Chapter 22

347 67 4
                                    

Gempa cukup bersabar ketika siang tadi penjaga kediaman Honesty Sayap Kanan menolak kedatangannya, memberi alasan jika Frost tidak bisa diganggu saat itu. Tapi jika sampai malam hari seperti ini Frost tidak muncul menemuinya juga, Gempa tidak bisa bersabar lagi.

Terhitung lebih dari delapan jam ia menunggu Frost datang, hanya untuk menemukan bahwa tidak ada kabar apapun dari Honesty Kanan. Apa yang dilakukan Frost sebenarnya? Kenapa ia tidak muncul?

Teringat kebiasaan Frost di masa lalu, Gempa mulai curiga, apa mungkin saat ini Frost sedang menyelinap keluar istana untuk berbuat onar?

Di antara para pangeran, memang hanya Frost lah yang dikenal sebagai pangeran paling nakal. Tentu saja, enam putra sang ratu juga bukan anak-anak yang patuh, tapi jika mereka berenam membuat keributan di dalam istana, maka Frost justru membuat keributan di luar istana.

Rakyat Elemental tidak pernah mengenal para pangeran sebelum mereka melakukan upacara kedewasaan di usia 18 tahun, tapi Frost berbeda. Sejak usia 12 tahun ia telah menyusup keluar istana, berpakaian seperti penduduk desa, berdebat dengan pedagang di pasar, berkelahi dengan preman di jalan, dan hal-hal yang memicu keributan lainnya. Rakyat di ibukota kekaisaran elemental sangat akrab dengan wajah Frost, walau tidak tahu statusnya sebagai pangeran.

Kaisar sering memberinya peringatan, tapi Frost tidak pernah peduli. Seperti apapun tingkat pengawasan tinggi yang diterapkan Kaisar, Frost akan selalu lolos dari pengawasannya. Hanya ketika ia dirantai di kamarnya lah ia tidak bisa meloloskan diri. Tapi, seorang pangeran yang dirantai, bukankah itu hanya akan menjatuhkan nama baik keluarga kekaisaran? Alhasil, Kaisar tidak memiliki cara untuk menghentikan kenakalan Frost.

Dengan kebiasaannya itu, sangat wajar jika malam ini ia menyelinap keluar dengan 'cara ajaibnya' yang entah bagaimana.

Tapi sekarang berbeda, bukankah sekarang Frost bukan lagi Frost dari masa lalu? Dia datang dari masa depan, sifatnya tidak lagi kekanakan. Bagaimana ia bisa meluangkan waktu untuk bersenang-senang di saat ia tahu satu tahun tiga bulan lagi adalah waktu untuk perang besar?

Kebingungan dengan pikirannya, Gempa mengacak rambutnya dengan kasar. Ia tidak suka keadaan ini di mana dirinya tidak memiliki tempat untuk membicarakan keluhan.

Di saat Gempa larut dalam kebingungan dan kekesalannya, suara ketukan pintu membuyarkan semuanya. Gempa segera terduduk di tempat tidur, menatap pintu dengan kening berkerut.

Siapa yang datang di malam hari seperti ini? Mungkinkah Frost? Tapi kemudian Gempa segera menggelengkan kepala. Tidak mungkin, dia sangat suka menyelinap, jalan masuknya adalah jendela, bukan pintu.

Jadi, siapa di balik pintu itu?

Tidak mendapat jawaban apa-apa jika hanya bertanya di dalam pikiran, Gempa segera beranjak untuk membukakan pintu. Seketika, wajah malas seseorang muncul dalam pandangannya.

"Ice?"

Dari sekian banyak orang, kenapa harus Ice?

"Bisa aku masuk, Kak Gempa?" Ice bertanya dengan nada santai, tapi penekanan di dalam kalimatnya tidak bisa diabaikan begitu saja.

Dengan kaku Gempa menganggukkan kepala, mengizinkan sang adik untuk masuk.

"Aku tidak tahu kau akan datang, apa aku perlu memanggil pelayan untuk menyiapkan teh?" setelah menutup pintu, Gempa buru-buru mendekati adik pemalasnya ini, melihat Ice yang menatap sekeliling ruangan dengan mata malas namun cermat. Sejenak Gempa merasa gugup, apa yang sedang dicari adiknya ini?

Ice sama sekali tidak menjawab pertanyaan basa-basi Gempa, ia langsung menaiki tempat tidur sang kakak dan membaringkan tubuhnya di sana. Selimut tebal ditarik hingga batas perut, sebelum kemudian matanya memejam dengan tenang.

The King (Revisi)Where stories live. Discover now