang memiliki bulu mata yang terlihat sangat lentik, padahal anak itu adalah seorang anak laki-laki.

“Siapa, Mas?” tanya Winona sembari menaruh bunga lily di tangan kanannya ke atas permukaan meja.

“Ini, Win. Dia ....”

“Dia ...?” Winona tampak sabar menunggu, karena Arya terlihat sangat ragu.

“Dia anak aku,” ucap Arya tak lama setelah itu. Yang tentu saja langsung membuat Winona membeku. Lalu mulai mencari sebuah kemiripan di antara kedua orang yang sedang bergandengan tangan di hadapannya saat itu.

“Kamu ...,” Winona akhirnya bersuara juga setelah cukup lama membisu. Lalu ia pun menggeleng pelan dengan sebuah tawa kaku. “ ... pasti enggak serius.“

“Maaf, Win. Aku beneran serius saat ini. Namanya Aris, dan dia beneran anak aku—”

“APA? ANAK KAMU?” Sarah yang juga turut mendengar pengakuan dari Arya saat itu, langsung merasa terkejut dengan kedua bola mata yang sudah memelotot. Sementara bibinya Winona yang juga ada di situ, hanya mampu membeku.

“Iya, Mi. Anak aku,” jawab Arya dengan cukup tegas. Karena Aris memang anaknya.

Sarah langsung memegangi bagian pelipisnya, karena kepalanya jadi terasa pening seketika. Sedangkan Winona sudah terduduk di atas kursi yang terletak di dekat sana, karena dirinya benar-benar merasa shock dan nyaris tidak percaya.

Sesaat kemudian, terjadilah sebuah keributan. Karena Sarah sudah mulai mengiterogasi Arya dengan nada suaranya yang sama sekali terdengar tidak santai. Lalu Nia—bibinya Winona—pun mulai ikut-ikutan untuk menceramahi Arya. Dan Winona sudah menjadi sosok yang paling terlupakan di tempat duduknya sekarang.

Tak lama berselang, kedua mertuanya Winona pun mulai datang. Karena selain menghubungi suaminya, Sarah juga turut menghubungi kedua besannya. Karena ini adalah masalah serius yang harus diselesaikan oleh kedua belah pihak keluarga.

Sarah langsung mencecar Ayunda—ibunya Arya, bahkan menuduh wanita itu yang telah menipunya secara mentah-mentah. Padahal Ayunda juga baru mengetahui kalau ternyata Arya memiliki seorang anak dari perempuan lain.

Sementara Arya sudah dihajar oleh ayahnya saat ini, dan tidak ada yang berani menghalangi. Termasuk Ayunda yang tidak bisa berbuat apa-apa untuk membela sang putra. Sampai akhirnya Baskara pun datang, langsung memisahkan Arya yang sudah babak belur di tangan ayah kandungnya. Karena bagaimanapun juga, Arya adalah anak menantunya.

Lalu Baskara pun mulai berbicara secara baik-baik kepada Arya. Karena ia ingin tahu bagaimana kronologinya sampai-sampai Arya bisa memiliki seorang anak berumur hampir 6  tahun seperti sekarang.

Winona yang masih terduduk di atas kursi di dekat bunga lily pemberian dari ibunya beberapa saat tadi, tampak mengelus permukaan perutnya dengan gerakan samar. Ibunya ingin membawanya pulang, sedangkan bibinya memberi saran agar dirinya segera bercerai.

Tetapi, tidak ada satu pun dari mereka yang bertanya bagaimana perasaannya sekarang. Apa maunya, dan apakah ia ingin dibawa pulang. Karena semua orang terlihat sangat kukuh pada pendirian mereka dan sibuk saling menyalahkan—kecuali ayahnya yang masih terlihat sangat tenang. Bahkan mereka pun tidak memedulikan seorang anak kecil yang saat ini terlihat sedang berdiri ketakutan.

Winona bergegas menghampiri anak itu dan membawanya pergi secara diam-diam. Naik ke lantai atas, tepatnya ke dalam sebuah kamar.

Dari percakapan yang tadi sempat Winona dengar, ibu anak ini adalah mantan kekasihnya Arya. Namanya Rissa, dan nama anak ini adalah Aris.

Aris. Arya-Rissa. Entah kenapa pikiran Winona bisa langsung mengarah ke sana. Ditatapnya Aris dengan linangan air mata, serta pikiran yang sudah melanglang buana.

Aris ada karena kedua orang tuanya saling cinta, itulah yang ada di dalam pikiran Winona sekarang. Sementara dengan dirinya ... entahlah, Winona masih belum mengetahui bagaimana perasaan Arya terhadap dirinya. Apa lagi mereka juga menikah karena perjodohan dari orang tua.

Winona lantas naik ke atas tempat tidurnya, dan menyuruh Aris untuk ikut bergabung bersama dirinya.

Tetapi, Aris terlihat ragu untuk melakukannya. Yang membuat Winona langsung menggumamkan kalimat, “Ayo, ke sini. Enggak apa-apa.”

Dan mereka berdua pun tampak duduk bersila di atas ranjang, dengan posisi tubuh yang terlihat saling berhadapan.

“Kamu udah sekolah?” tanya Winona dengan suara yang bergetar, dan air matanya pun kembali berlinang. Rasanya ia sudah tidak sanggup lagi untuk mengeluarkan suara, tapi keheningan di dalam kamar ini terasa cukup janggal bagi dirinya.

“Belum, Tante.”

“Kenapa?” Winona kembali bertanya.

“Karena ... Mama gak punya uang?” jawab anak itu dengan nada tanya. Karena dia terlihat tidak yakin dengan jawaban yang baru saja keluar dari bibir mungilnya.

Winona tampak tertawa pelan, tapi air matanya terus saja berlinang. Sehingga ia pun harus lebih sering mengusap kedua bola matanya itu dengan punggung tangan, serta lengan baju yang sedang dipakai oleh dirinya sekarang.

“Terus ... Mama kamu ... dia ... ada di mana?” Winona melafalkan pertanyaannya dengan pelan-pelan, karena suaranya masih bergetar saat ia ingin menanyakan tentang ibu anak itu barusan.

Tanpa diduga, Aris malah terdiam. Sedangkan Winona tampak menunggu dengan sabar.

“Tadi pagi Mama bilang kalau dia mau pergi sebentar. Terus Mama anter Aris ke Om itu sambil bawa koper. Kata Mama ... Om itu ....”

“Kenapa sama Om itu?” tanya Winona dengan nada sabar. Ia tebak kalau kata ‘Om itu’ pasti merujuk kepada Arya.

“Om itu ....”

Aris terlihat sangat ragu untuk benar-benar melanjutkan ucapannya saat itu. Bahkan ia pun sedang menatap ke arah Winona dengan pandangan agak takut.

Mungkin Aris sudah mengerti kalau kedatangannya ke rumah ini yang membuat Winona jadi menangis.

“Om itu Papa kamu?” tebak Winona sambil memaksakan sebuah senyum. Lalu senyum di bibirnya pun mulai surut. Karena saat masih di teras halaman samping tadi, ia sudah bisa melihat sebuah kemiripan di antara Arya dan Aris.

“Kalian beneran mirip,” celetuk Winona dengan nada berbisik. Setelah itu, ia pun kembali menangis. Dan kali ini tangisannya tidak ia tahan sama sekali. Ia biarkan air matanya itu terus mengalir. Tentu saja dengan posisi tubuh yang sudah memunggungi tempat duduknya Aris. Ia menangis dengan kepala yang menunduk, serta kedua tangan yang sudah menutupi wajahnya saat itu.

*****

Selasa, 1 Feb 2022

WinonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang