Chapter 21

228 11 0
                                    

Edisi Special Liburan Final Part.. Spesial Lebih Panjang dari pada tiga part lainnyaa..

Asuka langsung membaringkan tubuhnya di sisiku begitu dia kembali. Dia berpikir mungkin aku sudah tidur saat itu. Aku memang terbaring. Tetapi sebenarnya masih terjaga karena menunggunya. Ketika aku menoleh menghadap kearahnya dia sedang berbaring memunggungiku.

Aku segera bangkit lalu mengambil salep untuk mengobati lecet bekas ikatan tali. Saat aku mendekat dia meringkuk menutupi kepalanya dengan bantal. Dia benar-benar marah karena aku beprilaku kasar saat bercumbu. Saat dia sedang tertidur aku bisa melihat kulit di pergelangan tangannya masih memerah dan menjiplak bekas untaian tali tersebut.

Kupencet pembungkus salep itu hingga obat itu keluar. Lalu mengusapkannya ke bekas kemerahan di kulit Asuka. Dia buru-buru menarik tangannya enggan sekali kusentuh.

"Kau tidak mau bicara denganku juga tidak apa-apa. Aku hanya ingin mengobati lecet di tubuhmu" ujarku.

Dia mulai berhenti bergerak dan akhirnya aku bisa mengobati lecet-lecet itu. Saat sedang mengoleskan salep aku merasa dia sedang memperhatikanku. Tetapi saat aku menatapnya dia segera memalingkan mukanya. Apa aku harus mengajaknya bicara di saat seperti ini? Biarkan saja. Rasa gengsinya sekarang pasti masih berada di puncak. Setelah selesai memberikan obat aku juga langsung berbaring dan tidur.

Pagi harinya dia juga masih cemberut tak mau mengajakku bicara. Suasana hatinya masih tidak baik meskipun luka lecetnya sudah sembuh. Apa dia akan bertemu dengan orang tuaku dengan keadaan ngambek seperti ini?

Tak lama ibuku menelpon dan menentukan tempat janjian. Aku hanya bisa menghelah napas melihat Asuka yang masih diam tak mau bicara padaku dan sibuk berhadapan dengan ponselnya.

"Kau mau ikut makan siang denganku?" tanyaku.

Dia masih mengabaikanku. Memang kesal juga melihat responnya ini. Seharusnya jika dia memang memiliki keluha aku lebih menghargainya jika dia mengajakku diskusi di bandingkan ngambek seperti anak kecil. Tapi kali ini aku tak peduli lagi. Bagaimana lagi, kalau dia tidak mau ya sudah. Aku juga tidak mau memaksanya.

"Aku pergi dulu" ujarku pamit pergi meninggalkannya.

Dia masih tak menjawabku. Persetan! Ku tinggalkan saja dia. Meskipun rasanya aku ingin menjerit dan merengek aku juga punya pendapat yang harus kupertahankan.

Aku menyewa sepeda dan pergi ketempat janjian sendiri. Ibu dan ayahku mereservasi sebuah ruangan izakaya. Saat aku datang mereka sudah memesankan hidangan laut untuk di santap bersama-sama.

"Kau terlambat!" ujar ayah begitu kesal padaku.

"Aku sudah berusaha kemari dengan naik sepeda" ujarku mengambil tiram.

"Kau tidak datang bersama temanmu?" tanya ibu.

Benar, teman.. jadi sebal harus membahas si brengsek itu, "dia sedang tidak enak badan" ujarku berbohong.

"Astaga, teman-teman Tokyo mu itu selalu berbuat tidak sopan. Jika tahu orang tua temannya sedang berada di tempat yang sama seharusnya mereka datang hanya untuk menyapa sebentar. Mereka mengabaikan sopan santun yang sudah payah orang tua mereka ajarkan" ujar Ayah sambil melipat tangan di depan dadanya yang bidang.

"Ayah, sudahlah" aku dan ibu berkata bersamaan.

Ibu mengambil penutup panci untuk menutup sebelah wajahnya dan berbisik kepadaku, "ada apa dengan pacarmu?" tanya ibu tanpa suara.

"Lupakan saja dia" jawabku tanpa suara juga.

Ibu hanya menghelah napas berat dan memandangku dengan wajah kecewa. Aku yang menyadari hal itu hanya bersikap cuek mencelupkan tiramku kedalam saus dan melahapnya.

VoyeurismWhere stories live. Discover now