08. Obrolan Malam Bersama El

201 57 74
                                    

Kehadiran seorang anak di tengah keluarga memang suatu anugrah yang sangat berharga. Semua pasangan bahkan begitu menantikannya, rela melakukan segala macam cara agar seorang malaikat kecil bisa hadir menghangatkan keluarga.

Bian mendengus ketika mengingat perkataan Kirana tentang betapa ia begitu dinantikan dalam kehidupan ayah dan bundanya. Kala itu, Kirana yang notabene adalah adik dari Hardianto sudah memiliki momongan. Sedangkan sang kakak dan Anita —istrinya— masih belum diberi kepercayaan.

Tiga tahun setelah kelahiran Azkiela, akhirnya Anita dinyatakan positif hamil. Namun, kondisi tubuhnya yang lemah membuatnya begitu banyak mengalami kesulitan dalam mengandung, apalagi ada dua jabang bayi yang tinggal dalam rahimnya.

Hari saat kelahiran itu tiba, hari ketika banyak dinanti oleh sebagian orang, Hardianto justru dihadapkan oleh dua pilihan. Dokter telah menjelaskan berbagai macam resiko yang akan terjadi nantinya setelah persalinan. Harus memilih antara sang ibu atau kedua anaknya. Namun, Anita tetap teguh pendirian untuk tetap melahirkan anaknya hingga ke dunia.

Tepat hari itulah, hari kelahiran kedua bayi yang ditunggu-tunggu dan diharapkan dengan kebahagiaan ternyata berubah menjadi pilu dan kehilangan. Anita menghembuskan napas terakhirnya setelah si bungsu lahir tujuh menit setelah sulungnya. Pendarahan hebat behasil merenggut nyawanya bahkan sebelum ia melihat kedua bayinya.

Bian kembali meneguk alkoholnya, mengingat betapa sakitnya perlakuan sang ayah pada dirinya. Memangnya siapa yang mau ditakdirkan seperti itu? Memangnya hanya ayahnya saja yang merasa kehilangan atas bundanya?

Entah karena ayahnya yang terlalu larut dalam kesedihan, atau mungkin memang sudah kehilangan akal sehatnya. Dua anaknya tak pernah ia sentuh sama sekali, tak pernah ia lihat sama sekali, sebab ketika melihat mata kedua anaknya, rasa dendam atas kehilangan sang istri tercinta semakin menyeruak.

Abian Rashaka

Febrian Arsyala

Dua bayi malang itu tidak mendapatkan kasih sayang yang semestinya dari sang ayah. Kasih sayang yang di gadang-gadang akan begitu berlimpah ternyata berubah menjadi kebencian tiada tara pada bayi tanpa dosa itu. Pada akhirnya, Abian diambil alih oleh Kirana agar bisa ia asuh dengan El, sedangkan Brian tinggal bersama nenek dan kakeknya.

Setengguk lagi alkohol ia minum hingga hawa panas terasa membakar tenggorokannya. Terdengar bunyi pintu apartemennya yang seperti dibanting keras oleh seseorang. Ah, tidak mungkin Jena pikirnya.

"Bian, Abian? Di mana lo, Dek?" Bian terkekeh saat mendengar suara El yang terdengar begitu khawatir.

Kirana mendapat telepon -saat makan malam- dari Riani, bahwa ada perselisihan antara Hardianto dengan Bian. Tanpa berpikir panjang, El langsung beranjak untuk mencari sang adik, karena ia yakin hal ini akan sangat berdampak untuk Bian.

El sampai di kamar Bian dengan pintu yang mengarah ke balkon terbuka lebar. Bisa El tebak bahwa Bian sekarang sedang berada di sana, jika tidak dengan rokok, maka tidak jauh dengan alkohol.

"Dek?" panggil El. Tak kaget saat melihat ada botol yang berada di dekatnya dan sebungkus rokok yang tergeletak begitu saja. "Lo ngapain gelosoran di situ? Masuk, gih! Di sini dingin, nanti lo mimisan lagi."

Bian terkekeh "Sini, Bang. Temenin Bian, ya!" Tangannya menepuk bagian lantai yang kosong.

El menurut saja, susah juga jika ia harus mengomel pada orang yang sedang dalam pengaruh alkohol. Namun, sebelumnya ia ambilkan jaket Bian agar tubuh ringkih itu tidak langsung diterpa tajamnya angin malam.

"Mami sama Papi khawatir tadi pas dapet telepon dari Tante Riani." Bian menoleh ke arah El. Berusaha memfokuskan pandangannya yang sedikit buram.

"Bang El juga sengaja ke sini karena khawatir sama Bian, ya?" tanya Bian begitu polos. Hati El mencelos saat mendengar Bian memanggilnya dengan sebutan 'Abang', karena jika seperti itu, maka Bian sedang benar-benar butuh sandaran.

Hello, Angel ✔Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora