(29) Aku membenci mu

58.6K 7.6K 2.3K
                                    

سْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Hallo! Apa kabar?

Kangen SamHin?

Komen setiap paragraf yaa.


Berarti entar malem ga jadi up, kan udah. Soalnya tarawih. Selamat puasa bagi yang menjalankan!

Selamat membaca!

🌊🌊🌊
—SamHin.


Petir di luar menyambar semakin keras di kelabu malam, membuat Hindia tidak bisa tidur ketika mendengarnya.

Bayangkan saja suara sambaran petir dari atas langit yang terdengar layaknya sebuah petasan mercon. Menyeramkan sekali. Hujan angin membuat kaca jendela terketuk-ketuk oleh dahan ranting atau pun partikel debu yang berterbangan.

Selepas kejadian kardus itu― mereka menjadi benar-benar canggung. Baru kali itu Samudra memegangnya. Tidak usah dibayangkan seperti apa jadinya.

Tenang saja. Hindia masih segel.

"Tuan." Panggil Hindia namun tak mendapat respon apapun. Rona merah menyerang.

 "Tuan." Panggilnya lagi, berharap ada sebuah respon yang baik dari sang suami.

"Hm?" Samudra menggeliat, mengusap matanya namun masih dalam posisi telentang. Ia tidur namun tidak tidur. Paham?

"Kau takut dengan suara itu?" tanya Samudra pada gadis yang ada di sofa. Pria itu terduduk, lalu menerangkan cahaya lampu.

Wajahnya lesu secara dibuat-buat. Rambut berantakan. Samudra mengusap dada bidangnya. Gatal. Padahal tidak ada nyamuk.

"Lho? Kenapa tubuhmu tertutup selimut? Cemen sekali!" Samudra tersenyum smirk ketika melihat tubuh sang istri sudah di balut oleh selimut tebal.

Kalau menurut Hindia― selimut itu layaknya sebuah tameng bagi tubuhnya.

Dulu Hindia kalau tidur harus di kelilingi bantal. Rasanya menjadi aman dan nyaman. Apa lagi ditambah selimut. Itu terlihat nyaman sekali. Sungguh!

Apa lagi di cuaca tengah hujan tanpa petir, ruagan gelap, dan banyak sekali bantal yang mengelilingi. Nyaman sekali!

"Dingin." Ucap Hindia membuat Samudra memutar kedua bola matanya malas.

"Bilang aja kau takut kan? Kau mau tidur di sebelah ku kan? Cih—jangan harap." Samudra kembali meredupkan lampu, menjatuhkan tubuhnya kembali pada kasur berukuran king size.

Pede sekali pria itu. Padahal Hindia tidak memiliki pikiran ke sana. Samudra tidak kedinginan kah? Padahal diluar hujan. Dan di sini dia masih bertelanjang dada.

"Engga tuan. AC nya benar-benar dingin." Gumam Hindia namun dapat di dengar oleh Samudra. Pria itu mengambil remot AC lalu menaikan volume AC supaya tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas.

Seimbang.

"Sudah, tidurlah dengan nyenyak." Pria itu memejamkan kedua bola matanya secara paksa, namun tak kunjung terpejam karena memang tak bisa. Sulit sekali mencoba untuk tidur.

Masih terngiang-ngiang soal pemberian Haider. Samudra tak tau siapa yang meletakannya. Tuduhan pertama ia jatuhkan pada Haider. Kedua Kastara.

Tapi ramuan itu ... sudah masuk ke dalam tubuhnya.

Hindia mengambil kerudung pendeknya, berjalan ke arah pintu keluar kamar.

"Hindia-Hindia-Hindiaaa!" langkah kaki itu terhenti.

Samudra Hindia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang