Chapter~18 @

572 74 5
                                    

Satu minggu setelah kepergian Jimin, Taehyung baru bisa mendapatkan penjelasan tentang alasan yang sebenarnya, itu pun juga Taehyung harus drama dulu.

Taehyung mogok tidak mau sekolah dengan alasan hampa tanpa ada Jimin. Meskipun Taehyung harus rela menanggung konsekuensi jika dirinya tidak bisa bertemu dengan Jungkook. Tapi demi mendapatkan kejelasan dari Jimin, Taehyung rela mengorbankan Jungkook untuk sementara.

Jimin ke pergok orang tuanya menyimpan obat-obatan keras, bahkan ada yang mengandung narkoba meski dalam dosis kecil, tapi tetap saja obat terlarang itu bisa membuat orang yang memakainya menjadi ketergantungan.

Pemeriksaan darah pun dilakukan oleh tuan Park dan menunjukkan hasil jika Jimin memang positive mengkonsumsi obat-obatan itu. Tapi entah kenapa hati Taehyung masih belum bisa menerima semua kenyataan itu.

Jimin-nya bukan orang yang seperti itu, benar memang Jimin suka menyesap nikotin tapi itu pun tidak sering. Dan untuk obat-obatan Taehyung merasa yakin, pasti ada yang disembunyikan Jimin dari dia.

Jadi intinya, setelah drama mogok sekolah pun. Semuanya tetap percuma. Taehyung masih juga tidak percaya dengan penjelasan Jimin, dan Jimin makin setres dibuatnya.

Padahal apa yang dikatakan Jimin itu semua benar adanya. Terbukti dari Jimin yang sekarang sedang kesusahan di Jepang, karena ia harus menjalani rehabilitasi terlebih dahulu, sebelum melanjutkan belajarnya. Itu pun juga kalau Jimin sudah punya bekal bahasa yang cukup.

Singkat cerita, apapun yang menjadi pilihan Jimin, Taehyung tetap akan menjadi adik tingkatnya Taehyung.

.
.
.

Usai sudah masa cuti Taehyung. Sebenarnya ini bukan hanya tentang perkera merajuk pada Jimin, tapi juga rasa sakit yang sedang dirasakan oleh Taehyung. Nyaris 2 hari Taehyung tidak dapat bangun dari tempat tidur. Dirinya pun juga mengalami demam ringan. Appa dan eomma Kim juga tak bisa berbuat banyak, Taehyung menolak semua tawaran pengobatan, dan hanya mau meminum vitamin.

Sesakit itukah di perawani ohhh....

Kini sudah saatnya Taehyung kembali ke sekolah, dan pemandangan pertama yang ia dapatkan ketika menginjak lantai kelasnya adalah Lex yang tersenyum pongah ke arahnya.

"Selamat, kamu sendiri." Kata Lex sembari menepuk pundak Taehyung dan lalu pergi meninggalkan Taehyung yang masih berdiri di ambang pintu.

Setres, satu kata yang pantas untuk diberikan pada Lex. Tapi tidak sekarang. Taehyung tidak mau mencari ribut dengan siapapun saat ini. Tenaga dan mood nya tak cukup untuk menopang hidupnya.

Taehyung mendengus malas, ia bahkan sudah tidak punya cukup tenaga untuk menyeret langkahnya. Tentang hampa tanpa adanya Jimin di sekolah, itu memang benar adanya. Meski masih ada Sarah yang selalu setia berada di sisi Taehyung, tapi itu justru buruk bagi pertumbuhan emosi Taehyung.

Hingga pagi ini pun, dan entah sudah pagi yang keberapa kalinya, Taehyung mengabaikan sepupunya yang tak ber dosa itu, yang sedari tadi sudah mengekor di belakangnya. Selama Taehyung tidak masuk sekolah, Sarah selalu datang menjenguknya setiap pulang sekolah, tapi Taehyung tidak pernah mau menbukakan pintu kamarnya.

Taehyung pergi menuju ke kelas Jungkook. Ada setitik rindu yang ingin Taehyung serukan. Dan segumpal amarah yang ingin Taehyung lemparkan. Setelah hari itu, Jungkook sama sekali tidak ada menghubunginya. Dan sampai detik ini, Taehyung masih meyakinkan hati, dan pikirannya. Semoga Jungkook tidak sedang mengerjainya.

Terakhir kali Taehyung bertemu dengan Jungkook ya pas ena-ena di rumahnya waktu itu, yang berarti sudah satu minggu Taehyung tidak bertemu dengan Jungkook lagi.

Salah sendiri pake mogok tidak mau sekolah, akhirnya sekarang Taehyung yang merugi. Merindu Jungkook setengah mati.

Taehyung terlihat celingukan di depan pintu kelas Jungkook dan berakhir mendapat pukulan pada punggungnya hingga Taehyung mengaduh dan sang pelaku yang kini menatapnya dengan senyumannya yang meringis.

Siapa yang memukul dan siapa sekarang yang merasakan sakit. Sarah mengibaskan tangannya yang terasa panas dan pedas setelah memukul punggung Taehyung.

"Jungkook sudah tidak sekolah di sini lagi Tae... Dia sudah pindah tiga hari yang lalu." Tutur Sarah dengan mimik muka acaknya, antara sedih karena Taehyung terlihat kecewa, atau marah karena Taehyung yang terus mengabaikannya selama seminggu ini dan yang paling parah adalah pagi tadi. Padahal niat Sarah itu baik, Sarah ingin mrmberitahukan perihal kepindahan sekolah Jungkook.

"Wah... bercandamu itu tidak lucu Sarah. Kita bisa bersaing dengan adil jika kau masih tak bisa merelakan Jungkook."

Sarah sudah siap melayangkan pukulannya lagi, tangannya bahkan sudah diangkat tinggi-tinggi ke atas. Namun setelah beberapa detik terlewat dan Taehyung sudah siap mendapatkan pukulan, elusan lembut ternyata yang ia rasakan di kepalanya.

"Aku sudah berjanji pada Jungkook, untuk tidak memukulmu Tae~ dan untuk yang tadi pagi itu aku hanya khilap saja." Sarah terlihat tak seperti biasanya. Wajahnya benar-benar tampak sedih. Dan Taehyung berharap jika kali ini sepupunya itu masih seperti biasanya. Random dan aneh.

Namun sepertinya Taehyung harus menelan kecewa. Teman sekelas Jungkook yang melihat Taehyung dan Sarah berdiri di depan kelas lalu menghampiri mereka. Sungjae namanya, si kapten basket di sekolah. Dan Sungjae lah yang mengajari Jungkook bermain basket selama ini.

"Berapa kali sudah kubilang Sarah... lupakan Jungkook. Ada aku di sini yang siap memberikan kebahagiaan dan kesenangan untukmu." Mata Sungjae mengerling genit, dan Sarah tak bisa untuk tidak memukuli Sungjae main-main.

"Sudah berapa kali kamu membual pagi ini playboy cap kucing sialan!" Maki Sarah yang justru malah membuat Sungjae semakin gemas.

Taehyung masih ada di sana. Berdiri bodoh di antara dua orang yang sedang saling beradu argument tidak jelas. Dan di tengah-tengah obrolan Sarah dan Sungjae, dapat Taehyung tangkap satu point yang sebenarnya ingin sekali Taehyung menyangkalnya.

Jungkook benar-benar pindah sekolah tanpa mengabarinya. Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Taehyung ingin menjerit dan membakar sekolah ini karena saking sakit harinya.

"Dasar bodoh! Dasar tolol, idiot! MATI SAJA KAU JEON!!"

Taehyung berlari, membawa derai air matanya pergi ke rooftop. Meninggalkan Sarah dan Sungjae yang masih tampak betah bercanda dan lalu bertengkar. Jadi seperti ini rasanya dicampakkan. Hati seperti dicabik-cabik. Sakit yang Tuhan...

.
.
.

Dan bukan hanya ada Taehyung saja yang merasakan bagaimana rasanya kehilangan. Jungkook di tempat lain juga masih belum bisa menyesuaikan dirinya. Padahal tempat ini bukanlah tempat asing untuk dirinya. Jungkook dilahirkan di Korea, tapi ia tumbuh besar di China. Dan sekarang Jungkook sedang berada di negeri bambu. Entah sampai kapan dirinya akan menetap di sana, yang pasti rasanya hari-hari Jungkook berlalu begitu berat dan panjang.

"Telpon saja... jangan sampai kau menyesal di kemudian hari karena miskomunikasi."

Jungkook menoleh ke sumber suara. Pemuda cantik dengan memakai jepit pita di sebelah kanan tengah tersenyum manis padanya. Pemuda itu adalah teman pertama yang Jungkook dapatkan setelah ke pindahannya.

"Tidak! Sepertinya aku lebih nyaman seperti sekarang ini. Akan ada banyak yang harus aku jelaskan jika sampai aku menghubunginya. Dan lebih buruknya lagi, aku takut tak bisa mengontrol diriku jika mendengar suaranya." Jungkook menunduk sendu menatap foto Taehyung yang tersimpan di memory ponselnya. Gambar yang begitu sangat manis sekali.

"Terserah kamu saja Jungkook.... tapi aku ingatkan padamu. Godaan di luar sana itu banyak sekali. Dan yang namanya godaan, itu sudah pasti menggiurkan."

Jungkook tak bisa berhenti tersenyum. Jungkook akui pemuda yang sedang berdiri di depannya itu memang lucu dan manis. Sifatnya yang humble, membuat dia mudah dan cepat mendapatkan teman. Contohnya Jungkook yang terkesan dingin. Dengan mudah, Jungkook pun bisa langsung akrab dengannya.

.
.

Bersambung~

Publish ulang~

Taiwan, 11_ Mei_ 2024

D.O.P [[ KookV ]]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن