29. Tuduhan

57 27 101
                                    

Tuduhan hanya akan membuat semuanya semakin runyam.
Jangan lupa vote sebelum membaca.
Enjoy!
.
.
.

"Kalian nggak usah sedih dulu, ya. Kita bisa susun rencana berikutnya," ujar April.

Vriska tersenyum picik, "Aku punya ide!"

"Apa? Cepat kasih tahu!" Desak April pada Vriska.

Sahabatnya itu mengacungkan tangan dengan ekspresi bersemangat. Beberapa sekon ekspresi itu kemudian lenyap dari wajahnya. Ternyata itu hanya akal-akalannya saja agar terlihat pandai dalam mencari solusi permasalahan. Padahal Ia sendiri tak tahu langkah apa yang harus dipilih selanjutnya.

"Anu, itu, anu. A-aku juga nggak tahu, hehe," ujar Vriska cengengesan.

Setelah mendengar kalimat tersebut, April pun langsung menoyor kepala sahabatnya itu. April telah berekspektasi tinggi bahwa Vriska mempunyai ide cemerlang yang bisa dipakai untuk langkah kedepannya, sedangkan nyatanya sahabatnya itu hanya bercanda.

"Kenapa kita nggak pulang dulu aja, sih? Besok aja dilanjut lagi nyari buktinya. Nara masih ngantuk, tahu!" Kini Nara angkat suara sembari mengucek kedua kelopak matanya dengan malas.

"Benar apa kata Nara. Mending kita pulang sekarang. Mungkin nanti kalau kondisinya sudah tenang, kita bisa dapat ide untuk rencana selanjutnya," ujar April.

"Tunggu-tunggu, sekarang aku ingat!" Suara Juli terdengar bersemangat.

"Ingat apaan?" Tanya Vriska.

"Kemarin aku sama Diana dan om-om mesum itu, sempat makan bareng di restoran langganan kita, Pril. Sebelum aku pulang, aku sempat teleponan sama ayahku. Ayah nyuruh aku buat cepat-cepat pulang, terus aku langsung pamitan sama om-om itu. Nah, setelah pulang dari restoran handphone aku udah nggak ada," panjang lebar Juli menceritakan peristiwa yang kemarin dialaminya saat di restoran.

"Oh, berarti handphonenya ketinggalan di sana," sahut Nara santai.

Juli mengangguk-anggukan kepalanya "Kemungkinan sih, gitu."

"Tumben otak kamu encer, Ra," ledek April sambil tertawa.

"Guys-guys! Apa mungkin handphonenya Juli memang ketinggalan di restoran? Terus diambil sama si om-om itu," Vriska mulai menduga-duga, "Pril, kamu masih ingat nggak waktu kamu telepon si Juli tadi malam, suara yang angkat telepon kamu itu kayak apa? Kayak suara om-om atau gimana, gitu?" Gadis itu tampak bersemangat mengaitkan kejadian-kejadian yang telah terjadi.

April berusaha mengingat kembali percakapannya saat ditelepon tadi malam. Gadis itu berkata bahwa Ia tidak begitu mendengarkan seperti apa suara dari lawan bicaranya. Akan tetapi, Ia ingat betul bahwa saat itu Ia mendengar desahan suara perempuan yang begitu manja. April sampai bergidik ngeri ketika mengingat kembali tentang hal itu.

Kini Vriska memutar otaknya agar dapat berpikir lebih lancar. Ia tampaknya kembali menyusun hipotesis dari permasalahan yang sedang terjadi.

"Jangan-jangan, suara perempuan itu, suaranya Diana!" Pekik Vriska dengan nyaring.

"Hust! Kamu nggak boleh main tuduh gitu aja! Kita harus punya bukti, baru bisa ngomong kayak gitu," nasihat April.

"Tapi, Pril. Om-om itu kan ayahnya Diana. Berarti mereka tinggal disatu atap yang sama, bisa jadi mereka memang melakukan hal itu," kini Juli mendukung argumen Vriska.

"Disatu atap yang sama gimana maksudnya?" Nara menggaruk kepalanya yang mendadak terasa gatal.

"Maksud Juli, mereka tinggalnya satu rumah gitu loh, Ra. Gitu aja nggak paham," sewot Vriska.

"Oh," gadis itu mengangguk paham.

April menarik napas panjang, lalu menghembuskannya dengan kasar. Gadis itu memegangi kepala, karena benang kusut di dalam pikirannya membuat April kesulitan untuk berpikir jernih. Ia hanya tak habis pikir, apa iya Diana benar-benar melakukan hal keji itu bersama ayahnya sendiri? Sepertinya tidak mungkin. Tapi, jika dipikir-pikir lagi, bisa saja itu semua benar.

"Mending kita pulang aja, deh. Kepala aku udah sakit banget mikirin masalah ini," pinta April.

"Ya sudah, kita bahas ini lain kali lagi, ya. Aku antar kalian pulang sekarang," ujar Juli sembari melajukan mobilnya.

~~~

Keesokan harinya di sekolah.

April berjalan sendirian menuju toilet. Tanpa Ia sadari ada seseorang yang membuntutinya dengan sengaja. April yang menyadari hal itu lantas mempercepat langkahnya. Namun, sialnya orang itu masih terus mengikutinya dari belakang. Sampai akhirnya orang itu mendorong April hingga Ia tersungkur ke lantai. Gadis itu mengaduh kesakitan, sedangkan sang pelaku malah tertawa dengan puas. Orang itu tak lain dan tak bukan adalah Diana.

"Mau kamu apa, sih?" Bentak April.

"Berani kamu ngebentak aku! Sini kamu, berdiri!"

Diana menarik kerah baju April dengan sarkas. Hal itu membuat leher April sedikit tercekik. Ia berusaha melepaskan cengkraman Diana, akan tetapi kekuatannya tak sebanding dengan kekuatan Diana. Ia berusaha berteriak meminta tolong, namun Diana mengancam akan melakukan hal lebih dari ini.

"Kamu pasti nyari ini, kan?" Diana melepaskan cengkramannya dan memperlihatkan sebuah handphone berwarna hitam tepat di depan wajah April.

April berusaha meraih handphone itu, sayangnya Ia kalah cepat dengan Diana.

"Kamu yang nyuruh Juli buat mata-matain aku, hah?" Kini giliran Diana yang membentak April.

"Mata-matain apa maksud kamu?"

"Halah, nggak usah bohong! Ini apa?"

Diana memperlihatkan video rekaman papahnya yang sedang mengelus-elus tubuhnya. Rekaman itulah yang dimaksud Juli kemarin. Setelah video itu selesai diputar, Diana langsung menghapus video itu.

April masih berusaha menahan amarahnya agar tidak terpancing pada sikap Diana yang demikian. Ia harus menjaga nama baiknya agar tidak tersandung masalah lagi.

Diana menatap April dengan tatapan seekor harimau yang siap melahap mangsanya. Begitu ganas dan mematikan. Gadis itu juga mengancam April, jika sampai beredar gosip tentang video tadi, maka Ia tak segan-segan menghancurkan nama baik April. Kalimat Diana tak begitu ditanggapi oleh lawan bicaranya. April bahkan menertawakan ancaman itu. Diana lantas tidak terima dengan respon April yang demikian. Ia lalu mendorong April hingga lagi-lagi April harus terjatuh. Gadis yang di dorong itu pun tidak tinggal diam. Ia kemudian bangkit dan membalas perbuatan biadab Diana terhadapnya. April mendorong Diana hingga gadis itu juga tersungkur ke lantai. Sialnya, tiba-tiba terdengar suara teriakan yang memanggil nama April.

"APRIL!"

Rupanya suara itu berasal dari Bu Rina-Guru BK. Beliau langsung berlari ke arah Diana yang merintih kesakitan. Gadis itu bahkan memanfaatkan situasi seolah-olah Ia adalah korban kekerasan. Ia berlakon dengan terus menerus mengeluhkan rasa sakit akibat dorongan dari April yang begitu kuat. Di sisi lain April ingin sekali membela diri, namun Bu Rina tak memberikannya kesempatan.

April meraup wajah dengan kesal. Lagi-lagi Ia harus berada pada situasi yang tidak menguntungkan. Kedua gadis itu lantas dibawa ke ruang BK untuk dimintai keterangan.

To be continue ~~~

Terima kasih sudah mampir dicerita ini. Jangan lupa untuk support penulis dengan cara vote dan comment cerita ini. Kalian juga boleh berikan saran ataupun kritik yang membangun demi kelangsungan cerita ini kedepannya.
See u on the next chapter!
Salam hangat dari author🥰

April dan JuliWhere stories live. Discover now