Fortepiano

351 45 39
                                    

16

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

16.

Jemari saling berpilin di pangkuan. Mata yang resah menyorot awas keluar jendela. Tak ada yang dapat dilihat kecuali batang-batang kurus pinus memagari jalanan selayaknya pion-pion catur.

Lee Yuta mengembuskan napas gusar sebelum berpaling kepada pria di depan.

"Apa masih jauh?" ia bertanya. "Apa sudah ada kabar?"

Sang pengemudi melirik lelaki di belakangnya dengan senyum lucu. Yuta hanya semakin resah karenanya. Menurut Yuta, senyum itu sangat tidak bersesuaian dengan situasi saat ini.

"Seperti yang sebelumnya saya bilang, Tuan sebaiknya tenang saja. Tapi ternyata Tuan Muda orang yang tidak sabaran, ya."

"Entahlah. Apa aku sebaiknya tersenyum dan bercanda ketika kita bahkan tidak tahu apa dia baik-baik saja?"

"Ups, maaf," pemuda itu cengengesan. "Pokoknya tenang saja karena bukit ini wilayah pribadi sehingga bisa dipastikan aman. Sementara dia itu ... ah, ini pasti orang yang sedang kita dibicarakan."

Lelaki berjaket kulit menerima panggilan masuk ke ponselnya dan membiarkan pengeras suara menyala. Sementara Yuta (yang tanpa sadar memajukan duduknya untuk dapat mendengar lebih jelas) membuat si pengemudi tersenyum semakin lebar.

"Yo, Dery," sapanya, "bisa langsung menelepon seperti ini, kuanggap kau berhasil menghindari patah tulang tangan kali ini."

"Untungnya kali ini cuma rusuk," jawab pria di seberang dengan enteng, tidak menahu bahwa perkataannya disambut Yuta dengan mata membola.

"Kerja bagus. Giselle akan segera menjemputmu jadi jangan ketiduran."

"Trims. Semoga dia ingat titipan pizaku. Perutku keroncongan, nih."

Telepon diakhiri tanpa keduanya perlu memberi salam, lalu dengan senyum kekanakan yang sama, pemuda itu menatap Yuta sekilas seolah berkata: 'aku-sudah-bilang-kan.'

.

Di sisi lain, rekannya berbaring menatap langit dengan kedua tangan terentang. Belukar tinggi tumbuh lebat di sekitar, berfungsi sama baiknya seperti kasur berkelambu yang menyembunyikan dirinya dari pengamatan siapa pun di jalanan.

Satu tangan pemuda itu naik untuk melepas masker dan topi lalu mengizinkan udara masuk ke paru-paru tanpa terhalang penyamaran lagi.

Dalam hening malam, ia menoleh pada pancaran cahaya oranye kemerahan dari mobil yang terbakar di bawah sana ... mengikuti pergerakan asap yang naik ke angkasa―dan kemudian memejamkan matanya dengan lega.

.

"Kalau soal menyetir dan penyelamatan diri ekstrem, Hendery belum ada yang menandingi," pengemudi itu berujar dengan gaya sedikit pamer. Ada kebanggaan dalam dirinya saat mengungkit kehebatan sang rekan. Barang kali, perasaan bangga itu muncul akibat pertemanan yang cukup dekat. "Aku pernah lihat langsung aksinya saat lompat dari mobil yang mengebut. Ekspresinya bahkan tidak takut sama sekali! Ah, tapi dia beruntung ada padang belukar itu di rute pulang Kim Doyoung-ssi sehingga kali ini pendaratannya lebih aman. Sekalian jadi tempat persembunyian juga."

Pandora's Legacy [ Jaeyu ]Where stories live. Discover now