29 | Taaruf?!

31 20 0
                                    

|||

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

|||

"Padme, kamu itu bisa nda sehari aja kasih aku waktu istirahat, jangan dikagetin mulu! Pertama kamu konfirmasi soal daddy and sugar baby, terus kamu punya anak, sekarang dilamar orang Arab?!"

Padme memejamkan matanya mendengar omelan Liliane di seberang panggilan video mereka. Hari ini, Padme memberitahu perihal khitbah yang dia terima kemarin. Gadis itu ingin mendengar pendapat temannya paling dekatnya ini. Tepat seperti dugaannya, Liliane akan bersikap heboh di awal dia mendengar topik utama pembicaraan mereka hari ini.

Terkekeh, Padme mengangkat tangan meminta agar Liliane tenang, sebab Ali sedang tidur siang sekarang. "Maaf ya, Li. Aku juga nda ada maksud buat kagetin kamu terus, kok. Bukan aku yang pegang kendali tiap hal yang aku alami sekarang. Tiba-tiba aja harus ngehadapin ini, ngehadapin itu. Aku juga bingung, Li."

Liliane melemaskan bahunya. "Bener juga, sih. Daripada aku kagetnya pas dengar dari orang lain, mending kaget dengar dari kamu langsung. Kita kan, bestie! Eh, ngomong-ngomong, baru kemarin-kemarin loh kita bahas tentang pernikahan. Tentang ada 'orang' yang suka sama kamu, ternyata hari ini sudah ditunjukin aja sama Tuhan. Keren nda, sih?!" serunya bersemangat, seakan sadar bahwa rencana Tuhan itu memang tak dapat ditebak-tebak. Setiap rencana yang terancang, memiliki kejutan masing-masing.

Mengedikkan bahunya, Padme ikut terpukau. Baru beberapa hari lalu mereka membicarakan tentang hati, sekarang sudah ada orang yang menunggu untuk diterima di hatinya. Memikirkan itu, mendadak pipi Padme memerah. Hal tersebut pun tak lepas dari perhatian Liliane, alhasil perempuan itu masuk ke dalam mode jail.

"Ciee... Ada yang merona, mikirin apa sih, sampai merah-merah gitu pipinya?" Liliane berdeham menggoda dan makin membuat pipi Padme semerah tomat.

Memegang kedua pipinya, Padme berusaha menyembunyikan rona itu, bahkan sekarang pipinya terasa panas. "Ish, jangan gitu ah, Li! Aku nda mikirin apa-apa, kok. Nda usah jail, ah!" larangnya tak sanggup menahan malu akibat kejailan Liliane yang tidak berhenti menggodanya.

Tertawa kencang, Liliane langsung menutup mulutnya saat teringat kalau Ali sedang tidur. "Eh, maaf, Pad. Aku lupa anakmu tidur."

"Awas aja kalau dia sampai bangun terus jadi rewel karena nda enak tidurnya terganggu, aku malas kabari kamu apa-apa lagi," ancam Padme tak serius.

"Eh, jangan ngambek, dong. Iya, nda lagi, deh. Tapi beneran nih, belum kenalan, belum apa-apa dia udah bikin kamu merona aja. Jadi penasaran orangnya kayak gimana. Pasti ganteng banget, 'kan? Hidung mancung, punya brewok, ugh!" Liliane jadi larut dalam pikirannya sendiri.

"Soal tampang dan apalah itu, kita kesampingkan dulu, deh. Aku mau minta pendapat kamu, bagaimana?"

"Terimalah!" jawab Liliane langsung tanpa perlu buang-buang waktu.

Padme memasang wajah datar. "Serius dong, Li. Masa kamu langsung nyuruh terima tanpa ada alasan ini itunya dulu. Kan, aku mau minta pendapat kamu, biar bisa evaluasi lagi."

Kiriman Berharga Dari Negeri Piramid | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang