04. Yang ingin dan harus.

187 22 8
                                    

559 words.
─────────
️️️️ ️

Osamu yakin ada sesuatu yang tidak beres antara dirinya dan Atsumu. Entah sudah berapa hari ia dengan sengaja menjauhi Atsumu, baik itu di kampus maupun di rumah.

Di sini sekarang ia berdiri sambil menghela napasnya, mengetuk pintu kamar yang ada di hadapannya.

Perlahan Osamu membuka pintu kamar tersebut. Atsumu, seperti biasa, sedang berada di meja belajar lengkap dengan laptop di hadapannya. Tangannya masih mengetik sesuatu yang terlihat seperti sebuah laporan di matanya.

"Tsum."

"Ngomong aja langsung," balas Atsumu cepat.

Osamu menghela napasnya lagi. Sebelumya ia memang sudah mengirimi pesan pada kembarannya itu bahwa ada sesuatu yang ingin ia bicarakan. Namun, ia tidak terbayang kalau akan sesulit ini.

"Tsum gue serius. Lu bisa ga berenti dulu ngetiknya?"

Dan seketika itu Atsumu langsung berhenti dari pekerjaannya. 

Namun, sekarang Osamu menyesal karena jantungnya berdegup kencang sejak suara ketikan tidak terdengar lagi dari tangan kembarannya.

"Kenapa, Sam?" Suara Atsumu lembut membuka pembicaraan.

"Gue mau minta maaf soal kemaren. Gue kayaknya kasar banget sama lu. Sorry, Tsum."

Atsumu menatap kembarannya itu dengan muka datar, merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan akan dibahas dalam obrolan mereka malam itu.

"Gue bingung. Jujur gue gak terlalu suka kalo lu bahas kejadian waktu itu. Kalo lu lagi mabok gue okelah, tapi kemaren lu sadar kan, Tsum?"

Atsumu masih belum menjawab, hanya menatap kembarannya itu yang sedang menunduk.

"Menurut gue hal itu salah. Gue yakin lu ngerti apa yang gue maksud," ucap Osamu lagi melanjutkan. "Gue cuma pengen kita balik kayak normal lagi. Kayak saudara pada umumnya. We're siblings aren't we?"

Atsumu masih diam. Ia ikut mendudukan kepalanya tersenyum kecil. Ia sendiri bingung, tidak tahu apa yang sebenarnya ia rasakan sekarang. Ia tahu ia salah dan Osamu benar, tapi kenapa rasanya sakit?

"Tsum— " ucapan Osamu terputus saat ia mengangkat kepalanya yang disambut oleh wajah Atsumu sedang tersenyum pahit.

"Gapapa lu bilang kayak gini gue jadi ngerti," balas Atsumu.

"Sorry. Tolong bilang kalo kemaren lu cuma bercanda, kan?"

Sesuatu seperti menusuk ke dalam diri Atsumu sekarang.

"Lu cuma godain gue aja kan?"

Stop, Samu.

"We're siblings aren't we?"

Just stop it, Samu.

"Kalo gue mau nanya kenapa lu ga suka, Sam?" tanya Atsumu kikuk.

"Bukannya kata-kata gue udah jelas?"

Iya. Iya. Kata-kata Osamu memang sudah cukup menjelaskan semuanya.

Atsumu tersenyum lagi. Kemudian ia menghela napasnya kasar. Ia bahkan bisa mendengar degup jantungnya sendiri di telinganya.

"Okay, sorry. Gue ngerti, Sam."

Osamu menatap kembarannya itu dengan harap cemas.

"Gue ga akan pernah bahas soal itu lagi kalo lu ga suka," ucap Atsumu lagi.

"Thanks, Tsum."

Kemudian keduanya terdiam membuat suara detik jam dinding seakan sangat kencang terdengar di kedua telinga mereka.

"Ayo balik kayak biasanya, Sam?"

Kini jantung Osamu yang seperti dihantam sesuatu. Pertanyaan itu memang yang ia tunggu-tunggu keluar dari mulut kembarannya. Namun, kenapa rasanya ia ingin membalikan semua ucapannya sekarang?

"Sam?"

Osamu ingin menjawab, tetapi lidahnya terasa sangat kelu. Ia menelan ludahnya kasar sambil menahan air mata yang entah mengapa rasanya ingin sekali jatuh ke kedua pipinya.

"Iya, ayo balik kayak biasanya," balas Osamu menunduk. Ia harap semoga memang ini yang ingin dan harus ia lakukan.

Atsumu tersenyum lagi.

Lagi.

"Udah ya? Gue ga suka liat lu murung kaya gitu," ucap Atsumu  terkekeh pelan.

Osamu tersenyum muram. Kemudian, ia merasakan tangan Atsumu bergerak mengacak-acak rambutnya lembut. Hal yang selalu ia sukai sejak kecil, tapi entah mengapa hari itu terasa sangat menyakitkan.

.

.

.

.

.

Thanks for reading and welcome! :)

Last Night's World | atsuosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang