Akhir kisah

95 23 1
                                    

Chapter tiga puluh sembilan; Akhir kisah

Candra menepikan motor nya di perumahan elit, dia menekan bel dua kali berharap pemilik rumah segera menyambutnya.

"Tunggu sebentar!"

Mendengar sautan dari dalam membuat Candra menjauhi area bell rumah dan menunggu dengan tenang, tidak lama kemudian pintu gerbang samping dibuka oleh orang berseragam perawat. Candra menyunggingkan senyum sapaan, bertanya apakah orang yang dicarinya ada di dalam atau tidak.

"Oh non Moyra barusan makan tadi mas, tunggu sebentar ya. Saya cek dulu, udah tidur apa belum."

Candra membiarkan perawat tadi kembali masuk kedalam untuk melihat moyra, Candra berjalan menuju motornya yang terparkir di depan halaman rumah besar ini. Candra jadi was was, ini nanti motornya kalo di tinggal masuk bentar ilang kaga ya, masalah nya ini motor bapak nya. Ya kalo motor Candra sendiri juga dia kaga mau sih motornya ilang.

"Kak Can."

Candra menegak, membalas tatapan gadis yang baru saja keluar dari gerbang kecil sisi kanan itu dengan pakaian hangatnya. Candra segera menghampiri sempat melirik kebelakang punggung sang gadis apa ada perawat atau penjaga yant mengikuti, Candra takut saja jika Moyra tiba tiba jatuh pingsan dan tidak ada orang dewasa di sekitar nya.

"Tumben Kak Can kerumahku, ada apa Ka?"

Candra menggaruk kepalanya yang tak gatal kemudian tersenyum canggung, "Itu, gua mau ngomong sesuatu, tapi ga bisa kalo nunggu besok di sekolah."

Candra kembali melirik kebelakang punggung gadis itu, berharap sangat bahwa beberapa orang dewasa akan datang dan menjaga dengan tegap di belakang tubuh Moyra.

"Mau ngomong apa Kak Can?" Tanya Moyra yang merasa tidak terganggu dengan Candra yang beberapa kali melirik ke dalam rumahnya.

"Gua, kayaknya ga bisa lanjutin hubungan sama lu lagi," Candra menunduk, tidak berani menatap wajah Moyra di depannya. Biar saja Candra menerka nerka reaksi apa yang akan gadis itu tunjukan, jika gadis biasa lumrahnya akan menampar. Apakah Moyra akan pingsan, atau mimisan, bisa saja dia kejang-kejang.

Namun, bukan tendangan, makian, tamparan ataupun melihat Moyra yang tergeletak di tanah. Candra merasakan tangannya di genggam oleh tangan dingin seseorang.

"Gak papa kan Can, makasih ya udah mau nerima Moyra untuk beberapa hari terakhir."

Candra mengangkat wajah, bertemu pandang dengan Moyra yang menatapnya dengan senyum tulus dari bibirnya yang pucat.

"Ra, tapi gua berengsek banget."

"Engga kak, yang ngajuin untuk jadi pacar kakak kan aku. Sebelum aku berani ngelangkah maju aku juga siap kok sama jawaban jawaban terburuk yang bakal kakak ucapin waktu itu,"

"Tapi kakak milih nerima aku, kakak milih jadi orang baik buat bantu aku yang mencari kebahagiaan di hari hari terakhir hidupku." Candra meremat tangan dingin Moyra yang berada di genggamannya.

"Moyra jangan ngomongin itu terus, umur ga ada yang tahu."

"Umur emang ga ada yang tau kak, tapi akhir kisah cinta kita kayaknya udah ketebak ya. Bahkan sebelum mulai jalin hubungan sama kakak kayaknya emang kakak bukan di takdirin buat aku." Moyra menunduk, kemudian kembali mendongak dengan senyum bahagia, "Kejar kak Saka kak, em. Gausah di kejar deh, kak Saka kan ga pernah lari kemana mana. Yaudah, tembak kak Saka dong kak Can, tau ga sih. Si Aji kan temen sekelas ku ya, dia bilang kak Saka duluan yang nembak Kak Can. makanya aku berani nembak kakak karna itu, eh kaget kok aku di terima tapi kak Saka masih di gantungin."

"Engga, bukan di gantungin."

Candra menggeram jengkel saat melihat raut iseng dari matan kekasihnya itu, "Apaan?"

[✔️] paket! || Lee Haechan Where stories live. Discover now