24 • Titik Nol Kilometer Yogyakarta

7.1K 521 50
                                    

Yogyakarta. Katanya, Yogyakarta itu kota yang istimewa dan Malven mengakui hal tersebut. Terlebih lagi, dia ditemani oleh sosok yang gak kalah istimewa dari Jogja. Aleta. Sejak kapan perasaan itu berhenti berlabuh juga Malven tidak tau. Tak pernah dia berhenti memikirkan, andai dulu Malven melupakan begitu saja Aletanya, mungkin sekarang dia gak akan ada di sini, bersamanya-yang sejak tadi sore banyak tersenyum dan terlihat sangat bahagia. Akhirnya Malven berhasil menemukan satu lagi hal menarik dari gadis di depannya. Senyum Aleta sangat indah, manis sekali.

"Kenapa sih, lihatin gue terus?"

Langsung dengan cepat Malven mengalihkan pandangan dan berpura-pura mengecek kamera. Tanpa menghiraukan orang yang lalu lalang di keramaian jalan ikonik Jogja ini, Aleta mendekatkan dirinya kepada Malven. Gadis itu melongok, melihat apa yang tengah kekasihnya lakukan.

"Mati kamera lo?"

"Ah? Enggak, hidup kok." Malven mengarahkan benda tersebut hingga kaca lensanya tertuju pada wajah cantik Aleta. Setelah fokus ditemukan, Malven segera mengambil gambar.

"Eh!"

"Tuh, hidup kan? Kayak perasaan aku ke kamu Ta, hidup dan akan terus tumbuh," ujarnya.

"Apasih!" Aleta memukul paha Malven membuat cowok itu memekik kesakitan. Setelah itu Aleta mampu merasakan jika wajahnya memanas, padahal hari sudah gelap, udara pun dingin, meski tidak sedingin keringat yang membanjiri telapak tangannya sekarang.

"Sakit!"

"Ya salah lo sendiri, siapa suruh godain gue terus."

"Memangnya salah godain pacar sendiri? Godain pacar orang noh baru nggak boleh."

"Terserah deh."

Bangkitnya Aleta membuat Malven refleks melakukan hal yang sama. Cowok itu meraih tangan Aleta-menahannya supaya tidak pergi dulu.

"Mau ke mana? Masih jam 7, Ta."

Helaan napas kasar Aleta keluarkan. "Lagian lo nyebelin!"

"Nyebelin apa sih, sayang? Duduk lagi sini." Hingga mau tak mau, Aleta menurut. Sebenarnya, sejak kemarin, tidak tau kenapa juga Aleta selalu nurut-nurut saja setiap Malven meminta. Gadis itu bingung, ada apa dengan dirinya. Tidak mungkin kan, kalau Aleta mulai sepenuhnya ... ekhem! Jatuh cinta?

"Jangan deket-deket!" tukas Aleta tiba-tiba. "Kayaknya mulai sekarang kita harus sedikit jaga jarak deh. Sama, nanti kalau di bus, lo tukeran duduk aja sama Mega."

"Loh kok gitu?"

"Nggak apa-apa. Gue pengen aja sama Mega, soalnya kalo sama lo nggak seru."

Kedua bola mata Malven tampak sibuk menangkap objek di depannya. Memperhatikan dalam-dalam. Dahinya sampai berkerut, dia lalu sedikit menerngkan kepala. "Kamu ... salting ya? Pipinya kok merah?"

Plak! Hingga tamparan keras tau-tau Aleta berikan dengan begitu sadis. Cowok jangkung berkemeja hitam tersebut memegang pipi yang kini ikut memerah kayak pipi Aleta. Dia berdesis kesakitan tanpa dibuat-buat.

"Kenapa sih? Kekerasa mulu heran."

"Ya lo lagian, dibilangin jangan godain gue terus! Nggak ngerti-ngerti heran."

"Karena takut salting?" Tanya Malven tanpa beban. "Apa salahnya? Orang pacaran ya kayak gini, Ta. Atau jangan-jangan, sebelumnya kamu nggak pernah ya, diromantisin sama Regan?"

"Kok jadi bawa-bawa Regan?"

"Ya siapa tau."

"Gue nggak suka lo bahas dia terus."

MALVEN ALVITO [Sedang PO]Where stories live. Discover now