15 : Amanah

3.2K 319 15
                                    

Tok Tok Tok

“Den, pagi Den. Bibi mau anter sarapan.” ucap Bibi mengetuk pintu kamar Jaemin.

Tok Tok Tok

“Aden.” panggil Bibi lagi.

Badan Jaemin rasanya sakit digerakkan, Jaemin dengar, tapi dia tidak mampu bangun sama sekali untuk membukakan pintu.

“Den. Bibi izin buka pake kunci cadangan lagi ya?” tanya Bibi.

“Iya.” jawab Jaemin lirih, entah Bibi dengar atau tidak.

Ceklek Ceklek

Suara kuncian pintu terbuka.

Bibi masuk ke kamar membawa nampan sambil tersenyum pada Jaemin.

“Pagi Den. Yuk sarapan dulu, abis itu Bibi salepin lukanya.” ucap Bibi.

Jaemin mengangguk. Bibi yang peka langsung membantunya bersandar. Jaemin melihat jam dinding. Masih jam 06.15.

“Apa Aden tetep mau berangkat sekolah?” tanya Bibi sambil menyuapi Jaemin.

“Iya.” jawab Jaemin.

“Aden berdiri saja sulit. Izin saja Den.” ucap Bibi.

“Jelas ngga boleh.” ucap Jaemin.

Bibi mengela nafas.

“Yang sabar ya Den.” ucap Bibi prihatin.

“Mama gimana?” tanya Jaemin.

“Nyonya ngga papa. Kata Dokter bukan serangan jantung yang seperti Aden fikir. Nyonya cuma kaget.” ucap Bibi.

Jaemin bernafas lega.

“Den. Aden masih kabar-kabaran sama Bundanya Aden?” tanya Bibi ragu.

Jaemin meneguk air putih, lalu mengangguk.

“Masih.” jawab Jaemin.

“Syukurlah, Bibi lega.” ucap Bibi tersenyum.

“Pake salep ya Den.” ucap Bibi.

Jaemin mengagguk lalu membuka piyama tidurnya. Bibi dengan telaten menyalepinya. Jaemin jadi melamun, bagaimana bisa dari kecil dirinya dirawat oleh pembantu padahal memiliki ibu?

Apa seorang ibu yang tidak punya kerjaan seperti Irene terlalu repot mengurus anaknya?

“Bi.” panggil Jaemin.

“Iya Den?” jawab Bibi.

“Kalo saya pergi, rawat Mama dengan baik.” ucap Jaemin.

“Aden kenapa bilang begitu. Memang Aden mau pergi kemana?” tanya Bibi risau.

“Ngga tau juga.” ucap Jaemin bingung sendiri.

“Jangan pergi kemana-mana Den. Meski Bibi tau Aden sakit, tapi keluarga tetap keluarga Den.” ucap Bibi.

“Ya. Makanya rawat Mama. Ini amanah.” ucap Jaemin.

“Papa ngga usah.” tambah Jaemin.

Bibi menghela nafas. Kebencian Jaemin pada Suho sepertinya sudah tebal sekali.

“Udah Den. Saya mau permisi dulu ke dapur.” ucap Bibi.

Jaemin mengangguk lalu memakai lagi piyamanya. Karena masih pagi, Jaemin membuka handphone nya. Ada banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari Nenek. Kenapa?

“Nenek mau kesini?” gumam Jaemin membaca pesan masuk.

“Gawat.” gumam Jaemin.

Jaemin mencoba bangun dari kasur. Merenggangkan tubuh dan melatih tubuh agar biasa saja meski sangat sakit. Jaemin harus menyembunyikan lukanya, seperti biasa.

RIVAL | Jeno Jaemin ✔ endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang