[14] The Things You shoudn't have to Beg to Care

365 89 12
                                    

Aya's note

Rajin nih gue, kalian juga rajin mampir tidak?

Absen dulu sini. Jangan diem2 bae.

Gue main KaryaKarsa loh sekarang, yang punya akun boleh add.

Di sana gue lanjutin cerita Kai-Kia dengan judul Springhearted.


~oOo~

Dalam pusaran badai aku mencarimu

Dalam putaran waktu aku menantimu

Kamu dan aku tidak akan bersatu

Kamu dan aku tidak bisa padu

~oOo~


"Kala marah dengan keadaan." Cara menggigil mengurai rahasia di balik aksi tololnya. Dia begitu takut ada yang tahu hubungan dirinya dan Kala, tapi bukankah dia dan mereka kini ada dalam kubu yang sama? Kubu yang ingin Kala berhenti, bukan memanaskan aksi seperti yang dilakukan Elang. "Ayah kami meninggal. Tinggal kami berdua."

Rigel meneguk ludah. Kepalanya memutar perlahan ke belakang pada Cara tapi lengan Biru menghalangi pandangannya. Raven melipat tangan, merebahkan tubuh ke sandaran kursi. Matanya memejam. Saat mendengar orang curhat, biasanya dia merangkulnya, menenangkan. Namun, pernyataan Cara menyenggolnya hingga ke sumsum tulang. Lagi pula, ada Biru di sana meski Raven yakin lengannya lebih nyaman. Biru dingin bukan kepalang. Mana paham dia soal puk-puk dan bahu yang menyamankan alih-alih disampirkan lengan begitu?

"Delapan belas tahun dan harus menjadi tulang punggung keluarga, memangnya apa yang bisa gue lakukan kecuali jadi preman?" Cara terisak. "Dia begini supaya ditakuti. Dengan begitu, dia bisa menindas dan memalak." Di antara sesak, Cara mencoba tertawa. "Menjijikkan, ya?"

Biru kaku di tempatnya. Tidak berusaha meminjami bahu. Tidak juga berupaya menarik lengannya. Satu tangannya yang lain bisa digunakan menepuk bahu Cara untuk menenangkan, tapi tidak dilakukan. Dibiarkannya Cara tersedu.

"Setiap kali Kala bawa uang, gue diserang perasaan bersalah. Gue paham kami butuh uang, tapi pasti ada jalan lain, kan?" Air mata Cara jatuh ke lengan Biru. Semakin melihat tetesan itu, Cara semakin ingin menyembunyikan wajahnya di sana. Tidak peduli Biru bergeming melihatnya tergugu, tapi justru itulah yang membuat Cara nyaman. Tidak dikasihani, tidak dinasihati, tidak dihibur, dan tidak sejuta satu sikap lain. Dia biasa bercerita di sudut kamarnya sendiri, mengadu dalam tangis seorang diri. Anggaplah kali ini juga begitu. "Waktu gue berdiri di tengah tawuran, gue mau menunjukkan bahwa caranya membuat adiknya dalam bahaya." Cara menarik napas. "Gue mau dia berhenti!"

Keheningan yang lama sampai akhirnya Rigel yang angkat bicara. "Terus berhasil?"

Tidak ada jawaban karena semua orang dalam mobil sadar apa yang selanjutnya terjadi. Penyelamatan tak sengaja itu telah menggagalkan segalanya.

"Siapa yang tahu soal identitas lo?" Biru bersuara dalam bisikan.

Cara mengangkat wajahnya yang basah. Suara Biru, selirih apa pun, sanggup menariknya bagai magnet. Cara menggeleng.

"Teman sekolah Kala?"

Cara menggeleng. "Gue rasa nggak ada."

Biru menarik tangannya, karena Cara tak lagi mengubur wajahnya di sana. Dia menarik tubuhnya ke posisi semula. Hilangnya lengan Biru dari hadapannya, menyisakan jejak kosong kasat mata di benak Cara.

Lovestruck SyndromeWhere stories live. Discover now