🪐23🪐

16.9K 2.1K 261
                                    

Hai, ketemu lagi di chapter 23! Gimana kabar kalian? Masih excited kan nunggu AMP update?

Kali ini, kalian bisa bebas spam emoji kesukaan kalian 🪐🪐🪐 biar aku cepet up date

🪐🪐🪐

ARLAN keluar dari dalam mobil Tesla cokelat sebelum menatap lamat toko bunga Anya yang tampilannya sudah lebih cantik.

Baru selesai direnovasi. Dengan gaya yang lebih moderen. Kesan shabby chic terasa hangat kala melihat sebagian interior yang terpampang dari jendela besar di bagian depan. Warna putih tulang mendominasi keselurahan tembok dan barang-barang yang ada di sana. Bunga-bunga tiruan berwana lembut terpampang di beberapa sudut, membuat toko terlihat Instagramable.

Tersenyum cerah, Arlan mulai melangkah lebih dekat menuju toko.

Sesaat, motor trail yang terparkir menjadi pusat perhatiannya. Mengintip dari jendela dengan lebih jelas, Arlan bisa melihat Anya bersama Deryl tengah mengerjakan sesuatu di laptop sembari asik mengobrol dan sesekali memakan camilan.

Tatapan laki-laki itu menajam, ia merasa tak suka jika Anya berdekatan dengan Deryl, entah kenapa. Mungkin hanya prasangkanya saja tapi, Arlan bisa merasakan gerak-gerik aneh dari Deryl.

Sepertinya, Deryl menyukai Anya.

Sungguh! Arlan tak suka saat harus memikirkan hal tersebut. Hati dan otaknya tak nyaman dan tak tenang. Ia merasa sangat takut jika pada akhirnya, seseorang akan merenggut Anya.

Secepat kilat, Arlan membuka pintu toko. Sembari menenggelamkan beberapa pikiran buruknya. Ia ke sini untuk melepas penat dan makan bersama sang istri.

“Mas, kok ke sini?” tanya Anya yang langsung berdiri, menyambut.

“Kamu lagi ngerjain tugas?” basa-basi Arlan sembari duduk di salah satu kursi tunggu.

Anya mengangguk. “Tugas akhir sebelum pindah ke semester enam.”

Arlan memperhatikan Anya yang membawa laptop dan duduk di sampingnya. Sesaat ia melirik ke arah Deryl yang kini memasang wajah gondok. Tak salah jika Arlan merasa sangat senang, ia merasa menang. Anya memilihnya, tentu saja. “Ngerjain tugas apa?”

“Akuntasi sektor publik.” Anya melirik bungkusan mewah yang tersimpan di atas meja. “Mas bawa apa?”

“Makan siang.”

“Mas ini udah jam tiga sore loh. Masa lo—kamu belum makan siang sih.” Anya tersenyum lebar dan kaku, hampir saja keceplosan lo-guean di hadapan Deryl.

“Saya sibuk, jadi lupa makan.”

“Galih enggak ngingetin?” Anya menyemprotkan handsinitizer pada meja, lalu mengelapnya dengan tisu dan mengeluarkan makanan yang Arlan bawa. Ternyata Arlan membawa dua set kotak makan berisi steak, yang dilengkapi dengan kentang goreng, baby tomato, asparagus dan saus. “Kok dua?”

“Keinget kalau kamu suka makan, jadi saya bawa dua. Maaf sebelumnya, saya enggak tahu kalau ada Deryl di sini.”

Deryl mengangguk. “Enggak apa-apa Pak, dilanjut makan aja. Saya di sini mau numpang ngerjain tugas kok.”

“Kalau lo mau, lo bisa gabung kok Ryl.” Anya menyemprotkan tangannya dengan handsanitaizer lagi, mengelap garpu dan pisau yang ada di dalam paper bag.

“Enggak perlu Nya. Gue enggak laper kok, lagian kan, tadi udah dari warmindo.”

Anya mengangguk. “Kalau gue mah, kan perut karung. Jadi bisa nampung apa aja. Syukur deh, kalau lo enggak mau.”

A MARRIAGE PROPOSAL (END)Where stories live. Discover now