29

950 107 28
                                    

Assalamualaikum.

Maaf, nih, ya, baru bisa update.

Alhamdulillah, Pipi udah selesai PKL. Dan sekarang, lagi proses revisi laporan PKL. Sebetulnya, Pipi mau update, kalo laporan Pipi udah kelar. Tapi karena permintaan, dan juga jiwa Pipi yang meronta-ronta ingin update, akhirnya Pipi nulis ini, deh. Hhhe.

Selamat membaca!

----------

"Ying? Sejak kapan kau disini?"

Ying mendongak tatkala remaja seusianya menghampirinya. "Sejak... Tadi?" jawabnya ragu. Ia pun bingung sendiri, entah sejak kapan ia berada di sini, "Dan kau sendiri, Blaze?"

"Ya. Aku sendiri. Seperti yang kau lihat," jawab Blaze. Kemudian mendudukkan dirinya di samping gadis itu.

Ying terdiam. Ia mendapatkan jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaannya. Tunggu? Atau mungkin pertanyaannya yang salah?

"Tidak usah dipikirkan. Aku baru saja datang, kok." Seakan tahu apa yang gadis itu pikirkan, Blaze pun berujar. Namun, ia malah melihat Ying tetap terdiam. Ada masalah apa, sih, dengan gadis di sampingnya?

"Hei! Jangan melamun! Apa yang kau pikirkan, sih?"

Ying tersentak, ia tersadar dari lamunan unfaedahnya. "Tidak. Bukan apa-apa," jawabnya, "Oh, ya. Sekarang apalagi, yang membuatmu kesini? Bukankah kakakmu masih di rumah sakit?"

Mendengar pertanyaan Ying, Blaze menghela napas. Matanya turun memandang dua kupu-kupu yang terbang di atas bunga. "Aku hanya tidak ingin kesana. Atau lebih tepatnya, menghindari berbagai pertanyaan," jawabnya, disusul tawa sinis.

"Loh, kenapa?"

"Aku baru saja dipanggil oleh guru BK dan membicarakan soal kak Taufan dan Solar. Bukan hanya itu, kami juga membicarakan soal kak Gempa. Aku hanya muak, jika kak Hali akan tanya ini itu, terlebih jika tentang kak Gempa," jelas Blaze jujur.

Ying hanya bisa tersenyum miris. Temannya yang satu ini masih belum bisa memaafkan kakaknya sendiri. Namun, Ying yakin, dalam hati Blaze pasti merindukan sang kakak. "Aku tahu, secara tidak sadar, hubungan kalian sedang renggang. Tapi, tidak seperti ini, Blaze. Kau harus menghadapi semuanya. Sebencinya kau dengan kakakmu, Gempa, kau harus bisa menjawab pertanyaan dari Halilintar. Aku yakin, kakakmu mengerti perasaan kau. Dia tidak akan mendesakmu untuk berhenti membenci Gempa."

"Kenapa kau bisa seyakin itu?"

"Dari semua kisah yang kau ceritakan padaku, aku bisa menebak sifat kakakmu, Halilintar. Dia yang pendiam, dingin, cuek, tapi perhatian dan kasih sayangnya pada kalian sangat besar. Meskipun caranya memberi perhatian berbeda-beda. Nah, dengan Halilintar tidak mendesakmu untuk berhenti membenci Gempa, itu juga merupakan bentuk perhatian yang Halilintar berikan padamu," jelas Ying. Sesaat gadis itu terkekeh geli akan ucapannya. "Aku bicara apa, sih?"

Blaze tersenyum melihat tingkah Ying. "Kau benar, Ying. Mungkin, setelah ini aku akan ke rumah sakit. Aku merasa jadi adik durhaka jika tidak menemuinya," Blaze terkekeh.

"Bisa-bisa kau dikutuk menjadi batu! Hahaha..." gelak Ying.

"Oh, ya. Kau sendiri, kenapa kesini? Dan, apa kau kabur dari panti?"

Ying mengkerutkan dahinya kesal, bibirnya pun ikut mengerucut. "Enak saja! Asal kau tahu, aku sudah diijinkan keluar setiap hari!" ketusnya.

"Ya ampun. Biasa saja, dong!"

"Hmm... Dan kenapa aku kesini? Aku juga tidak tahu. Mungkin, aku sedang merindukan teman baruku?" ujarnya menatap Blaze.

Blaze terkekeh kecil, "Biasa! Blaze itu sangat tampan. Jadi sering dirindukan oleh banyak orang," ucapnya dengan tingkat percaya diri yang tinggi.

HATE! | Elemental BoBoiBoy | [ON GOING]Where stories live. Discover now