Devrangga mendorong kursi roda Zizi menyusuri koridor rumah sakit. Di ikuti oleh beberapa perawat. Tubuh Zizi sangatlah lemas, begitu lemah. Ia baru saja telah melakukan kemoterapi, yang sangat menguras tenaga. Apalagi sekarang penyakitnya semakin parah, membuat daya tubuh nya kian melemah.
Sesampainya di depan kamar rawat, seorang suster membukakan pintu. Lalu Devrangga kembali mendorong sampai dalam. Dan berhenti tepat samping ranjang pesakit Zizi.
"Kuat berdiri dek?" tanya Devrangga.
Zizi hanya menggeleng lemah. Sungguh, hanya berbicara saja mulutnya terasa kelu.
"Want me to help, sir?" tawar sang perawat laki-laki. (Mau saya bantu, pak?)
Devrangga tersenyum, lalu menggeleng. "No need, just let me carry her." (Tidak usah, biar saya gendong saja)
Sang perawat mengangguk. Lalu saat Devrangga menggendong Zizi, sang perawat dengan cekatan membawa infus Zizi. Dan diletakkan di tiang infus, samping tempat tidur Zizi. Setelahnya, ia mengatur kecepatan infus, setelah selesai, ia berpamitan keluar. Di susul dengan suster yang lain.
Devrangga mengusap surai Zizi. Ia tatap putranya dengan tatapan sendu. Tubuhnya kian mengurus, sampai-sampai yang dulunya pipi Zizi gembul kini menirus. Tak pernah terbayangkan di benaknya, kalau Devrangga harus melewati masa-masa yang sangat sulit dan berat seperti ini. Yaitu melihat anaknya menderita karena sakit ganas.
"Dad," Zizi memanggil dengan suara sangat pelan, seperti bisikan.
"Apa hm?"
"Pu-sing." Lirihnya dengan mata terpejam. Dengan telaten, Devrangga memijat kepala Zizi. Semoga pijatannya dapat mengurangi sensasi sakit di kepala anaknya.
Zizi memaksakan membuka matanya yang terasa berat. Lalu mendongak menatap wajah sang Daddy. Ia merasa kasihan kepada Daddy nya. Pasti dia sangat lelah, dapat ia lihat dari kantung mata yang menghitam dan lumayan besar. Daddy nya pasti kurang beristirahat karena dirinya. Zizi jadi merasa tak ada guna menjadi seorang anak.
"Dad," panggilnya lagi.
"Maaf..." lanjutnya.
Kening Devrangga berkerut, "Buat?"
"Karena Zizi nyusahin Daddy."
"Udah menjadi kewajiban Daddy untuk merawat anaknya yang lagi sakit nak, lagi pula Daddy gak merasa di susahkan sama kamu tuh. Udah jangan mikir yang macam-macam, kamu fokus sama kesembuhan Zizi ya." Ujar Devrangga sembari tersenyum.
"Tapi Zizi gak yakin."
Devrangga meraih tangan Zizi, ia genggam erat tangan itu. "Harus yakin! Zizi harus yakin kalau bisa sembuh, ingat ada Abang sama Mama yang nunggu kamu di rumah."
Zizi tersenyum tipis sembari mengangguk.
"Kangen Abang," cicitnya.
"Makanya Zizi harus cepat sembuh, biar bisa ketemu Abang."
Elzio Argantara
Mata Faris berbinar saat membaca selembar surat di tangannya. Pagi yang cerah kini, kalah dengan mood hatinya yang terasa sangat cerah, setelah sekian lama ia merasa buram
"Yeyy libur sekolah yuhu~" Faris bersenandung ria. Setelah membaca surat dari sekolah, jika semua murid diliburkan karena guru ada rapat, membuat Faris begitu bergembira.
Arya tersenyum melihat sahabatnya bisa tersenyum kembali. Ia tepuk pundak Faris dengan pelan, lalu berkata "Susulin Zizi gih, mumpung ada sedikit waktu."
Faris mengangguk dengan senyuman yang terpatri manis di parasnya. "Gue gak sabar mau ketemu sama Zizi Ar." Katanya menjeda.
"Tapi gua juga takut...takut ngelihat Zizi kesakitan, saat penyakit itu datang. Gua gak tega, gua sakit setiap lihat dia kesakitan." Balasnya menunduk. Faris akan merasa sakit, setiap Zizi kesakitannya. Zizi adalah kelemahannya.
Arya mengusap punggung Faris, "Lo adalah orang yang di pilih oleh Allah buat menguatkan Zizi. Jadi—gue yakin kalau lo kuat. Lo harus kuat untuk Zizi, Ris."
Akhirnya Faris mengangguk, kata-kata Arya mampu membangkitkan semangat nya.
Faris memasuki area mansion dengan bersemangat. Senyumnya terus ia tampilkan di wajah tampannya. Ia sudah tidak sabar untuk memberitahukan kabar gembira kepada Kania, sang Mama. Jika ia bisa ikut ke Jerman untuk menjenguk adeknya.
Langkah Faris memelan, saat memasuki mansion. Ia mengernyit, Pandangan nya menyapu ke seluruh penjuru sudut mansion, sepi. Tumben sekali mansion nya sepi. Biasanya ada para maid berlalu lalang, begitu juga dengan para bodyguard. Tapi kemana mereka semua?
Perasaannya mendadak tidak enak. Ia berlari ke lantai dua, tepatnya ke kamar Mama. Faris mengikuti kata hatinya, yang mengatakan jika disana ada sesuatu. Segera saja ia melesat ke sana.
Tok...tok...tok
"Ma, Mama di dalam? Faris masuk ya," akhirnya Faris membuka pintu kamar Kania, saat tak mendapat jawaban dari dalam. Dan hatinya terus berkata jika ia harus masuk ke dalam. Ia memutar kenop pintu perlahan, lalu masuk ke dalam kamar sang Mama, dengan perasaan yang semakin tidak enak.
Faris membelalakkan matanya, saat melihat orang yang paling ia sayangi di dunia ini, terkapar tak berdaya. Dengan bersimbah darah.
"MAMA!"
TBC
Akhirnya aku kembali update lagi cerita ini. Maaf ya kalau nungguin nya lama. Yeee besok udah mulai puasa, kalian semangat puasanya ya.
Bye²
Jangan lupa vote dan komen ya 💚!
Kudus, 02 April 2022.

YOU ARE READING
My Everything
General Fiction(On Going) Kasih sayang daddy sepanjang masa. Baca aja yukk Plagiat dilarang dekat!! Picture : Pinterest Editing : me Published : 14/08/2021 Finish : - #2-jisung [9 November 2021]