Kardus Bekas

154 30 25
                                    

Langit masih gelap saat kongpob menyeret tubuh nya menuju tempat sampah di sebuah supermarket buah.

Dengan selimut dan bantal yang terikat di punggung nya, kongpob mulai pelan-pelan mengambil karton kardus bekas buah yang dibuang pihak supermarket.

Dia terlihat sangat cekatan, bagaimana tidak cekatan, jika lambat sedikit saja, dia akan tertinggal, karena yang mengambil kardus disana bukan hanya dia.

Meskipun punya kekurangan secara fisik, kongpob tidak lah lemah, dia mampu menghadapi banyak nya tangan yang berebut kardus bekas.

Setelah dirasa cukup, kongpob pun memilih meninggalkan tempat itu, dia hanya mengambil secukup nya saja karena Kongpob yakin pasti banyak orang juga butuh kardus bekas untuk dijual demi perut jadi dia selalu ambil secukup dia saja untuk dijual dan uang nya bisa dibelikan nasi bungkus jika cukup beruntung, atau hanya beberapa potong roti jika memang itu lah rejeki nya hari ini.

Kongpob adalah anak yang tau diri, sebelum di usir mama nya, kongpob selalu lakukan pekerjaan rumah sambil mengurus mama nya yang selalu mabuk.

Dari dia kecil, kongpob sudah terbiasa dengan jalanan, dia selalu mencari barang bekas untuk dijual, kadang uang nya diambil sang mama untuk mabuk dan kadang uang nya diambil para preman pasar tanpa sisa.

Tapi dia tidak pernah menyerah dan salahkan siapapun.

Meskipun tumbuh besar sendiri tanpa kasih sayang mama nya, dia adalah anak yang berbakti, dia sangat sayang pada mama nya, begitu sayang nya sampai saat diusir pun, kongpob masih sering perhatikan sang mama dari jauh.

Dia tau mama nya tidak pernah mencari nya, dia tau mama nya tidak akan pernah merasa kehilangan nya, tapi wanita itu satu-satunya keluarga yang dia miliki.

Dan suatu hari, wanita itu pun menghilang, dia tidak pernah terlihat lagi oleh kongpob, kata orang sekitar rumah mereka, mama kongpob sudah menikah lagi tapi ada yang juga bilang mama kongpob melarikan diri karena dikejar penagih hutang.

Kongpob hanya bisa menangis sendiri karena tidak bisa lagi bertemu sang mama, dia tidak pernah membenci wanita itu, hati kongpob tidak pernah hitam meskipun dia hidup di kegelapan malam.

Berbeda dengan kongpob.

Arthit, teman baru kongpob itu anak yang sangat berkecupan soal materi bahkan soal kasih sayang orangtua meskipun kasih sayang itu hanya sebentar dia rasakan.

Kedua orang tua nya meninggal di usianya yang ke 3 tahun, meninggal kan nya di bawah asuhan sang abang yang berbeda umur dengan nya 17 tahun.

Setau arthit, orang tua nya meninggal karena sakit, dia tidak pernah tau rahasia besar yang harus ditutup sang abang tentang kematian orang tua nya.

Arthit sebenarnya anak yang kesepian, dia selalu ditinggal oleh sang abang untuk urusan ini itu, dan sebagai anak kecil, tentu dia ingin punya teman.

Jadi suatu hari, arthit putuskan lari dari rumah dengan tinggalkan surat dan membuat panik seluruh penghuni rumah nya.

Sang abang yang panik takut terjadi sesuatu yang mengerikan pada adik nya, mencari arthit dengan membabi buta tidak perdulikan akal sehat.

Dan akal sehat abang nya kembali saat ternyata arthit ditemukan asik bermain bola di lapangan yang tidak jauh dari rumah mereka.

Ingin marah tapi sayang..itulah yang dirasakan sang abang.

Sejak itu, sang abang diam-diam menaruh pelacak gps di kalung yang selalu arthit pakai, dia bebaskan arthit mau lakukan apapun, biarlah urusan menyelidiki anak-anak yang arthit sebut teman itu menjadi urusan sang abang.

Rahasia Hati Where stories live. Discover now