HUTAN TERLARANG [02]

64 12 0
                                    

"Sepertinya kita salah jalan!" teriak ku dengan wajah panik.

"Nggak mungkin! orang tadi kita kan lewat sini, masa iya ada jalan pindah sendiri." Sisil menyalipku dan berjalan dengan langkah enteng.

"Sil, kamu mau kemana! jangan ke sana, itu bukan jalan yang kita lewatin tadi!"

Tapi Sisil tidak memperdulikan ku, padahal jelas-jelas jalan yang dipilihnya itu salah.

"Balik lagi, Sil!" teriakku.

"Sil!"

Sisil sudah tidak terlihat, bahkan dia tidak mau mendengarkan kata-kataku sebelumnya.

"Aku tidak bisa kembali ke mobil tanpa Sisil, aku harus mengejarnya segera!"

Baru saja beberapa langkah, tiba-tiba tangan kananku di tarik paksa ke belakang oleh seseorang.

"Ayo balik, ngapain kesana!" Ucap Sisil.

"Sisil.... ?"

Aku sempat tidak percaya dengan apa yang ku lihat. Bahkan sulit sekali mengedipkan kedua bola mata, melihat Sisil ternyata ada disini.

Lalu siapa yang berjalan lurus ke depan tadi? bukannya jelas-jelas itu Sisil? ya Tuhan!

Sisil mencegah langkah dan memintaku untuk putar balik arah bersamanya.

"Kenapa kamu ninggalin aku sih, jahat!" ungkapnya.

Aku terdiam, benar-benar tidak mengerti. Kepalaku sibuk bolak-balik mengarah ke jalan depan dan belakang secara bergantian.

"Ka.. ka.. kamu Sisil?" ucapku terbata-bata.

"Kamu kenapa sih, iyalah ini aku Sisil. Kok kamu jadi aneh? muka kamu juga pucet gitu. Lebih baik kita balik ke mobil sekarang!"

Entahlah, aku berjalan mengikutinya
Karena memang tanganku di gandeng Sisil dengan alasan takut jika ku tinggal lagi.

Sempat sebentar, kepalaku menoleh ke arah jalan Sisil tadi menghilang. Tapi tidak bisa di pandang oleh mata jika tanpa senter, gelap gulita.

***

"Ya ampun kalian itu darimana!"

Tanya Deta, Wisnu dan Ratna dengan kesal. Mereka berlari menghampiri.
Ternyata dari tadi mereka mencari kami, sudah di coba mencari sinyal di luar mobil tetap saja tidak ada yang masuk satupun, zonk.

"Bikin khawatir aja! lain kali kalo mau kemana-mana ngomong dulu biar kita nggak nyariin dong." ucap Ratna.

"Tadi aku minta Jihan buat nemenin buang air. Kamu juga tadi dibangunin, tapi kami susah banget di suruh melek. Makanya aku sama Jihan terpaksa keluar berdua," jelas Sisil.

Semuanya memandang Jihan, mereka tertuju pada wajah Jihan yang sangat pucat. Sesampainya di lokasi mobil terparkir, Jihan juga tidak banyak bicara dan selalu diam.

"Jihan sakit?"

Deta menyentuh dahinya tanpa basa-basi.

"Ayo masuk lagi ke dalam mobil, nanti kita dikira maling sama warga sini."

Wisnu meminta kami semuanya masuk ke dalam mobil.

"Nih, di minum."

Deta memberikan obat demam, Jihan menerima dan langsung meminum nya dengan air yang ada di  botol aqua. Setelah itu Jihan tertidur tanpa bicara sepatah katapun.

***

"Terimakasih pak!" ucap kami serentak.

Hari sudah pagi, bahkan sekarang sudah menjelang siang. Kami di minta keluar dari mobil setelah warga mulai banyak yang beraktifitas.
Kami di wawancarai bapak Gani selaku bapak RT disini. Kami duduk di sebuah gardu besar milik warga yang terbuat dari kayu, setelah itu kami di perlakukan dengan baik oleh mereka.

Warga memberikan makanan dan minuman kepada kami, karena kami di anggap sebagai tamu di kampung ini.

Tujuan kami kemari untuk berlibur mencari sensasi, dan menginap di hutan yang sering orang-orang katakan. Hutan disini dikenal angker dan tidak banyak orang yang berani kemari, karena mitos mitos yang beredar di kalangan masyarakat.

Kami saja tidak tau, jika ada perkampungan di tengah hutan seperti ini, bahkan kampung Tiban ini banyak sekali penduduknya.

"Jika tujuan kalian kesini hanya berlibur, berlibur lah sewajarnya nggih nduk!" ucap salah satu warga dengan ramah.

"Jangan sampai liburan mu, mencelakai mu." sambung warga yang lain dengan tegas.

"Jika sudah masuk wilayah ini, banyak sekali pantangan nya!"

Memang benar apa yang dikatakan orang-orang. Di wilayah ini masih sangat kental dengan mitos-mitosnya.

"Kalian tidak boleh bicara kasar di dalam hutan, tidak boleh berbuat mesum, tidak boleh mengganggu penghuni hutan jika ada salah satu kalian yang bisa melihat mereka."

"Kalian tidak boleh beraktivitas jika malam tiba, tidak boleh kencing dan membuang apapun sembarangan. Yang terpenting jangan melewati batas hutan larangan jika kalian tetap memaksa kesana." Jelasnya.

Dan masih banyak lagi larangan yang di sampaikan bapak itu

Kami hanya mengangguk tanda mengerti.

"Sudah, semangat dong. Bukan kah sebelumnya kita juga ngelewatin hal semacam ini biasa aja? yang terpenting kita berangkat selamat, pulang juga pasti selamat." seru Wisnu.

"Sebentar lagi kita melanjutkan perjalanan. Semoga nggak sampe malem, biar kita bisa masang tenda dulu sebelum gelap." ujar Ratna.

***

Kami semua berpamitan kepada penduduk kampung, karena hendak melanjutkan perjalanan. Kami di bekali sesuatu di dalam kajut kain kecil berwarna hitam masing-masing.

Mereka tidak menjelaskan, ada apa di dalamnya. Kami hanya membawa kajut hitam pemberian mereka dan meletakannya di dalam tas.

"Sebagai bentuk penghargaan, bawa saja! keselamatan kita pasrahkan kepada Allah." ucap Jihan.

***

Bersambung.

HUTAN TERLARANG [END]Where stories live. Discover now