🗡️20. Kejanggalan Lainnya

347 42 5
                                    


Malvia menunggu di luar, seperti ucapannya. Kepalanya menunduk memberikan hormat kala kami keluar. Hormatnya tidak ditujukan padaku, tapi pengajar di sebelahku.

"Halo nona Malvia,"

Malvia mengangkat kepala dan senyum terbit di bibirnya. "Halo Bu Gey. Hari ini langitnya cerah, bukan?"

"Benar," sahut Bu Gey. Oh akhirnya aku tau namanya. "Aku hanya mengantar nona Elis. Kau menunggunya?"

"Benar, Bu. Kami berniat ke asrama setelah ini,"

"Rencana bagus. Nona Elis memang membutuhkannya. Sebuah istirahat," kata beliau lalu berbalik. Ia masih pamit sebelum melangkah pergi. "Aku permisi."

"Hati-hati di jalan Bu."

Aku menarik nafas panjang selepas kepergian Bu Gey. Malvia mendekat dan pundak-ku ditepuk pelan. "Sepertinya berjalan buruk ya," ucapnya.

Meski aku tau Malvia sudah tau sebagian atau semua kisahnya karena membaca pikiranku-dia selalu melakukannya tanpa ijin-aku tetap bercerita. Kuawali dengan wajah lesu dan kami berjalan pelan.

Cerita mengalir dari bibirku dan Malvia menunjukkan ekspresi yang seluruhnya dibuat-buat. Sudah kuduga dia sudah membaca pikiranku. Tapi pada bagian aku menceritakan Bu Gey menolongku, dia terkejut. Kali ini ekspresi kagetnya murni.

"Bu Gey menolongmu? Sungguh?"

"Sungguh," kataku.

"Itu sangat mengejutkan," Kami melewati ruang kelas musik.

"Bu Gey wanita galak. Eh... Bukan sih. Dia tuh punya aura seperti Jangan dekati aku! begitu. Bahkan senior-senior saja segan padanya. Dia juga guru senior disini. Mungkin karena dia satu-satunya guru resmi."

Aku menatapnya.

"Maksudku, Aelivory kan dibimbing oleh murid tahun ke lima. Semua sistem operasinya juga dijalankan oleh murid tahun kelima. Itu adalah tradisi yang dijalankan ketika vinicius muda mencapai tahun ke lima."

Selanjutnya kami berbelok ke kiri dan menuruni tangga.

"Tapi Bu Gey berbeda. Dia tuh, dah sepuh. Dia kan Wakil kepala sekolah juga," lanjut Malvia menjelaskan. "Seringnya yang bahkan bisa dibilang selalu, Bu Gey itu cuek dengan urusan murid. Heran sekali kenapa dia malah peduli padamu. "

Kalau yang dikatakan Malvia benar, maka itu hal yang aneh. Orang baik bila ada kemauannya apa Bu Gey juga begitu?

"Jadi itu hal baik atau buruk?" tanyaku.

"Aku tidak bisa memastikannya," sahut Malvia. "Itu bisa hal baik atau buruk. Baik bila ibu Gey menolongmu karena menganggapmu murid menarik. Tapi buruk kalau dia mendekatimu dengan satu tujuan."

Benar-benar deh, Malvia peka sekali. Ehh, tapi tidak. Dia tidak peka. Malvia kan bisa membaca pikiranku. Dasar.

Kami berpisah karena Malvia mendadak mengatakan ada urusan. Aku mengangguk tak acuh.

Aku memasuki sebuah koridor panjang. Berjalan tegas di bawah lampu remang-remang koridor. Hening pun dipecahkan langkah kaki yang berderap menggema. Sesekali aku menoleh ke kiri, lalu mengagumi jejeran patung tokoh-tokoh terkemuka. Sesekali pula menoleh ke kanan, memandangi laut terbentang luas dari balik kaca-kaca patri.

 Sesekali pula menoleh ke kanan, memandangi laut terbentang luas dari balik kaca-kaca patri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ELIS MAXWELL : Turnamen LetopeiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang