Chapter 33

301 52 4
                                    

"Kenapa tidak bisa?" Halilintar merasa keberatan. Frost dan Gempa itu, jika mereka benar-benar datang dari masa depan bersama dirinya, maka itu berarti kedua orang ini adalah orang-orang yang sangat ia percayai. Apa salahnya dengan mengungkapkan jalan rahasia pada mereka? Toh, ia yakin keduanya juga pasti tidak akan melakukan sesuatu yang merugikan, bukan?

Ochobot menjawab datar, "yang namanya rahasia, sejak kapan dapat diumbar begitu mudahnya?"

"Tapi aku mempercayai mereka!" Halilintar tetap kukuh pada pendiriannya.

"Apa hubungannya dengan percaya atau tidak?," Ochobot membalas sengit, mata kucingnya menyipit tajam, "jika nanti kamu menikah, apa kamu mau membagi istrimu dengan kedua adikmu itu hanya karena kamu percaya pada mereka?"

"Tentu saja itu beda!" Halilintar tidak habis pikir, kenapa membandingkan jalan rahasia dengan istri? Apa hubungannya coba?

Menyadari kekeraskepalaan Halilintar, Ochobot mendesah, "lupakan, bahas itu lain kali saja. Lagipula aku datang ke sini bukan untuk berdebat denganmu!"

"Lalu?"

"Kemarikan tanganmu!" Ochobot memberi isyarat agar Halilintar mengulurkan tangannya, yang segera dituruti oleh si remaja walaupun ia merasa bingung.

Kucing kuning-hitam itu menatap tangan kanan Halilintar yang terulur, lalu tiba-tiba cakar kaki kiri depannya terjulur menggores telapak tangan Halilintar bersamaan dengan ia yang menggigit kaki kanannya sendiri hingga berdarah. Sebelum Halilintar menjerit karena sakit dan terkejut, Ochobot lebih dulu menyatukan kaki depannya yang berdarah dengan telapak tangan Halilintar yang juga berdarah, seketika cahaya merah dan kuning keluar di antara kaki dan tangan dua makhluk berbeda jenis itu, merambat naik hingga akhirnya menyelimuti seluruh tubuh Halilintar dan Ochobot.

"Akh!" Halilintar tidak sempat bereaksi ketika cahaya itu tiba-tiba bergerak seolah menolaknya, menyebabkan ia terdorong ke belakang dan hampir jatuh dari tempat tidur, "Ochobot! Kau mau mati, hah?!"

Dihadapkan dengan Halilintar yang tampak begitu marah, Ochobot masih sangat tenang. Ia duduk dengan kedua kaki belakangnya, sedangkan bagian kaki depan kembali bertumpu di atas ranjang, "seperti yang kuduga."

Ketika melihat Ochobot yang begitu acuh, Halilintar semakin geram. Ia menerjang ke depan bersiap mencekik kucing kurang ajar itu, sayangnya, Ochobot jauh lebih siap. Ia melompat ke kepala ranjang hingga membuat Halilintar tersungkur, wajahnya membentur kayu tempat tidur, jika saja tangannya tidak segera berpegangan, maka kepalanya mungkin akan berakhir di lantai yang dingin.

"Ochoboot ..." semakin marahlah Halilintar menerima keadaan seperti itu. Ia bangkit sembari mengusap hidungnya, bagian itu adalah area paling menyakitkan seolah hampir patah. Jika benar-benar patah, Halilintar berjanji ia tidak akan pernah membiarkan Ochobot hidup dengan tenang.

"Sabar dulu, aku hanya sedang mencoba sesuatu," sebelum Halilintar melakukan tindakan impulsif lainnya, Ochobot akhirnya membuka suara. Ia memandang Halilintar yang masih meringis, hidung dan dahi remaja itu memerah, yang mungkin akan hilang dalam dua atau tiga hari ke depan. Mata violetnya menatap dengan marah, namun malah terlihat menyedihkan karena air mata yang mengumpul di sudut matanya. Orang ini, bagaimana Ochobot harus mendeskripsikannya? Bahkan sejak awal ia bertemu Halilintar, ia tidak pernah berpikir akan melihat penampilannya yang begitu ceroboh.

"Mencoba apa? Kau justru mencoba menyerangku!" Halilintar tidak tahu sinar apa yang menyerangnya, tapi ia yakin itu ada kaitannya dengan kucing jadi-jadian ini. Ah, ternyata benar, kucing sialan ini memang tidak memiliki maksud yang baik.

"Aku mengembalikan ikatan kontrak kita, harusnya bisa dilakukan dengan mudah walaupun kau belum membangkitkan elemenmu karena jiwa kita sudah terikat sebelumnya. Tapi ... ternyata memang benar traumamu menghalangi itu semua," sembari memandang Halilintar dengan serius, Ochobot merenung.

Trauma yang dimiliki Halilintar ini ... ia memiliki beberapa spekulasi dalam benaknya.

Halilintar justru kebingungan mendengar ucapan Ochobot, "kontrak? Membangkitkan elemen? Trauma? Apa maksudnya itu semua?"

"Kau benar-benar tidak ingat?" pandangan mata Ochobot semakin menajam ketika melihat raut kebingungan dari lawan bicaranya, jika terus seperti ini, apa gunanya Halilintar? Bahkan walau Ochobot maupun dua bersaudara Frost dan Gempa berusaha keras sekalipun, jika Halilintar sendiri tidak bisa kembali pada dirinya yang dulu, bagaimana mereka bisa mengatasi perang?

"Sudahlah, kita lanjutkan nanti saja," tanpa mengatakan kalimat apapun lagi, Ochobot melompat pergi melalui jendela kamar yang entah sejak kapan telah terbuka, membuat Halilintar termangu untuk sementara waktu.

"Kenapa dia pergi? Hei! Kau belum menjelaskan apapun padaku!" namun ketika ia mengejar dan sampai di depan jendela, hanya suara gemericik hujan yang terdengar.

Halilintar menggeram, matanya melotot seolah ingin keluar dari rongganya. Kenapa semuanya malah meninggalkan dirinya tanpa alasan yang jelas? Tadi Frost dan Gempa, lalu sekarang Ochobot. Nanti siapa lagi?

"Kau melewatkan jam malammu lagi?"

Ketika suara itu terdengar, Halilintar mendengus keras. Dengan malas ia berbalik, menatap seorang wanita muda yang sebenarnya tua tengah berdiri di ambang pintu kamarnya.

Baik, pengunjung selanjutnya, apakah dia juga akan pergi tanpa alasan?

.
.
.
.
.
.

TBC

The King (Revisi)Where stories live. Discover now