19 | Keingintahuan Mereka

38 24 0
                                    

|||

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

|||

Azan berkumandang, memanggil setiap umat Islam untuk segera bersiap menunaikan kewajiban mereka sesuai dengan yang Allah perintahkan.

Ishaq bersama Jabar tengah mengambil wudu, sedangkan Padme memberi asupan kepada Ali di dalam kamar. Tepat setelah masakan selesai dibuat, bayi itu merengek kehausan. Memang seperti biasa, mereka lebih memilih untuk salat secara bergantian. Padme takut meninggalkan Ali salat berjamaah bersama adiknya dan Jabar, takut-takut anak itu menangis.

Menepuk-nepuk paha bayinya, Padme tersenyum ringan melihat mata Ali yang menutup. Sepertinya anak itu mulai mengantuk. Namun, biasanya takkan bertahan lama, Ali hanya akan mengantuk saat sedang menikmati ASI-nya. Setelah dia merasa kenyang, maka mata bayi itu akan kembali cerah.

Usai menunaikan kewajiban mereka pada petang ini, keluarga kecil itu duduk mengelilingi meja makan. Saatnya makan malam.

"Lusa."

Ishaq menelan hasil kunyahannya. "Anak-anak juga Kakak bawa?" Dia menggigit udang goreng tepung, meninggalkan bagian ekornya.

Padme mengangguk. "Iya, nda bisa Kakak tinggalin mereka. Siapa yang mau jaga? Kamu kerja."

Berdeham, Ishaq kemudian mengayunkan kepalanya ke atas dan ke bawah. "Yaudah, boleh. Jangan lama-lama di luar ya, Kak," ucapnya turut mengingatkan.

"Iya, Is. Ini karena Kakak ingin memenuhi undangan aja, sekalian memberi kabar gembira soal anak-anak Kakak yang luar biasa, mashaa Allah. Supaya nda terjadi salah paham sampai berujung fitnah."

***

"Assalamualaikum!"

"Wa'alaikumsalam," balas Padme membuka pintu rumah.

Liliane tersenyum lebar begitu melihat Padme yang menggendong bayi. Mengangkat tangannya, Liliane bermain pada pipi Ali. "Uh, gemasnya!"

Padme terkekeh. "Langsung, kah?"

"Boleh. Anakmu satunya mana, yang besar?"

"Lagi ngambil sepatu katanya. Bentar ya, Li, aku juga mau ambil tas."

"Iya, santai." Liliane menunggu gadis itu di depan rumah, dia sudah berjanji akan menjemput hari ini.

Zaky baru menyampaikan ajakan makan bersama semalam. Beruntung rata-rata mereka memiliki waktu untuk bergabung, sehingga reuni sederhana mereka sore ini tidak akan terasa sepi.

"Ayo, Li." Padme membiarkan Jabar keluar lebih dahulu, barulah dia mengunci pintu rumah.

"Halo, Jabar!" sapa Liliane tersenyum ramah pada Jabar.

"Hi, Aunty Li."

Liliane menahan gemas, wajah Jabar sangat tampan bahkan di usia yang semuda ini. "Bibit unggul banget, Pad. Bakal banyak penggemarnya nanti ini," celetuknya seraya memasang sabuk pengaman.

Kiriman Berharga Dari Negeri Piramid | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang