12 | Kedatangan Mereka

42 25 0
                                    

|||

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

|||

Harap-harap cemas, Padme tak tenang selama menunggu kedatangan Tuan Lukman bersama dua malaikat dari Mesir. Sedari tadi Ishaq berusaha membuat kakaknya tenang, walau dia sendiri gugup dalam diam.

"Kenapa belum ada  ya, Is? Kakak takut mereka kenapa-kenapa." Padme mengedarkan pandangannya ke bagian dalam bandara, berharap ada kepala Tuan Lukman yang terlihat.

"Sabar, Kak. Mungkin lagi ngambil koper atau ngurus apa. Kan, bawa bayi. Pasti nda enteng ngurusnya." Ishaq berdiri, ikut melempar perhatian ke sekitar, barangkali dia dapat menemukan dan membuat kakaknya tenang.

Padme mengangguk, dia tahu begitu. Namun, gejolak semangatnya terlalu membara mengetahui bahwa kedua anak angkatnya akan tiba hari ini. Padme dibuat gugup setengah mati. Dia jauh lebih takut atas reaksi Jabar daripada bagaimana nanti para tetangga akan menatapnya bersama kerutan di dahi dan bibir mencibir.

Padme harus siap. Sayangnya waktu seolah senang bermain-main dengan perasaan gadis itu sejenak. Dia khawatir, gugup, excited, seluruhnya bercampur menjadi satu. Alhasil, tangannya dingin seperti baru keluar dari lemari es, kakinya dari tadi bergetar tak tenang. Sedangkan jari-jarinya saling menghitung jumlah dzikir yang dia ucapkan dalam hati.

"Alhamdulillah, itu mereka, Kak," lapor Ishaq lantas membuat Padme berdiri kilat.

Wajah gadis itu cerah, kebahagiaan terpancar dari setiap inci wajahnya. Menunjukkan betapa senangnya dia menyadari rombongan itu datang dalam keadaan lengkap, tanpa kurang apapun.

Padme berlari kecil, dia melihat Tuan Lukman beserta istrinya yang menggendong bayi, dua anak laki-laki berumur sekitar sembilan hingga sepuluh tahun, yang mana satu adalah Jabar, sedangkan satunya anak dari Tuan Lukman.

Lalu ada satu perempuan dengan umur yang tergolong muda, mungkin setara dengan usia Ishaq sekarang. Padme mengira-ngira bahwa gadis manis dengan tinggi lebih rendah darinya adalah anak Tuan Lukman.

Istri Tuan Lukman yang bernama Ayse tersenyum di balik cadarnya, mengangkat satu tangan yang tak memeluk tubuh bayi mungil di gendongan. "Assalamu alaikum."

"Wa'alaikumsalam," balas Padme memberi pelukan hangat kepada Ayse.

"Apa khabar?" tanya Ayse cukup kaku karena belum terbiasa menggunakan bahasa Indonesia.

"Alhamdulillah. Bagaimana denganmu, Umi?"

"Alhamdulillah."

Ini bukanlah kali pertama Padme bertemu dengan istri Tuan Lukman, sebab dalam beberapa kesempatan kunjungan Tuan Lukman kemari karena urusan Jabar dan Ali, Ayse ikut menemani. Pada saat itulah Padme menjadi kenal dengan baik, Ayse pun mengajarkan beberapa hal tentang urus mengurus anak.

Kebetulan pula, Ayse sendiri menjadi ibu susu Ali selama menunggu proses pengangkatan anak tersebut.

"Mashaa Allah," kagum Padme menatap tenangnya wajah Ali dalam pelukan Ayse.

Kiriman Berharga Dari Negeri Piramid | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang