16. Keluarga

155 41 90
                                    

Setiap keluarga mempunyai masalah masing-masing, baik masalah kecil maupun masalah besar. Namun, perlu dijadikan catatan bahwa suatu hal besar bisa terjadi akibat adanya hal-hal kecil yang disepelekan. Sehingga tanpa disadari, hal tersebut mengundang keretakan yang sulit diperbaiki.

Sebuah keluarga yang nampak harmonis pun tidak dapat menjamin kebahagian di dalamnya. Sebenarnya, mereka hanya sedang berusaha menutupinya, bahkan keluarga inti pun akan menganggap semua seakan baik-baik saja. Tidak ada rasa curiga, sebab selalu tertawa bersama.

Jena adalah puteri semata wayang yang begitu dimanjakan. Merayakan pesta ulang tahun dengan kedua orang tuanya, dinyanyikan lullaby sebelum tidur oleh mamanya, diajarkan bermain piano oleh papanya. Intinya, kehidupan keluarganya baik-baik saja.

Kecuali tentang sang papa yang selalu pulang larut dengan alasan pekerjaan.

Seingat Jena, mama dan papanya tidak pernah bertengkar hebat. Hanya beberapa kali beradu argumentasi tentang suatu hal, itu pun dapat teratasi dengan cepat. Namun, semuanya berubah hancur dalam satu malam.

Jena seolah dihantam batu besar saat kedua orang tuanya sepakat untuk bercerai.

Papanya yang baik hati ternyata memiliki rumah lain selain ia dan mamanya. Dan satu fakta lagi yang Jena dapatkan malam itu, selama ini kedua orang tuanya bertahan tanpa cinta. Hidup bersama hanya untuk masa depan Jena. Kedua orang tuanya dipersatukan dalam ikatan perjodohan di saat papanya sudah memiliki wanita lain.

Lebih parahnya, di saat sang mama berusaha menerima dan membuka hati untuk rumah tangganya, papanya justru masih memiliki hubungan terlarang dengan wanitanya yang terdahulu.

Perceraian dan pengkhiatan ini justru yang membuat Jena muda takut akan memulai sebuah hubungan yang normal untuk anak seusianya. Ia sempat berpikir bahwa semua laki-laki akan seperti ayahnya sehingga ia akan bersikap dingin pada teman laki-laki yang ingin dekat dengannya sebagai tameng dan perlindungan diri.

Itu semua adalah pikiran dangkalnya sebelum ia bertemu dengan sosok anak laki-laki bertubuh kurus yang tertidur di ruang musik. Sosok pertama yang membuat Jena membuang jauh-jauh pemikirannya karena perilaku konyolnya. Apalagi saat sosok itu berusaha keras untuk bisa mendapatkan hatinya dengan permainan piano amatir, tetapi mampu menyedot permainan Jena.

Mulai saat itu, Jena menaruh seluruh kepercayaannya pada Bian.

***

"Papamu minta ketemuan jam berapa, Na?" tanya Ratih di ambang pintu kamar Jena.

Jena yang sedang mengoleskan lipstik menoleh dan menjawab, "Jam tujuh katanya, Ma. Kenapa? Mau ikut?"

"Titip salam saja buat papamu," kata Ratih.

"Ah, padahal lucu kalo mama ketemu lagi sama Papa, nanti reunian."

"Hush ... Kamu ada-ada aja. Ya udah, cepetan dandannya! Nanti keburu malem." Ratih berlalu meninggalkan Jena di kamarnya.

Sudah menjadi agenda rutin pada akhir bulan adalah jadwal temu antara Jena dan papanya. Meskipun tali pernikahan Ratih dan Tanto sudah terlepas, tetapi hubungan darah Jena dan papanya tidak akan terhapus sampai kapan pun.

Ratih dan Tanto sepakat untuk tidak membatasi pertemuan anatara Jena dan Tanto. Di minggu terakhir setiap akhir bulan, Jena dan Tanto akan menyempatkan untuk saling bertemu, walaupun hanya sekadar bertukar kabar.

"Aku berangkat dulu ya, Ma." Jena mencium pipi kanan Ratih yang sedang fokus menonton sinetron kesayangannya.

"Nanti kalo pulang jangan lupa dikunci pintunya!"

Hello, Angel ✔Onde histórias criam vida. Descubra agora