4. I got my baby back

1K 56 1
                                    

Flashback on

.

.

.

Jennie POV
Malam yang sama di Tulip's Bar.

Kembali lagi ke tempat ini, tempat yang sama dimana aku selalu berkutat bersama orang-orang asing yang wajahnya bahkan tidak aku kenali sekalipun.

Dulu tempat ini begitu dekat denganku, hingga suatu saat setelah pertemuan dengannya, kuputuskan untuk meninggalkan semua ini, dia yang menuntunku dengan tangan hangatnya menuju pada ketenaran yang lebih masiv dan bergelora.

Vodka di gelas sudah menunjukkan banyak pengurangan dari awal diletakkan diatas meja, kunaikkan kakiku sebelah dan menyandarkan punggung untuk menghilangkan penat hari ini.

"Kau tidak takut ada yang mengenalimu disini?"

Suara Irene membuatku menoleh ke arahnya, sahabatku. My partner of crime, hampir semua keburukanku dia tau. Hampir sama seperti Jisoo tapi yang ini agak beda. Katakan saja dia adalah kartu as ku, untungnya dia wanita yang baik, nice bitch.

"Apa aku pernah peduli dengan semua berita buruk tentangku?" Ucapku sembari menggerakkan kakiku kecil, menatap jauh ke lantai bawah, tempat yang lebih ramai daripada tempatku kini.

Debut modelku baru dimulai setahun lalu seseorang membawaku ke dalam mewahnya dunia permodelan. Membuatku lupa bagaimana
awalnya aku berjalan dalam gelapnya kehidupan di kota besar ini. Mengawali kehidupanku dengan kurang beruntung, tapi siapa yang peduli, sekarang aku disini. Bersama jajaran model papan atas di kota ini.

Yang lain pun sama, mereka bahkan lupa dengan sekedar namaku dimasa lalu, sekarang mereka mengenalku dengan Jennie, Jennie Kim.

"Sebentar lagi dia akan datang"

Mataku menatap Irene ketika ia menyelesaikan kalimat pendeknya, sebuah nafas berat berhasil lolos dari paru-paruku. Keraguan menyeruak dalam hatiku sebelum tadinya aku benar-benar bersemangat untuk hal ini, bertemu dengannya. Sungguh entah kemana perginya semangat itu saat Irene mengatakan dia akan datang, takut.

"Aku cuci tangan dulu"

Ucapku kemudian bergegas beranjak dari tempat ternyamanku saat ini, menuju tempat yang sebenarnya aku tidak tahu. Alasan klasik.

Irene mengangkat korneanya, melihatku dengan sedikit mulutnya menganga, jujur saja, dia terlihat cantik. Kubuang senyum tipis ke arahnya sebelum kakiku benar-benar membawaku menjauh dari tempatnya saat ini.

Dia, dia yang dimaksud Irene adalah orang yang setahun ini ingin aku temui, sangat ingin sampai aku mengingat lagi bagaimana tidak baiknya perpisahan kami. Tidak baik untuk dibicarakan lagi, bahkan hanya diingat saja pun aku tak mau.

Bukan aku, mungkin dia yang lebih tak mau mengingatku, kuperhatikan sekeliling, dan hanya ada orang-orang mabuk berkeliaran disekitarku.

Mereka berjalan asal dengan tubuh sempoyongan dan juga aroma alkohol yang begitu menohok penciumanku, jujur saja aku muak berada disini, tapi janjiku pada Irene untuk datang tak dapat kuingkari.

Sepuluh menit sudah aku berdiri bersandar di tembok dekat kamar mandi, mataku terasa lelah melihat manusia manusia yang tidak menarik sedari tadi berlalu lalang dihadapanku.

Helaan nafas beberapa kali berhasil meluncur dari paru-paruku. Tanganku sibuk mengotak-atik benda kotak yang sedari tadi menemaniku menghilangkan kepenatan.

Mataku jatuh pada sebuah pemandangan yang bisa membuat jantungku derdegup kencang, gigiku mengulum bibir bawah memperhatikan seseorang yang baru saja datang dan bergabung bersama Irene.

Kusimpan sudah ponsel ditanganku, mereka terlihat mengobrol, korneaku benar-benar seakan enggan berpindah dari seseorang yang baru saja datang itu.

"Oh shit!"

Dia mendekat ke arahku, tidak! tidak mungkin! segera ku berlari kecil bersembunyi dibalik tembok di sebelahku.

Ah ternyata dia ke kamar mandi, wait! apa dia melihatku? kurasa tidak, tubuhku berada dibalik tembok ini, juga penerangan minim tidak mungkin membuatnya menemukanku dengan mudah. Sial! tapi aku ingin menemuinya.

Tak berfikir panjang, kutarik asal seorang pria jangkung didekatku yang terlihat begitu mabuk. Ia sedang berciuman dengan seorang wanita sexy yang jelas mereka bukan sepasang kekasih, entah apa yang diminum si bodoh ini hingga keadaannya sangat berantakan. Ah persetan saja, aku hanya ingin atensinya, Lalisa awas saja kalau kau berani mengacuhkanku.

Pria bau ini akhirnya mengangkangiku, walaupun sedang mabuk, ia bisa dengan kuat mengangkatku ke atas wastafel, kulirik bilik tempat Lisa berada, hanya bilik itu yang terkunci.

"Akkhh brengsek!"

Teriakku kencang saat si bodoh ini menggigitku, siapa yang mengizinkannya untuk melakukan itu, sial. Kutampar dengan keras wajahnya untuk membuat jarak.

Senyum jahatku tercipta ketika Lisa keluar dari biliknya, yah targetku sudah keluar, ia berjalan ke arah kami, tapi tunggu, apa baru saja dia mengabaikanku? ia bahkan tidak melirik sedikitpun ke arahku, lihat saja.

"Eumh" Kugenggam tangannya, mata kami bertemu, mata hazel indahnya jatuh tepat di korneaku, I Miss her, a lot.

Ia menghela kasar kemudian meninggalkanku begitu saja, berjalan menuju pintu keluar dan itu benar-benar membuatku frustasi, Lisa aku akan membuatmu kembali kepadaku.

"Akkhh fuck me!"

Aku akan menjual murah jika itu untuk Lisa, dah yah, dia berbalik. Tentu saja senyum dari bibirku tak terelakkan, kulihat tubuh kurusnya sudah berada dihadapanku sesaat setelah dia menjatuhkan pria bodoh itu.

Tangannya menarikku keluar dari kamar mandi, ia membawaku ke sebuah ruangan dan tubuhku seolah gampang saja untuk dibuangnya di atas kasur berlapis bludru sutra berwarna merah maroon.

"Lisa, call my name"

Apa? ini seperti perkenalan lagi, baiklah jika itu maumu anak manis, "Lisa~" ucapku dengan seduktif menatap hazel matanya yang kini terlihat berkabut tertutup nafsu. Dan malam ini, kami melakukan sesuatu yang seharusnya kami lakukan sejak lama.

Aku merindukannya seperti orang gila, bukan seperti saat pertama kali bertemu, kali ini lebih pada obsesiku padanya, apapun yang nanti akan menghalangi jalanku, aku akan menepisnya, menghancurkannya sekuat mungkin.

I got my baby back

.

.

.

.

Flashback off

Night Partner (Jenlisa) 🔞Where stories live. Discover now