Chapter~19 @

520 76 1
                                    

Akhirnya setelah berperang batin, Sarah memutuskan untuk ikut bersedih dengan sepupu tampannya itu. Sarah meraih pergelangan Taehyung dan mengelusnya, Taehyung cukup tersentuh dan tak menyangka sepupu absurdnya bisa menghiburnya dengan cara yang manis.

Sarah terus memberikan semangat pada Taehyung dan mengatakan bahwa masih ada dirinya di sisinya, jadi jangan sedih. Dan itu memang jujur dan tulus. Seperti apapun keanehan Sarah, Taehyung tetaplah saudaranya, apalagi sekarang Yoongi juga sudah tidak ada lagi di Korea.

Kenapa semua orang jadi gemar pergi meninggalkan Taehyung. Jika tahu akan begini, maka Taehyung tak akan mau menerima tawaran Jungkook yang mengajaknya untuk bertanding basket.

Dan kini tiga bulan sudah terlewat tanpa terasa. Tiga bulan yang benar-benar terasa mencekik diri Taehyung. Pertama kalinya ia mengalami jatuh cinta. Dan pertama kalinya pula Taehyung mengalami patah hati. Sejahat itu dunia padanya.

Dan dalam kurun waktu tiga bulan ini, Sarah sama sekali tidak dak pernah menganggu Taehyung atau menjahilinya lagi. Bahkan apapun yang diminta dan diperintahkan oleh Taehyung Sarah selalu menurutinya.

Sarah benar-benar membuktikan pada Taehyung, bahwa dirinya akan selalu berada di sisinya dan menjaganya. Menjadi pengganti semua orang yang pergi meninggalkan Taehyung, terutama Jimin.

Karena hanya Jimin yang bisa mengimbangi ke anehan Taehyung selama ini, maka tahap awal yang harus dilakukan Sarah juga ia harus bisa mengimbangi ke anehan Taehyung dengan cara~ kalau Taehyung lagi meng aneh~ maka Sarah akan menganteng dan tenang.

Lalu di saat Taehyung tahu apa itu cinta, dan merasakan kebahagiaan yang seperti itu untuk pertama kalinya bersama Jungkook, ternyata Jungkook pun juga ikut pergi beberapa hari setelah kepergian Jimin. Kan asem~ pekerjaan Sarah jadi double.

Jungkook pergi bukan karena tanpa alasan. Tapi tidak untuk sekarang bagi Jungkook untuk menjelaskan semuanya. Ini terlalu rumit untuk dimengerti remaja sma seperti Taehyung.

Sepertinya Taehyung memang sudah saatnya menjadi murid yang taat dengan semua aturan sekolah. Setidaknya jika tak bisa memperbaiki nilainya, Taehyung bisa memperbaiki daftar kehadirannya. Tanpa adanya Jimin, Taehyung nyaris menjadi murid yang pendiam.

Serentetan drama dalam hidupnya di penghujung tahun sekolahnya, menegaskan Taehyung bahwa cinta tak hanya membawa suka. Tapi cinta juga bisa membawa luka dan duka.

Sarah dan Taehyung duduk di bangku sekolah yang menghadap pada arena lapangan basket. Teringat kembali bagaimana Taehyung bertanding basket dan meminta untuk bisa serakah.

Ingin mendapatkan semuanya, tapi malah berakhir semuanya.

Taehyung menyederkan kepalanya pada pundak Sarah yang sekarang duduk di sebelahnya dan Sarah pun menempelkan kepalanya pada kepala Taehyung.

Hanya ada Sarah yang masih menemaninya ketika sedih dan bahagia. Tapi sungguh Taehyung rindu Sarah yang dulu. Taehyung seperti kehilangan sesuatu dari Sarah.

Sarah yang selalu bertengkar dengannya, Sarah yang selalu buat ulah dan masalah, tapi tetap saja Taehyung menyayanginya.

"Tae..., mari kita jadi dewasa bersama, aku tak mau dewasa sendiri."

Taehyung hanya mengangguk dan saling menggenggam tangan.
Perasaan hangat antar sepupu.

Menikmati hari terakhir mereka di sekolah menengah atas sebelum melanjutkan ke universitas.

.
.
.

Jungkook tampak gusar dan kesal. Harusnya hari ini ia berada di Korea. Tujuan Jungkook pulang ke Korea tentu bukannya untuk piknik atau pun untuk bersenang-senang lainnya. Jungkook tahu ada pekerjaan yang harus ia selesaikan di sana. Tapi setidaknya Jungkook bisa menyempatkan waktu untuk bertemu dengan Taehyung.

"Ayah... aku bisa selesaikan pekerjaan yang di Korea. Percayalah padaku." Jungkook tak mungkin mengatakan pada ayahnya secara terang-terangan jika dirinya ingin menemui Taehyung di sana. Jungkook sadar akan situasi yang sedang dihadapi oleh keluarganya. Karena itu selama ini Jungkook selalu patuh dengan semua yang diperintahkan oleh ayahnya.

Tuan Jeon tampak sibuk dengan setumpuk dokumet yang ada di atas meja kerjanya. Memeriksa satu persatun laporan keuangan tahunannya dan berbagai anak perusahaan yang sudah keluarga Jeon kembangkan secara turun menurun.

"Tidak Jungkook... di Korea sudah ada orang yang menangani semua pekerjaan. Ayah butuh kamu di sini. Dan ayah tidak mau mendengarkan bantahan apapun darimu."

Jungkook hanya bisa tersenyum pilu di tempat duduknya. Merasa sakit hati dan kurang terima dengan apa yang baru saja diucapkan oleh ayahnya barusan.

"Kapan Jungkook pernah membantah ayah." Entahlah, ucapan itu terlontar begitu saja dari mulut Jungkook antara sadar dan tidak sadar.

Tuan Jeon lalu mendongak. Mengalihkan atensinya dari lembaran-lembaran kertas di hadapannya dan lalu menatap tajam ke arah puteranya.

"Jangan kau pikir ayah tidak tahu dengan semua yang kamu lakukan selama di Korea."

Mendengarnya, Jungkook sontak menatap tajam ke arah ayahnya. "Berhenti memata mataiku ayah. Aku bukan Seokjin hyung yang lemah. Aku Jungkook... yang sudah biasa ditempa sejak masih kecil." Seluruh urat Jungkook menegang, dan itu berefek buruk pada tuan Jeon.

Tak lama setelah itu tuan Jeon menekan panggilan dan dua bodyguard masuk.

"Antarkan anak ini pulang. Pastikan dia pulang selamat sampai di rumah."

Emosi Jungkook semakin menjadi ketika dua orang bodyguard menyentuh lengannya. "Aku bisa berdiri sendiri. Dan aku juga akan pulang sendiri. Kalian cukup membuntutiku seperti biasa. Bukankah untuk itu kalian digaji?!"

Setelah mengatakan hal itu Jungkook langsung ke luar dari dalam ruang kerja ayahnya. Dan benar saja, dua bodyguard itu mengikutinya kemanapun Jungkook membawa laju motornya.


.
.
.

Bersambung~

Taiwan, 12_ Mei_ 2024

D.O.P [[ KookV ]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang