08

8.2K 803 59
                                    

Note: Im sorry, Bby. Kemarin ada yang DM suruh update, tapi ada masalah sedikit. Untuk kedepannya akan diusahakan, ya!🤍

Semoga kalian suka, Aamiin!

*****

"Tidak ada, dan tidak kubiarkan satu orang pun menghinamu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Tidak ada, dan tidak kubiarkan satu orang pun menghinamu. Sekalipun itu aku."
Alfarezi Hasbi.

*****

"HUWAAAA! NGGAK MAU PINDAH, BUNDAAA."

Haura mengembuskan napas kesal. Beberapa kali sudah mengeluarkan air mata buayanya untuk menaklukkan hati Sang ibu. Namun, alih-alih prihatin. Laila justru membuang muka, tidak mau menatap anaknya sama sekali.

"Aku mau di sini. Titik!"

"Bunda udah nggak sayang lagi, ya, sama aku?" tanya Haura mendayu, wajahnya dibuat semelas mungkin. "Emang, ya. Anak perempuan pertama itu harus kuat mental."

Kan.

Menyerah. Akhirnya Laila berbalik badan untuk menatap anaknya. Membiarkan Hasbi bencengkrama dengan Adnan.

"Makanya jangan sok iye. Kelakuan udah kek laki, tapi ngerengek." Wanita itu meneliti pakaian Haura yang sama sekali tidak wajar. Dasar kepala batu.

"Jaga image, dong! Nggak malu dilihat Hasbi? Mana nangisnya kayak anak kecil." Laila menyerocos, matanya melotot garang dengan bibir yang dicibikkan.

"Kamu itu, udah besar. Udah seharusnya mandiri."

"Mandiri, nggak ada di kamus Haura." Hauratidak terkecoh. Dia menaik turunkan alis dengan tangan yang dilipat di depan dada, angkuh. "Nanti kita kerjasama, deh. Nonton drakor bareng? Gimana?"

Tahu akan anaknya yang pandai merayu, Laila geleng-geleng kepala. Kali ini, tidak akan membiarkan dirinya tergiur, walaupun sempat. "Jangan jadi anak setan kamu."

"Iya. Bunda setannya," ledek Haura.

"Udah udah. Bunda mau berduaan sama Ayah, kamu bicarakan lagi dengan Hasbi." Wanita itu menggandeng tangan suaminya menuju lantai atas, membuat Haura melongo

di tempat.

"Ish! Sumpah, semua orang pada kenapa, sih?"

Haura melesatkan mata melihat Hasbi yang duduk di sampingnya. Bibir lelaki berambut tebal itu senyum-senyum tidak jelas. Cih. Semua cowok sama saja.

"Haura...."

"APA?"

Hasbi istighfar di dalam hati. Bar-bar sekali. "Ayo."

"Gue nggak mau. Lo aja sana." Haura memundurkan badannya, menjaga jarak. Emosinya kian berlabu-labu.

"Udah jam sembilan. Jangan ngaret, Hau," omel Hasbi setelah melirik jam di pergelangan tangannya.

ALFAREZI HASBIWhere stories live. Discover now