9 : Kamp Pelatihan

52 5 1
                                    

Dua tahun setelah penyergapan panti Horizon.

◇Jaromir◇

Jaromir mengangkat senapan yang besarnya sama dengan tubuhnya. Latihan hari ini cukup menyiksa. Mentari terik dan udara terasa kering. Para pria dewasa saja beberapa sudah memundurkan diri. Ada yang pingsan dan berbagai alasan lainnya.

Sekali lagi Jaromir membuang napas. Tangan mungilnya yang mulai sedikit mengasar berusaha membetulkan posisi senapan di punggungnya. Suhu udara di Ardsall sangat berbeda dengan Gragtus yang cenderung lebih sejuk. Ardsall sangat panas terlebih dekat laut.

"Jaromir!" Sang pemilik nama menoleh. Dari kejauhan seorang senior mendekat.

"Ada apa?" tanya Jaromir begitu sang senior sudah berhadapan dengannya.

"Kolonel Hadar memanggilmu," ujar seniornya. Jaromir mengangguk. Ia tak begitu terkejut ketika seorang kolonel tiba-tiba memanggilnya. Terlebih bocah bersurai hitam kemerahan itu mengetahui siapa nama yang memanggilnya.

Jaromir pergi ke ruang senjata terlebih dulu untuk mengembalikan senapan. Setelahnya ia berganti baju di barak. Sesekali membalas sapaan para seniornya. Ya, Jaromir adalah satu-satunya anak di kamp militer kota Adrsall. Karena itu, ia cukup terkenal di kalangan para prajurit.

Kedua kaki Jaromir berhenti di depan pintu bercat coklat. Terdapat papan nama di pintu tersebut yang disertai sejumlah pangkat dan gelar. Si bocah mengetuk pintu itu sekali sebelum memutar kenopnya.

"Kolonel Hadar, Prajurit Jaromir menghadap." Jaromir mengambil sikap tegak dengan hormat.

"Hm, turunkan hormatmu," titah pria bersurai pirang yang tengah serius memandangi setumpuk kertas di tangannya. Manik birunya kemudian menatap Jaromir yang tengah menatapnya.

"Bagaimana latihanmu?"

Jaromir mengangguk, "Baik Kolonel."

"Bagus, duduklah." Pria itu kembali sibuk membuka laporan yang lain. Jaromir menatap seisi ruangan. Seharusnya ia duduk di sofa yang disediakan untuk tamu, tapi ia tidak duduk di sana.

Jaromir berjalan mendekati pria berambut pirang. Ia menepuk-nepuk paha yang lebih tua.

"Ada apa, Aro?"

Jaromir memamerkan deretan giginya yang belum seluruhnya berganti gigi tetap. "Mau dipangku mentor." Kedua tangan direntangkan, minta digendong.

"Kemarilah." Pria berambut pirang yang kerap dipanggil Hadar tak menolak. Ia mengangkat tubuh Jaromir yang belakangan semakin memberat seiring bertambah usia si bocah.

"Ada surat dari Paman Zazel?" tanya Jaromir sambil menyomot biskuit rendah gula di meja Hadar.

"Hanya surat tugas, Aro. Azazel melarang keras kita berkomunikasi tentang kalian." Hadar memberi catatan pada kertas di tangannya. "Kau ingin sekolah, Aro?"

Yang ditanya langsung memandang heran, "sekolah?"

Hadar mengangguk, "Kau juga perlu mendapatkan pendidikan seperti anak pada umumnya. Dunia militer terlalu kejam untukmu." Ia letakkan penanya.

Sebelum ini mentornya tak pernah membahas perihal sekolah. Semenjak ia berhasil dibawa kabur oleh Hadar dari penjara mengerikan – Jaromir tak ingin mengingatnya – Jaromir tak pernah membahas perihal sekolah. Hadar langsung menaruh si bocah pada barak militer.

"Apa aku juga bakal pindah rumah?" tanya Jaromir.

Hadar menggeleng, "kau tetap di sini. Hanya saja sudah tidak mengikuti jadwal latihan."

Jaromir mengangguk-angguk. Dia tak begitu paham apa itu sekolah. Yang ia pahami hanya sebatas tempat menuntut ilmu. Dulu saat ia masih berstatus sebagai anak paladin, Jaromir tak pernah pergi belajar ke sekolah. Kedua orang tuanya memanggilkan beberapa guru untuk mengajarinya di rumah.

WanderlustWhere stories live. Discover now