ayang, ini part tiga

254 116 107
                                    

3. Toxic Relationship

Kenalin dulu sikapnya. Baru, taktik balas dendam ke dia. Kalo nggak kenal maka tak cantik cara mainnya.

•••mysterious friendgame•••

Teruntuk hati apa kabar? Jawabannya sehat tapi... sakit. Dan teruntuk otak baik-baik aja, ‘kan? Nggak. Dia sedang kacau Bi. Kamu pasti mengerti kedua organ itu perlu diobati? Nggak usah sok tidak pernah mengenalinya, cek kerumah sakit kek, biar dikasih obat supaya agak reda. Mereka, harus cepat ditindak lanjuti sebelum kamu dibuatnya kurang waras.

Alias gila!

Aku menarik nafas. Terkadang, seseorang butuh orang lainnya untuk mengungkapkan ekspresi dirinya lewat kata-kata. Lebih gampang dikenal dengan sebutan curhat.

Terus diberi solusi atas masalah yang dihadapi supaya agak lega. Namun kata-kata itu, nggak berlaku untuk aku sama sekali hari ini! Aku dari tadi nangis pandang arah sana—pandang arah sini, tapi... you know lah ini cowok emang bener-bener nggak peka atau gimana sih? Peluk kek?

Aku nggak habis pikir.

Tangisan aku semakin kesini semakin menjadi-jadi. Nggak ada niatan sama sekali si Dimas ini untuk bergerak menenangkan diriku yang merasa tersakiti. Dia diem aja planga-plongo. Nggak tau lagi berapa tisu berada (diruang tamu; dengan kami duduk di sofa) di berhamburan di mana-mana. Aku mengusap wajah kasar dan diakhiri menagkup wajah pake kedua tangan agar kedap suara.

“Puang aja o Mas ak una!”

“Hah? Una? Una siapa? Tiktoker?”

“Iiiih, biiin au kesel aja lo!”

Dimas menghela nafas berat.

“Bi!” panggilnya gemas.

Aku lebih baik memilih nangis daripada ngerespon ucapan Dimas.

Dia berdecak, “Nyampe kapan sih lo kayak gini ha?”

Emosi aku dengernya. Dengan sesenggukan aku menjawab, “Lo nggak akan, haaaa... pernah ngerti Mas!”  Aku melihat Dimas, “suruh siapa lo nonton gue di sini? Gue nggak ada nyuruh buat ditemenin!”

Dimas meraup muka, “Kalo nggak ditemenin yang ada lo bunuh diri Febi. Tadi siapa yang sok berani cuekin Dirga terus bilang. Mas ayok pulang, gue nggak tahan. Eh, untung ada gue detik itu dan juga jadi tujuan lo disaat-saat butuh.”

Aku meneguk ludah. Conggor Dimas ini minta di bantai apa? “Pulang lo!”

Nggak tau orang lagi begini Dimas masang muka jahilnya. Tambah mau nangis aja rasanya. “Idih sensi.” Dia nyengir, “kalo gue pulang, siapa beri lo makan Bi? Apalagi kondisi lo kayak gini. Udah dong nangis terus lo. Mubazir air mata nangis in orang kayak Dirga tuh ibarat lo membuang air mata sia-sia.”

“Biarin!”

“Dih di omongin orang ngeyel lo Bi.”

“Dimas... ” Kok makin ke sini makin lama Dimas tambah bikin orang naik tensi aja yah? “Pulang nggak lo. Benci gue sama lo! Titik.”

“Sekarang nyuruh pulang bentar lagi nelpon, Mas gue laper cari makan yuk, kelakuan siapa coba ha?”

Mata aku membulat bersamaan beberapa rintiknya jatuh tak terselamat. Niat sedih jadi emosi! “Eh gue bisa yah cari makan sendiri!”

“Dimana?”

“Ngapain juga lo harus tau! Emang nggak guna lo Dimas! Cuma bikin kesel orang, another level bikin naik tensi untung aja nggak mati.”

FriendgameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang